"Aku suka bulan. Karena cahayanya bisa memberikan ketenangan untukku. Ah... Aku jadi iri."
***
Tepat pukul 5 dini hari, terlihat seorang laki-laki yang masih terpejam di atas tempat tidur king size nya. Kamarnya yang bernuansa biru gelap terasa dingin, bahkan setelah AC dimatikan. Alarm berdering, menggema hingga ke seluruh penjuru kamar setelah digit nya menunjukkan angka 05.00 a.m. Satu menit berlalu. Rupanya, ia mulai merasa terganggu dengar bunyi bising yang dikeluarkan oleh sang alarm hingga berhasil membuatnya terbangun. Ia membuka matanya perlahan, mengerjapkannya sebentar sebelum akhirnya bangkit dari tempat tidur untuk mematikan alarm yang berada di atas nakas.
Ia turun dari tempat tidurnya, mengenakan sandal rumah, kemudian melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Sekitar 15 menit kemudian, ia keluar kamar mandi dalam keadaan segar dan wangi. Menit selanjutnya, ia melaksanakan ritual paginya sebelum berangkat sekolah. Setelah siap dengan seragam putih abu-abu nya, ia segera melangkahkan kaki menuju meja makan yang letaknya tidak terlalu jauh dari kolam renang miliknya.
Rumah ini mewah. Di dalam nya terdapat 5 kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, dapur, ruang makan, dan perpustakaan yang berada di ruang bawah tanah. Biasanya lebih sering dipakai oleh ayahnya untuk bekerja selama di rumah. Tak lupa, terdapat rooftop di atap nya yang ditumbuhi beraneka macam bunga-bunga yang indah.
Ia menghentikan langkahnya ketika dirinya telah sampai di ruang makan. Terlihat wanita paruh baya sedang menata piring-piring berisi nasi goreng di atas meja. Wanita itu tersenyum hangat ketika melihat kehadiran putranya tercinta.
"Rangga, kamu sudah bangun?" Tanya ibunya masih dengan senyuman hangatnya.
"Kelihatannya?" Tanya laki-laki itu— Rangga sinis.
"Ayo sini duduk. Mama sudah menyiapkan nasi goreng untuk kamu." Ajak ibunya.
"Gak butuh." Tolaknya. "Papa kemana?"
"Papa ada dinas ke luar kota, baru saja berangkat. Pagi ini sarapan sama mama aja, ya." Pinta ibunya dengan hati-hati.
"Gak. Cukup sebelum aku tahu kebusukan yang ada di dalam dirimu." Tolak Rangga. Ia segera membalikan badannya, meninggalkan ibunya sendiri di ruang makan.
"Rangga, tunggu sebentar. Mama akan jelasin ke kamu, Rangga!" Rangga tak menanggapi panggilan ibunya, ia terus berjalan tanpa menoleh sedikit pun hingga sampai di pekarangan rumahnya.
Terlihat dua orang maid berseragam putih-hitam menyambutnya sambil menundukkan kepalanya.
"Maaf den, mobil nya sudah kami siapkan beserta keperluan sekolah raden." Lapor dua maid tersebut tanpa di suruh.
"Terima kasih." Ucap Rangga sekilas sebelum akhirnya berjalan meninggalkan dua maid tersebut dan berjalan menuju garasi, tempat mobil BMW hitam nya berada.
Ia memasuki mobil, menutup pintunya, kemudian menyalakan mesin mobil itu hingga terdengar deru nya. Detik selanjutnya, ia mulai menancapkan gas dan memainkan kemudinya. BMW hitam itu melaju, menyisakan asap tipis di pekarangan rumahnya.
Ia membuka setengah kaca mobilnya, membiarkan udara pagi yang segar memasuki mobilnya. Ia menarik nafas kemudian menghembuskan nya kembali. Tatapannya fokus menatap jalanan yang terlihat sepi karena arlojinya masih menunjukkan pukul 06.20 dini hari. Namun pikirannya teralihkan dengan mimpinya malam tadi. Meskipun begitu, dirinya tetap mampu mengemudi dengan baik.
Rangga termenung, dirinya tengah mengorek kembali ingatannya berkat mimpi semalam. Mimpi tentang pertemuannya dengan seorang gadis yang telah berhasil mencuri perhatiannya. Kejadian itu sudah lama terjadi, sekitar 5 tahun yang lalu. Akan tetapi hal itu masih terekam jelas dalam ingatan Rangga. Seorang gadis berjilbab dengan paras yang rupawan dan senyumnya yang dapat membuat Rangga berdebar tak karuan.
5 tahun lalu, setelah pertemuannya dengan gadis itu, tanpa sadar Rangga selalu membayangkan rupa nya dan senyuman sehangat mentari nya. Senyuman itu membekas di dalam ingatannya. Rangga memungut dan membaca buku setebal kamus yang ditinggalkan oleh gadis itu. Niatnya, ia akan memberikannya esok hari. Namun keesokan harinya ia tidak dapat menemukan gadis itu. Tidak ada yang tau tentang keberadaan gadis itu, bahkan sampai hari kelulusan tiba.
Rangga memijit pelipisnya dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya masih setia memegang kemudi. Terlihat beberapa meter lagi dirinya akan sampai di depan gerbang sekolah. Segera ia menurunkan kecepatan kemudian berhenti tepat di depan gerbang. Ia keluar dari mobil hitam nya kemudian berjalan menuju pos satpam.
"Pak, tolong mobil saya, ya." Pintanya setelah sampai di pos dan menemukan pak satpam di sana.
Satpam itu mengangguk. "Siap den. Biar saya yang masukin." Ujar satpam itu.
Rangga berjalan memasuki sekolah setelah mengambil tas ransel dari mobilnya. Sekolah itu terlihat sepi, hanya terlihat beberapa murid saja yang baru datang. Ia melihat arlojinya yang menunjukkan pukul 06.30 pagi, masih terlalu dini untuknya datang ke sekolah meskipun hari ini adalah kali pertamanya datang ke sekolah ini. Ya, Rangga adalah murid pindahan dari luar negeri. Karena suatu alasan ia kembali ke Indonesia dan memulai awal kelas XII nya di SMA ini. Mudah baginya untuk masuk di SMA yang bisa dibilang terpopuler di ibukota, karena pemiliknya adalah pamannya sendiri. Jadi mudah baginya untuk masuk tanpa daftar maupun tes terlebih dahulu.
Ia melewati koridor yang akan membawanya menuju kelas XII IPA 3, kelasnya yang baru. Ia harus melewati 2 lantai terlebih dahulu karena kelasnya berada di lantai 3. Ia tidak akan menggunakan tangga, melainkan dengan lift yang hanya diperbolehkan untuk para staf sekolah.
Pintu lift terbuka, memperlihatkan koridor lantai 3 yang terlihat agak sepi. Rangga berjalan melewati kelas demi kelas hingga sampai di depan pintu kelas dengan tulisan 'XII IPA 3'. Ia menghela nafas sejenak sebelum akhirnya memutar knop pintu kemudian mendorongnya ke dalam. Terasa sejuknya AC menerpa tubuh Rangga hingga membuat dirinya menutup matanya. Ketika ia membuka matanya kembali, tatapannya langsung tertuju pada seorang gadis yang tengah menatap dirinya pula. Tatapan mereka bertemu, sekelibat masa lalu melintas dalam pikiran Rangga.
"Gadis mentari?"
To Be Continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari & Purnama [HIATUS]
SpiritualitéMereka bertemu karena satu garis takdir yang diiringi dengan cahaya kejinggaan. Entah itu dipagi hari, ataupun disore hari. Yang terpenting, pertemuan itu sangatlah berarti.