Sorry for typo(S)
Hanya keheningan yang melingkupinya setelah pergi meninggalkan Yoongi, saat ini Jimin sedang berjalan tak tentu arah sampai akhirnya dia berada di depan rumah sakit, dilihatnya langit yang mulai mendung dengan langkah pelan dia berjalan menjauhi rumah sakit itu hingga kemudian berhenti di halte bus.
Seberapa banyak kau mencampuri kehidupanku, Yoongi?
Pikiran itu selalu saja muncul di kepalanya, seharusnya tadi dia bisa mengendalikan diri, seharusnya dia tidak mengatai Yoongi pembunuh, jika begini Jimin sama saja seperti orang-orang diluaran sana yang seenaknya menghakimi.
Jimin kembali diam menatap jalanan yang dipenuhi kendaraan yang tiada habisnya, sedikit ingatan tentang kejadian masa lalu terlintas hingga tanpa sadar dia meneteskan air matanya.
"Ayah, kenapa pembunuh suka membunuh orang? Apa karena julukannya?" Tanya Jimin kecil, dia sedang menonton televisi yang kebetulan menyiarkan kasus pembunuhan. Sang ayah yang sedang menonton pun mengalihkan pandangannya kearah Jimin kecil lalu tersenyum.
"Ada banyak sekali alasan kenapa seseorang membunuh, mungkin salah satunya karena mereka merasa kesepian." Jawab sang ayah, hingga mama datang membawa segelas susu coklat panas kesukaan Jimin.
"Kenapa begitu? Bukankah mereka punya ayah dan mama yang selalu menyayanginya seperti kalian menyayangi Minnie? Mereka itu jahat dan tak bisa dimaafkan ayah."
"Semua hal di dunia ini bisa dimaafkan Minnie."
"Apa yang kalian bicarakan hmm?" mama mulai bertanya.
"Mama, kenapa ada orang membunuh? Kenapa mereka melakukannya?"
"Apapun yang menjadi alasan mereka, itu memang hal yang salah. Tapi pernahkah Minnie berpikir tentang 'pelampiasan'?" ucap mama Jimin dengan senyuman hangatnya.
"Huh?" Tanya Jimin kebingungan, "Tapi mereka salah mama, mereka harus dihukum seberat-beratnya Seperti hukuman mati."
"Tidak ada yang berhak untuk menentukan kehidupan seseorang sayang, mereka butuh kehidupan untuk menebus semua yang telah mereka perbuat dan tentu saja mereka perlu dibimbing. Mereka - pembunuh - tidak akan pernah suka dikatai pembunuh walaupun mereka memang pembunuh." Ucap mama, Jimin menolehkan kepalanya pada mama-nya yang sedang meminum coklat panasnya.
"Kenapa?"
"Seorang pembunuh pun masih ingin diakui, bukan karena ulahnya tetapi sebagai manusia pada umumnya. Mereka hanya ingin sembuh namun mereka tidak tahu bagaimana caranya, walaupun mereka seorang pembunuh mereka pun masih memiliki sisi baiknya dan itulah yang membuat mereka menangis dan merasa hancur saat mengetahui apa yang sudah mereka lakukan dan yang orang lain katakan." Jelas mama, Jimin hanya mengangguk walaupun dia tidak mengerti apa yang mamanya coba sampaikan padanya.
"Jadi Minnie, sudah kau tentukan ingin menjadi apa saat dewasa nanti? Yang pasti bukan seorang pembunuh." Ucap mama dengan candaannya.
"Dokter, aku ingin jadi dokter yang hebat dan menyembuhkan semua orang." Sahut Jimin dengan ceria, membuat kedua orang tuanya tersenyum sembari mengusap kepala anaknya dengan penuh kasih sayang.
"Hmm jadilah dokter yang hebat dan sembuhkan mereka, tidak peduli bila mereka musuhmu sekalipun kau harus tetap menyembuhkannya, atau sekalipun mereka seorang pembunuh. Bagaimana pun mereka manusia yang berhak untuk hidup, mengerti?"
"Huum aku mengerti ayah."
Jimin menengadah kelangit yang semakin gelap karena mendung, berusaha sekuat mungkin untuk tidak mengeluarkan air matanya lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/163936609-288-k978819.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BASTARD! || YM
Fanfic[уσσηмιη ѕтσяу] 𝕻𝖆𝖗𝖐 𝕵𝖎𝖒𝖎𝖓, 𝖆𝖓𝖆𝖐 𝖑𝖆𝖐𝖎-𝖑𝖆𝖐𝖎 𝖞𝖆𝖓𝖌 𝖒𝖊𝖓𝖏𝖆𝖉𝖎 𝖘𝖆𝖐𝖘𝖎 𝖕𝖊𝖒𝖇𝖚𝖓𝖚𝖍𝖆𝖓. 𝕯𝖎𝖎𝖓𝖈𝖆𝖗 𝖔𝖑𝖊𝖍 𝖘𝖆𝖓𝖌 𝖕𝖊𝖒𝖇𝖚𝖓𝖚𝖍 𝖇𝖊𝖇𝖊𝖗𝖆𝖕𝖆 𝖙𝖆𝖍𝖚𝖓 𝖐𝖊𝖒𝖚𝖉𝖎𝖆𝖓.- "𝚂𝚎𝚗𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚛𝚝𝚎𝚖𝚞 𝚍...