Prolog -Hujan ini

28 1 4
                                    

Langit tampak menunjukkan kilau abu-abunya, mengisi penuh prajurit-prajurit angkasanya dengan jutaan butir air yang siap untuk di terjunkan. Daun serta ranting menari-nari bersama hembusan angin untuk menyambut tetes tiap tetes air itu. Hujan, hujan itu datang lagi. Beberapa dari mereka akan bersuka cita dengan kedatangannya, tetapi sebagian lagi mengerang serta menghakiminya. Entah apa yang membuat mereka begitu kesalnya, mungkin saja untaian sutra yang terhampar diatas kayu-kayu kecil melintang itu baru saja mereka hamparkan tanpa sempat bertegur sapa dengan sang surya. Atau kah hal-hal istimewa yang sudah mereka rangkai sedemikian rupa pada helai kulit kayu tipis berisi daftar rencana harian itu akan hanyut terbawa keadaan. Begitulah, tetapi tidak denganku. Ini sabtu pagi, apa yang tidak lebih menyenangkan selain bersantai dengan segelas coklat hangat ditengah peliknya hujan. Aku beranjak dari gumpalan busa tebal persegi yang selalu ingin menarikku, kurapikan kain bercorak langit malam penuh bintang yang menutupinya serta lapisan penghangat tebal dan gumpalan persegi lainnya yang lebih kecil dan lebih lembut. Kulirik sekilas pengatur waktu di dinding kamar ku, waktu menunjukkan pukul 08.37 pagi. Segera kuraih handuk dengan malas dan menyingkap piyamaku. Kunyalakan keran air hangat pada shower untuk membasuh tubuhku di tengah sejuknya suasana hari ini. Setelahnya, kuakhiri dengan mengenakan setelan kaos hijau emerald dengan aksen putih di bagian tengahnya serta celana kain pendek menjuntai berwarna cokelat kehitaman. Rambut panjangku sudah sangat akrab dengan bando colekat caramel kecil bercorak abstrak ini. Kuraih ponselku yang berkicau sedari tadi saat aku mandi dan membukanya dengan sedikit kombinasi pola aneh buatanku. Disana tertulis 5 panggilan tak terjawab dari ibu dan 1 pesan teks juga dari ibu yang mengisyaratkanku untuk menunggu kedatangan paket online pesanannya segera sementara ibu masih berada diluar rumah -setiap sabtu pagi ibuku selalu pergi untuk menghadiri arisan bersama teman-teman kantornya. Aku melanjutkan berselancar bersama ponselku seraya keluar dari kamar, banyak sekali pesan-pesan dari grup kelas serta grup-grup lainnya yang melelahkan untuk dibaca. Kutaruh ponselku diatas meja ruang tv dan menuju ke dapur untuk membuat segelas coklat hangat. 'Tek' bunyi pantikan kompor yang sangat mengganggu segera setelah kutaruh teko berisi sepertiga air dari galon kemudian menekannya. Sembari menunggu mendidih, aku membuat racikan coklat bubuk O'Choco dengan sedikit gula rendah kalori serta satu sendok makan oat. Aku membuka lemari pendingin berharap menemukan secercah keripik kentang yang kubeli kemarin sore. Setelah beberapa menit menelusuri setiap sudut kulkas, akhirnya kutemukan keripik kentangku pada rak ketiga dari atas, dibelakang ikan kalengan dengan saus merah ke-oren-an aneh yang sangat ibuku sukai. Kuraih keripik itu dan menuangkan isinya yang sudah setengah bungkus ke dalam mangkuk. Uap sudah semakin banyak berterbangan dari teko yang menandakan bahwa air sudah mendidih, segera kumatikan kompor dan kutuang air tersebut kedalam gelas yang berisi racikan coklatku tadi serta membawa coklat hangat dan keripik kentangku menuju ke ruang tv. Kunyalakan kotak besar hitam itu, memilih program acara pagi yang menarik. Mataku jatuh tertuju kepada drama korea kolosal yang setiap ujung minggu ditayangkan di televisi dan memulai hariku dengan berselancar bersama keripik kentang serta coklat hangat ditengah gaduhnya pertempuran air diluar sana -tentu saja sambil menunggu sang kurir paket ibu.

I (don't) need uTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang