"Za, jangan gitu dong. Kalau aku salah, tolong jelasin di mana salah aku." Aarav bingung harus bagaimana lagi menghadapi sikap Aleeyza yang semakin tidak bisa dimengerti.
"Kamu memang nggak pernah peka," gerutu Aleeyza sembari menghempaskan badannya ke sofa, menenggelamkan seluruh wajahnya di balik bantal dan mulai menangis.
"Ehh, jangan nangis dong." Aarav merengkuh tubuh Aleeyza yang berguncang karena isak tangisnya. Aarav memeluk Aleeyza dengan wajah yang semakin kebingungan. "Oke, aku minta maaf kalau aku salah."
"Jangan minta maaf kalau terpaksa," isak Aleesyza. Tangisnya semakin kencang. Aarav mempererat pelukannya meski tetap kebingungan.
"Ini ngga terpaksa, aku benar-benar minta maaf."
"Beneran?" Wajah Aleeyza langsung semringah, senyum mengembang dari bibirnya. Aarav semakin tidak mengerti. Aleeyza semakin aneh saja.
Akhir-akhir ini Aleeyza seperti orang yang sedang PMS, sebentar marah, nangis, tertawa membuat Aarav jadi bingung. Seperti sekarang. Aarav masih bingung memandang wajah Aleeyza yang tampak ceria sambil bergelayut manja di bahunya. Beberapa waktu lalu jelas-jelas Aleeyza marah dan cemberut entah karena apa. Aarav nggak mau tahu. Yang terpenting gadis yang disayanginya sudah tenang.
Aarav mengusap lembut rambut panjang Aleeyza, seolah takut kenyamanan itu akan berubah jadi kemarahan lagi. Sementara gadis itu sepertinya terlelap di bahunya. Aarav segera menggeser duduknya dan meletakkan kepala Aleeyza di atas pangkuannya. Wajah cantik itu terus saja dipandangi Aarav. Aleeyza itu seperti malaikat baginya. Dulu dia hanyalah anak berandalan yang kerjanya hanya mengacau saja. Sekolah sering bolos, di rumah bikin onar, di jalanan ugal-ugalan. Sampai pernah dalam satu hari orang tuanya mendapat tiga surat panggilan; dari sekolah, kantor polisi, dan juga RT setempat, karena sengaja menyalakan petasan di depan masjid sewaktu warga sedang salat Jumat.
Lalu dia bertemu Aleeyza yang ceria, baik, dan tidak terganggu dengan kenakalannya. Terkadang Aleeyza justru tertawa ngakak mendengar cerita Aarav. Tawa yang tulus dan tidak dibuat-buat. Bersama gadis berlesung pipi itu dia menemukan jati dirinya. Dia merasa dihargai. Dia ingin berubah jadi lebih baik. Lalu perlahan Aarav menjadi pribadi yang baik. Aarav mulai berprestasi di sekolah. Dia jadi santun dan rajin beribadah di lingkungannya.
Aarav tersenyum menatap gadis yang disayangi tertidur di pangkuannya. Dia merasa Aleeyza kini yang membutuhkan perhatiannya. Aarav berjanji akan melakukan yang terbaik buat Aleeyza.
Beberapa bulan lalu keluarga Aleeyza mendapat musibah. Ayahnya meninggal dunia karena tembakan peluru nyasar. Dua oknum polisi jadi tersangka. Saat itu mereka sedang mengejar gembong narkoba yang melarikan diri. Saat polisi hendak menembaknya pagi itu Ayah Aleeyza sedang berlari pagi muncul dari arah yang sama. Sebuah peluru tepat mengenai jantungnya dan dia meninggal seketika. Sejak saat itu Aleeyza menjadi murung. Keceriaannya hilang. Aarav sangat sedih melihat kondisi gadis itu. Ditambah lagi sekarang Aleeyza cepat berubah moodnya. Sesaat sedih lalu tertawa riang. Mirip orang yang terganggu jiwanya.
"Aku di mana?" Tiba-tiba Aleeyza bangun dan langsung duduk.
"Kamu di sini, Sayang. Bersamaku," jawab Aarav lembut.
Aleeyza langsung memeluk erat tubuh Aarav seperti orang yang ketakutan. Aarav mencoba untuk menenangkan gadis itu. Entah apa yang ada dipikiran gadis itu. Dia sering ketakutan tanpa sebab.
"Aku antar pulang kalau kamu sudah tenang, ya," kata Aarav. Saat itu matahari mulai tergelincir di ufuk barat. Aarav tidak mau membuat Ibu Aleeyza jadi cemas.
"Aku sudah tenang. Antar aku pulang," jawab Aleeyza.
Aarav mengeluarkan motor setelah menemani gadis itu berpamitan dengan orang tuanya.
Entahlah. Hanya ingin menulis.
Happy reading guys.Tangerang, 19 Juni 2020