Pagi itu aroma milk tea lembut menguar di dapur Pine Hedge. Sinar keemasan dari angkasa turut bertamu menjadi saksi bisu. Lewat iris hazel itu Sana sesekali menengok keluar pada burung pipit yang bertengger pada dahan pohon-pohon pinus, memamerkan merdu suaranya yang menjadi senandung pagi.
Suara lembut percikan minyak membuatnya menoleh sejenak kemudian. Tak jauh darinya si pria bungsu berkutat di depan kompor, memandangi telur mata sapi yang hampir matang. Sana berdehem pelan teringat hari di mana ia dikejutkan oleh seorang kurir di jam yang sama.
"Taehyung...," Si pria menyahut pelan dengan deheman. "Kau... kau beli wine ya?"
Netra Taehyung membola, telur mata sapi itu melorot lalu tersungkur di atas piring hitam. Tentunya ia masih ingat siapa tersangka atas lenyapnya persediaan white wine miliknya di Cedar Hedge. Astaga Taehyung belum memberitahu Sana soal itu.
"Iya... sudah datang ya?" Taehyung sontak mengedarkan pandangan mencari-cari keberadaan barang yang sedang dibicarakan.
"Dua puluh botol?" tanya Sana keheranan.
"Itu temanku yang jual, aku belinya lima, sisanya itu bonus," jawab Taehyung namun sang istri hanya mengangkat alisnya saja. Ayolah apa dia sungguh berharap Sana akan percaya? Wine itu bukan barang murahan Taehyung sayang.
"Beneran, sayang. Kau buang lagi ya?" tebak Taehyung pasrah dan Sana cukup mengendik.
"Tidak tuh," jawab Sana acuh. Iya, Sana itu tidak suka Taehyung begitu, ia mengerti minuman keras itu tidak bagus. Ah lebih-lebih itu mengingatkannya pada Taehyung dan Pewter Dove tersayangnya.
Grep.
Taehyung merangkul pinggang Sana namun perempuan itu tidak berkutik. Atensinya hanya terfokus pada roti panggang dan milk tea hangat yang hampir siap disajikan.
"Dih, gitu saja marah!" goda Taehyung.
"Duh kangen sekali ya dengan Pewter Dove? Banyak pria tampan di sana. Oh apa kabar ya Bos Jiwon dan bajingan Donghyuk itu?"
"Apa sih? Kau aneh," Taehyung keheranan dengan celetukan Sana yang menurutnya aneh.
"Kapan kau mau move on dari hidupmu yang bobrok itu?"
"Orang sudah move on,"
"Apanya yang move on, Taehyung? Jelaskan padaku biar ap-"
"Ssshhh," Sana langsung diam sejak telunjuk Taehyung mengantuk bibir merahnya. "Nyonya Kim, kau dapat undangan minum dari suamimu tercinta. Tidak ada penolakan, oke?"
Entahlah, Sana juga tidak tahu kenapa serasa ada yang menghentikan waktu. Gila memang, dengan mudahnya Taehyung Kim membuat Sana terperanjat dengan bulu roma menegang. Perempuan itu bahkan mau tidak percaya kalau itu sungguhan Taehyung. Ah bagaimana menjabarkannya ya, ini pertama kalinya si tuan bungsu mampu membuatnya diam... takjub.
Ia buru-buru sadar, tidak mau ketahuan sedang terpesona atau apa. "Kalau aku bilang tidak mau?"
Taehyung mengerling, pura-pura berpikir. "Eumm, menurutmu aku bakal apa?"
"Tidak akan berbuat apa-apa," tantang Sana.
"Mana mungkin!" selorohnya secepat kilatan cahaya. Belum tuntas ia menjawab, atensi mereka tertarik oleh bel yang tiba-tiba berbunyi. Keduanya hanya saling berpandangan sampai Taehyung menghela napas panjang seraya menarik tangan dari pinggang sang istri.
"Yang pasti kau akan menyesal, Nyonya Kim sayang. Aku buka dulu pintunya,"
Rasanya belum genap satu sekon sejak Taehyung menarik gagang pintu hitam itu. Napasnya tercekat mendapati siapa yang berdiri di depannya saat ini. Ia pun tidak punya ide kenapa wanita itu datang. Bahkan ia saja belum sarapan.
Ayolah ini masih pagi. Jangan paksa otak Taehyung berpikir kemana-mana.
"Mau mematung begitu sampai kapan, Taehyung Kim?" ujar wanita itu.
[To be continued]
Please do vote & comment**
Pendek ya?
Iya soalnya Pine Hedge aku mau nulis santai ajaNext update kalo udah 800 reads ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Pine Hedge
Fanfiction[Incomplete] Cuma kehidupan pernikahan Tuan Bungsu dan istrinya di bawah atap Pine Hedge. Dan tentang Tuan Bungsu yang memperjuangkan segalanya. SEASON 2 FROM BOOK CEDAR HEDGE