(3) Scenario

815 158 37
                                    

“Mau mematung begitu sampai kapan, Taehyung Kim?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Mau mematung begitu sampai kapan, Taehyung Kim?”

Lamunan Taehyung buyar oleh suara jernih wanita karismatik penyandang dress hitam elegan itu. Jemari panjangnya tergerak mengusap pelipis sambil melirik sekeliling siapa kiranya yang membersamai si wanita kehormatan.

Itu yang terjadi sekitar sepuluh menit yang lalu. Si pria bungsu sekarang duduk manis melipat kaki di sofa ruang tengah. Mata elangnya sesekali mengikuti lalu lalang pengawal keluar masuk Pine Hedge seenaknya. Ia mendengus malas, pandangannya segera berlari pada sosok wanita yang sibuk mengarahkan pengawal untuk menaruh box cokelat dan beberapa cinderamata lainnya.

Eommoni, apa-apaan sih ini?” rajuk Taehyung.

“Ya, bagaimana bisa kau bertanya begitu pada ibumu?” sahut Bora setengah kecewa. Padahal ia sudah meluangkan waktu memikirkan anak bungsunya bahkan sampai repot membelikan aneka kebutuhan rumah tangga. “Tidak senang eommoni mengunjungimu?”

“Bukan tidak senang, tapi barang-barang itu aku dan Sana bisa dapatkan sendiri,” dalihnya. "This is my household, I can handle it."

Nyonya Besar Kim berdecak. Baru kali ini rasanya ia ditolak oleh anak manja semacam Taehyung Kim. Tentu saja Taehyung malu sebab perhatian ibunya itu sedikit berlebihan. Dan bukan cuma itu, instingnya itu tajam. Taehyung sih menduga ada roman yang lain.

“Ck, tidak tahu terima kasih,” omel Bora lantas mengabaikan anak bungsunya. Wanita itu melihat seorang pengawal membawa paperbag rosegold, “Oh berikan yang itu padaku. Sana, kemarilah!”

Sana bergegas datang setelah membantu membereskan barang yang lain.

“Wah, lihat ini Taehyung, dress-nya cantik sekali ‘kan kalau dikenakan istrimu?” tanya Bora sambil menempelkan dress model off shoulder warna merah hati ke tubuh Sana. Taehyung mendengus saja, bola matanya memutar lalu sedetik kemudian ia berdiri menghadang pengawal yang berjalan masuk.

“Paman, cukup, rumahku sudah tidak bisa menampung apa-apa lagi,” cegahnya. “Sudah, tolong bawa keluar lagi ya!”

“Hei sembarangan! Yang itu bukan buatmu, Taehyung-ie,” ujar Bora sontak membuat putranya mengernyit. “Yang box warna hitam buat Seokjin, eommoni minta tolong kau yang antar ke hyung-mu ya,”

“Hah? Eommoni tidak mau menengok Seokjin?”

“Bukan begitu, Taehyung. Sudah, kau antarkan saja ya... sekarang,”

Taehyung menggeleng pasrah. Hampir saja ia bergegas mengambil kunci mobil namun sang ibu kembali bersuara, “Ohh, ngomong-ngomong hari ini eommoni mau bawa istrimu keluar. Tidak apa ‘kan?”

“Kau tidak malu pada Sana yang kau tinggalkan berminggu-minggu? Ini baru beberapa jam kau sudah kangen,” ledek Jisoo pada pria yang kini merebahkan tubuh di atas sofa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kau tidak malu pada Sana yang kau tinggalkan berminggu-minggu? Ini baru beberapa jam kau sudah kangen,” ledek Jisoo pada pria yang kini merebahkan tubuh di atas sofa.

Sejak Taehyung tiba di villa, ia cuma berbaring di sana sambil melihat-lihat postingan manusia di sosial media. Sesekali akan bermonolog haruskah ia menelpon Sana atau tidak.

Seokjin hanya menyimak saja sejak tadi, ia duduk di sofa tak jauh dari adik bungsunya menonton serial lama.

“Aku takut eommoni menculik Sana,” aku Taehyung yang menimbulkan kekeh ringan Jisoo mengudara. Sementara Seokjin, ia hanya mengulas senyum simpul sambil menggelengkan kepala. Kekanakan juga si Taehyung itu. “Hyung, kau tahu sesuatu ‘kan?”

“Sesuatu apa?” Dan Seokjin pun akhirnya buka suara.

“Menurutmu eommoni bawa Sana kemana?”

Pria berbahu lebar itu tahu kok apa yang mengganggu Taehyung saat ini. Indera penglihatan Taehyung itu memang tidak ada duanya, ia tahu saja kalau sebetulnya sang ayah dan ibunda belum benar-benar menerima Sana.

“Jangan berpikir yang bukan-bukan, Taehyung,” saran Seokjin menenangkan.

“Arrggh, aku mau gila rasanya. Harusnya ini minggu tenang buatku tapi malah kacau begini,” gerutu Taehyung. “Kalau aku sampai mengulang satu semester kau harusnya maklum.”

Bola mata Seokjin memutar. “Kalau itu sih tidak ada ampun ya. Kau boleh punya Pine Hedge itu ‘kan bukannya gratis,”

“Heh, bisa-bisanya kau bilang begitu!” pekik Taehyung tidak terima sementara Jisoo menahan tawa menyaksikan pertengkaran kakak beradik Kim itu. “Tabunganku saja habis buat beli itu rumah. Teganya kau!”

“Ya terserah saja kalau mau jalan Korea-Jepang begitu. Kan itu maumu sendiri.”

“Arrg, Kim Seokjin laknat. Tidak ada kasihan-kasihannya pada adik bungsumu ini,” gerutunya lagi dan lagi.

“Seokjin jangan begitu ah, bisa stress itu adikmu,” nasihat Jisoo menengahi sementara Seokjin hanya membalas dengan senyum ringan.

Selanjutnya mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing. Hanya suara tv yang terdengar dan gumaman kecil dari mulut Seokjin yang terkatup rapat.

“Hei, tapi bagaimana kalau abeoji melempar Sana keluar seperti Jisoo?”

“Tidak!” tegas Seokjin lantang. Tatapan tajamnya terarah pada Taehyung seketika.

Mungkin maksud Seokjin adalah skenarionya tidak akan sama.

Taehyung mendengus.

“Aku benar-benar takut,” ungkap Taehyung pelan. “Abeoji tidak akan diam begitu ‘kan?"

[To be continued]Please do vote & comment

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[To be continued]
Please do vote & comment

**

taehyung layak gak sih dapetin sana?
nih si bungsu galau

taehyung layak gak sih dapetin sana?nih si bungsu galau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Next 1K reads?

Pine HedgeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang