GUSKU MBADUNG !

378 17 6
                                    

"Oalah Gussss... Gus... Sampean mbok yo bangun! Wes awan Guuuuuuus.... Kalo malam menghilang... Pulang pagi tidur sampe siang bolong begini Gussss gus!"

Begitulah alarm ku setiap jam sembilan pagi. Alarm murni asli dari seseorang bernama Kang Soheb. Salah satu santri di pondok kecilku ini.
Soheb sudah cukup lama mengabdikan dirinya yang kucel itu. Ya kurang lebih 7 tahun lamanya. Ya memang dia kucel. Kalo aku kan gagah seperti bintang iklan di televisi.

"Brisik Kang Soheb! Suara mu koyo tv bures!" Aku jengkel.

"Bangun Gusssss!!!!!" Teriak Kang Soheb ditelingaku sambil menabok pantatku.

"Meneng cangkeme Kang! (Diam mulutnya kang)" .

"Astagfirullah Guss! Kapan samean mau berubah?! Semakin kesini ndak bisa jaga lisan."

Gus se ganteng aku harus dipaksa bangun untuk berangkat ngaji diniyyah di pondok kecil ujung desa ini.

Ya aku tau bahwa Kang Soheb berusia lima tahun lebih tua dariku, dan aku masih berusia lima belas tahun. Tapi kan aku gus di pondok ini. Kang Soheb itu seenaknya saja. Huh!

Lagian Abah itu menjengkelkan. Kenapa aku harus tidur bersama para santri-santriku ini? Kan ini rumahku sendiri. Menyebalkan.

"Ya Gustiiii...... Wes jam berapa inii Gussssss!!!! Samean harus masuk kelas diniyah. Kalo engga saya bilangin Abah! Kapok samean Gus! Saya hitung sampe tiga kalo ngg. ..."

"Ojooooo Kaaaaang!!! Otewe otewe otewe!!!!!"

Bodoamat aku memotong bicaranya Kang Soheb.
Kalo sudah mendengar kalimat menyangkut abah, aku sudah bingung harus bagaimana lagi. Aku sangat takut pada Abah. Lebih baik aku dipukul rotan dari pada aku harus dipondokkan jauh-jauh. Lebih baik aku mondok dirumah sendiri saja. Kan enak. Bisa seenaknya. Hahaha

Pukul sepuluh lebih lima belas menit, aku sudah siap berangkat diniyah. Dengan sarung kotak-kotak berwarna biru dilengkapi kaos berwarna hitam bertuliskan "PUNK ROCK". Tentunya dengan membawa kitab kajian hari ini.
Kuberjalan layaknya bintang model diatas panggung. Melewati kamar-kamar pesantren yang sudah kosong. Penghuninya pasti sudah berangkat diniyah. Karena yang berlangganan terlambat cuma segelintir orang saja. Sudah jelas termasuk aku. Dan tiada satupun Ustadz yang berani mengadukan kepada Abah. Karena jika mereka mengadukan, aku mengancam akan bilang kepada abah bahwa aku sering dibuli di pondok. Hehe. Aku cerdas kan?

"Gusss!!!.... Mau ngaji kok ya pake kaos! Wes gambare punk punk kaya begitu. Ganti Koko dulu. Yang rapi Gus!"

Lagi - lagi Kang Soheb. Kang Soheb. Dan Kang Soheb. Memang sih, dia itu didawuhi Abah untuk momong aku. Tapi aku ini tidak suka kalo diatur. Ini salah itu salah. Ah ! Abah dan Kang Soheb sama saja menjengkelkan!

Tiba - tiba...

"Assalamualaikum Gus... Kang..."
Sapa salah satu santri bernama Sodik.

"Waalaikumsalam. Opo Kang?" Tanyaku.

"Nganu Gus, samean dipanggil Abah di ndalem. Sekarang. Katanya penting." Jelas Boled.

"Yohhhhh.... tamat samean Gus!" Kata Kang Soheb menakut-nakutiku.

"Loh, o.... ono opo Kang? Kok Abah ma... manggil aku?" Tanyaku gelagapan.

"Ndak tau Gus. ... Sudah ditunggu sama Abah." Kata Kang Sodik.

***

Ndalem.

"Drus.... Nyapo ora diniyah(Kenapa ngga diniyah) ?." Tanya Abah dengan tatapan yang bagiku menakutkan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 09, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GUSKU MBADUNG! (selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang