"Eline bangun dong, ayo kita solat subuh dulu!" Seru Naima dari luar menggedor-gedor pintu kamar Zeline dengan kencang.Zeline yang masih terlelap pun, sontak terbangun kaget.
"Ih... Apaan sih! Kamu aja sana, aku males.""Ga boleh gitu Line, nanti kalau kamu tiba-tiba meninggal sebelum solat subuh gimana?"
"Kamu nakutin aku aja sih. Udah kamu aja, aku masih ngantuk!"
Zeline tak menghiraukan ajakan Naima, iya tetap melanjutkan tidur nyenyaknya.Naima beristighfar sambil mengelus dadanya, sepertinya ia harus banyak-banyak bersabar atas sikap dan perilaku Zeline kepadanya.
Jam setengah tujuh pun Naima kembali mengetuk kamar Zeline, ternyata Zeline belum bangun juga.
"Zeline ayo kita berangkat sekolah, udah siang nih!" Panggil Naima kembali.Zeline tak menggubris seruan Naima. Ia tetap tertidur lagi dengan nyenyak, paling-paling Naima hanya menyuruh nya untuk solat subuh.
"Hari ini kan, ulangan matematika, kalau telat kita bakal dihukum!" Lanjut Naima.
Kali ini, mata Zeline membuka dengan sempurna, ia baru ingat jika sekarang ada ulangan matematika. Ia melirik jamnya dengan hati-hati. Apa! Jam setengah tujuh?
Zeline segera bangkit dari tempat tidurnya, kemudian membuka pintu kamarnya.
"Kenapa ga bangunin dari tadi sih?!" Kata Zeline ketus."Aku udah bangunin kamu dari tadi, tapi tetap aja kamu ga bangun-bangun."
Zeline tak menghiraukan ucapan Naima, ia segera mandi dan siap-siap. Karena sudah siang jadi tak sempat sarapan dan langsung berangkat. Tak lupa mereka pamit dengan Aisyah dan Marwan.
"Bu pak, aku sama Zeline pamit dulu ya."
"Iya kalian disekolah belajar yang rajin," ujar Marwan.
"Oh iya Zeline, apakah kamu belum siap untuk memakai kerudung nak?" Tanya Aisyah hati-hati.
Zeline yang semula tak peduli akan pamitan Naima, menjadi diam saat Aisyah mengatakan hal yang sama setiap harinya.
"Ya sudah kalau kamu belum siap, tidak apa-apa. Bude yakin kamu itu anak yang penurut sebenarnya. Kalian hati-hati ya."
Mereka mengangguk, Naima dan Zeline menyalami tangan Aisyah dan Marwan.
"Assalamu'alaikum," ucap Zeline dan Naima bersamaan.
"Waalaikumussalam."
~
Setibanya disekolah, gerbang belum tertutup rapat. Untungnya gerbang belum di tutup, karena sedikit saja mereka terlambat, sudah dipastikan Zeline dan Naima akan terkena hukuman.
Mereka memasuki kelas XII IPA 5 dengan terburu-buru, takut saja Pak Tito sudah memasuki kelas dan memulai ulangan.
Saat ini, kelas ditutup. Mereka berdiam terlebih dahulu di depan kelas. Saling melirik satu sama lain dengan tatapan khawatir. Naima berdoa terlebih dahulu agar pak Tito belum masuk. Zeline menaikkan sebelah alisnya, heran melihat tingkah Naima.
"Line, semoga saja pak Tito belum masuk kelas ya."
Zeline hanya mengangguk malas.
"Kamu juga harus berdoa dong, semoga yang di dalem kelas kita bukan pak Tito," saran Naima.
"Mana mungkin?"
"Coba aja dulu."
Zeline mengikuti saran Naima, dia memejamkan mata layaknya orang berdoa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Hijrah
Teen FictionZeline Zakeisha gadis dengan sebuah masa lalunya yang kacau, membuatnya menjauh dari sang pencipta. Naima sepupu dari Zeline, gadis sholehah dan berhati lembut, kerap di jadikan pelampiasan Zeline. Namun, Naima tak patah semangat, ia terus mengajak...