17. Di usir

57 15 0
                                    

* Author  POV

"Itu...eeuummm~~"- Ucapan Jane terpotong karna kalah cepat dengan pergerakan tangan Papa Jack yang sudah mendarat mulus di pipi Jane.

Plak

Satu tamparan keras yang dapat membuat semua orang yang melihatnya memejamkan mata. Sedangkan yang mendapatkan ramparan itu masih terdiam dengan posisinya.

Wajah masih menghadap kekiri dan tangan yang sedang memegangi pipinya sendiri. Tamparan itu sangat keras sehingga membuat sudut bibir jane sobek dan mengeluarkan darah. Tetes demi tetesan air mata kemudian turun membasahi pipi mulus Jane.

*Jane POV

Sungguh sakit hati gue saat ini. Sesak rasanya ketika di tampar oleh ayah kandung gue sendiri. Gue selama ini ngga pernah yang namanya orang yang main kasar sama gue. Mentog mentog ya paling cuma di nasehati bukan pakai kekerasan fisik.

Tiba tiba pipi gue di cengkram pake tangan papa dengan sangat kencang sehingga kuku kuku papa menancap sempurna di pipi gue.

"Aw.."- Ringis gue tapi ringisan gue hanya di abaikan oleh Papa gue bagaikan angin lalu saja.

"Papa!!sudah jangan kayak gitu... kasihan Jane pa!!"- Ucap Mama sembari berlari menuju papa dan berusaha menenangkan papa. Tapi semuanya hanya sia sia, Papa tak bergeming sama sekali seakan akan papa tak lagi sayang sama gue.

"DENGAR YA!! KENAPA ANDA KETEMPAT KOTOR ITU?! SAYA TIDAK PERNAH MENGAJARKAN ANDA UNTUK KETEMPAT KOTOR ITU YA!! JADI JANGAN SALAHKAN SAYA JIKA ANDA TERKENA MASALAH KARNA INI!!"- Tegas Papa Jack menggunakan kata formal. Gue tahu kalau Papa sudah menggunakan kata formal, berarti dia sudah sangat marah.

"Pa~~"- Ucap gue agak nggak jelas karna pipi gue masih di cengkram oleh tangan papa. Namun, ucapan gue terhenti sebelum gue menyelesaikan ucapan gue.

"JANGAN PANGGIL SAYA PAPA!! ANDA BUKAN ANAK SAYA!! SANA PERGI!!"- Ucap Papa tegas sembari melepas cengkramannya namun melepaskannya sembari mendorong gue ke lantai dan tak sengaja dahi gue terbentur ujung meja dan mengeluarkan darah.

Deg

Benarkah ini? Ini mimpi kan? Papa? Apa benar ini papa? Sakit sebenarnya hati gue. Tapi gue harus tanggung semua konsekwensinya. Walaupun sangat berat untuk meninggalkan rumah ini, tapi gue harus melakukannya. Mengingat papa yang sudah membenci gue, mungkinkah suatu saat nanti Papa akan bisa memaafkan gue.

Tiba tiba papa pergi entah kemana. Yang gue tahu papa pergi ke atas. Setelah beberapa saat papa gue akhirnya turun sambil membawa 1 koper di tangan kanan dan 1 tas di tangan kiri. Setelah papa gue sampai di depan gue, papa gue langsung membuang kedua tas itu di depan gue.

"PERGI!!"- Perintah Papa gue tegas.

Tak ada satu orang pun yang menolong gue. Sakit, itulah yang gue rasakan. Disaat gue membutuhkan mereka, mereka malah tak ada satu pun yang mau membantu gue. Sehina itu kah gue sampai sampai mereka tak ada yang mau membantu gue.

"INGAT!! SEMUA ASET YANG SUDAH ATAS NAMA ANDA AKAN SAYA CABUT!!"- Ucap Papa.

"DAN UNTUK KALIAN!! TIDAK BOLEH ADA YANG MEMBANTUNYA!!"- Ucap Papa sembari menunjuk ke arah teman teman gue dan kembali menunjuk gue.

Teman? Masih pantaskah mereka gue sebut teman? Kayaknya tidak deh. Mana ada teman yang rela tak membantu sesama temannya. Sudah cukup sampai di sini saja penghianatan kalian.

Bukan penghianatan sih, tapi lebih tepatnya mereka hanya bisa mengesampingkan gue dan menjunjung tinggi ego mereka masing masing. Tak ada satukah dari mereka yang menumbangkan ego mereka demi gue? Kayaknya tak ada.

Gue kemudian pergi dari rumah itu dengan perasaan berat. Gue pergi hanya membawa dua tas yang berisi pakaian dan berkas berkas penting serta hanya membawa motor kesayangan gue. Motor itu gue beli dari uang gue sendiri, jadi motor itu bisa di bawa sama gue.

Gue pergi menuju apartemen gue yang sempat gue beli beberapa bulan lalu dengan menggunakan uang gue sendiri. Untungnya gue tadi habis pergi,jadi di dalam sling bag gue masih ada uang 300 ribu. Dan uang segitu biasanya habis dalam 2 minggu.

Untuk kuliah tak masalah, karna sebenarnya gue kuliah pakai beasiswa. Pada saat tes waktu itu, gue ikut tes beasiswa tapi kalau Drysia dan Alicia mereka hanya ikut tes masuk Universitas saja. Sebenarnya gue juga setiap bulannya dapat uang dari pihak sekolah karna dari kepintaran gue. Tapi gue ngga mau bergantung pada uang beasiswa.

Bisa saja kan beasiswa gue di cabut karna ada sesuatu hal. Gue mau cari kerja, biar bisa biayai hidup gue. Ya walaupun nanti gue kerjanya nggak maksimal karna gue juga harus bisa membagi waktu.

Sesampainya gue di apartemen, gue langsung membersihkan apartemen gue dan menaruh barang barang yang gue bawa tadi. Tak terasa air mata kembali membanjiri wajah gue. Entah mengapa gue jadi teringat kejadian tadi dengan sangat detail hingga gue menangis tanpa henti.

"Hiks... kenapa?!kenapa semua ini terjadi sama gue?! Aarrrrggghh..."- Pekik gue frustasi.

Entah sadar atau tidak gue tiba tiba ngambil pisau. Gue pandangi pisau itu dan tanpa sadar gue menggores pergelangan tangan gue sendiri menggunakan pisau itu. Darah mengalir dengan derasnya dari pergelangan tangan gue.

Entah mengapa gue ngerasa bahwa ini itu suatu kesenangan tersendiri bagi diri gue. Gila, itulah mungkin suatu kata yang akan diberikan orang kepada gue karna kelakuan gue. Gue berjalan untuk mengambil kotak P3K. Gue obati sendiri karya yang telah gue buat di atas pergelangan tangan gue. Tak lupa juga gue ngobatin luka yang ada di sudut bubur gue sama di dahi gue.

Kacau, satu kata yang dapat mendefinisikan keadaan gue sekarang. Tangan terperban, dahi terperban dan tak lupa sudut bibir yang sobek di tambah penampilan juga yang kurang mengenakkan. Gue pergi ke kamar dan bersiap untuk pergi ke kampus.

Setelah selesai bersiap siap, gue pergi menuju kampus. Setelah sampai di sana, entah mengapa gue ngrasa semua tatapan menuju ke arah gue. Apa karna kasian sama gue yang keliatan kucel begini. Biarlah mereka semua mengatakan apapun. Yang pasti ini hidup gue bukan mereka.

* Author POV

Ditengah perjalanan Jane menuju ke kelasnya, tiba tiba tangan jane ada yang menarik hingga Jane berbalik badan. Ternyata pelakunya adalah Jony. Jane sebenarnya enggan untuk menemui Jony. Tapi Jony menahannya hingga Jane tak bisa pergi.

"Apa ini sakit Jane?"- Tanya Jony sembari menyentuh sudut bibir Jane.

"...."- Jane tak menjawabnya sama sekali hingga membuat Jony geram.

"Ini tangan kamu kenapa?"- Tanya Jony lagi sembari memegang tangan Jane yang sudah terperban.

"Bukan Urusan Lo!!"- Balas Jane dengan ketus serta penuh penekanan di setiap katanya. Tak lupa juga Jane langsung menepis tangan Jony dari tangannya dengan kasar.

"Kamu kenapa sih Jane?"- Tanya Jony lagi.

"APA PEDULI LO HAH!! GUE DI ANIAYA AJA LO NGGA NOLONGIN!! JAUH JAUH DARI GUE!!"- Balas Jane dengan lantangnya dan itu membuat semua yang ada di sekitarnya menatap Jane tak percaya. Pasalnya Jane tak pernah mengeraskan nada bicaranya kepada siapapun walaupun dia sedang marah.

Setelah mengucapkan unek uneknya, Jane kemudian melenggang pergi dari tempat itu.

"Jane maafin aku.. aku belum bisa jagain kamu... aku belum bisa nolongin kamu... aku ngrasa bersalah Jane..."- Gumam Jony pelan agar tak ada yang mendengarnya. Akhirnya jony pergi menuju ke kelasnya.

Tapi nyatanya perkiraan Jony salah. Ternyata sedari tadi ada yang mendengarkan percakapan mereka berdua hingga gumaman Jony yang masih bisa di dengarnya.

"Ini baru awalnya Jane... masih ada permainan gue yang lain.."- Ucapnya sembari tersenyum misterius.

~~~☆♡☆~~~

Halo guys
Ketemu lagi nih
Gimana?
Tambah nggak jelas kan?
Jangan lupa Votmen
Jangan jadi pembaca gelap

Jane [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang