1. Dia Dan Lelahnya

16 3 0
                                    

Namanya Astri Sahira. lahir di sebuah kota kecil tepatnya 21 tahun yang lalu. Putri bungsu dari dua bersaudara yang paling menyukai buah strawberry dan pecinta segala jenis mie, juga orang yang selalu menganggap dirinya sebagai Dewi keadilan dari khayangan.
Dan Dewi itu sedang patah hati saat ini karena cintanya berakhir di tengah jalan.

Gadis manis itu terduduk lesu di atas ranjangnya, rambut merahnya yang ikal dibiarkan tergerai begitu saja. tatapannya terlihat bkosong, fikirannya tak karuan.
Ia sedang memikirkan sesuatu yang benar-benar telah melukai hati dan menghancurkan semangatnya. Tak pernah terfikir sedikitpun olehnya jika semua akan berakhir secepat ini.
Seseorang yang selalu hadir dalam hidupnya telah pergi kali ini tanpa sebab serta alasan yang pasti.
Bulir-bulir bening mulai berjatuhan di pipinya.

"Seburuk inikah aku? Salahkah aku? Hingga hubungan ini berakhir? Ah entahlah, bukankah setiap orang memiliki batas kesabaran? Bagaimana hubungan ini bisa bertahan jika hanya aku saja yang berusaha memahaminya. Aku juga lelah menghadapi semua ini. Batinnya.

Matanya pertahan tertutup, merenungi segala hal yang telah terjadi.
Perlahan ia rebahkan tubuh mungilnya itu, iya eratkan selimut yang menutupi tubuhnya. Dan diraihnya ponsel dari meja tepi ranjangnya, lalu memutar musik favorit dari ponselnya. Alunan demi alunan musik itu menghantar tidurnya. Tak sampai dalam hitungan menit Ia telah terlelap.

                             
                                 ***

Tidur tak banyak membantu jika yang lelah adalah hatimu bukan tubuhmu.

Banyak yang berkata seperti itu. Karena memang benar, beban yang menekan jiwa terasa lebih berat dibandingkan beban yang harus dipikul oleh raga.
Seperti yang dirasakan olehnya saat ini.

Astri terbangun dari tidurnya. Ia melirik jam yang ada di dinding kamarnya. Waktu baru menunjukkan pukul 03.00 wib, masih terbilang sangat cepat untuk ia bangun dan melakukan aktivitas.

"Ahh benar-benar menyebalkan jika harus terbangun di malam hari seperti ini" Batinnya.

Akhir-akhir ini ia sering sekali terbangun di tengah malam, mungkin karena begitu banyak masalah yg sedang ia fikirkan. meski telah mencoba meringkuk di balik selimutnya yang hangat untuk melanjutkan tidur, namun tetap saja tak mampu mengantar tidurnya menuju alam mimpi.
Ia bangkit dari posisi tidurnya dan menyandarkan tubuh pada dinding kamar berwarna putih itu.
Ia kembali termenung, matanya menerawang jauh. Ada sesuatu yang sedang ia cemaskan. Bagaimana hidupnya tanpa seseorang yang sangat ia cintai. Sesuatu yang seharusnya tidak perlu ia cemaskan. Karena semua orang tau bahwa Tuhan mempunyai rencana yang jauh lebih indah. Namun tetap saja, tak semudah itu untuk melupakan segalanya.

Masih terekam jelas kata demi kata yang  terucap untuknya, bait-bait cinta bak puisi pujangga. Satu hal yang tak dapat dilupakannya hingga kini, permohonan yang Arjuna ucapkan dari mulut manisnya..

"Berjanjilah untuk tidak meninggalkan ku, jaga selalu hatimu untukku, agar kita bisa memulai awal yang baru untuk masa depan kita yang bahagia"

Arjuna juga pernah berkata, ia akan memperjuangkan Astri meski seburuk apapun keadaan bahkan jika dunia menolak sekalipun.
" Kau tahu? Aku begitu mencintaimu. Dan aku akan memperjuangkan mu apapun keadaannya."

"Sudahlah Arjuna, aku sudah trauma dengan kata-kata seperti itu."

"Terserah mu ingin percaya atau tidak, yang pasti aku akan berusaha menghalalkan mu. Itulah tujuan hidupku."

Ucapan yang membuat Astri terdiam dan merenungkan akan kebenarannya.

"Kau yakin orangtuamu akan menerimaku?"

"Aku akan membuat mereka menerima mu."

"Bagaimana dengan teman-teman mu? Aku tak secantik perempuan lain. Kau tak malu?"

"Tak perlu peduli kata mereka! Yang penting aku suka."

Ucapan-ucapan yang meluluhkan hati  seorang gadis polos seperti Astri Sahira, yang bahkan sudah menolak banyak cinta dari lelaki lain hanya untuk menjaga hati seseorang yang ia cintai.
Namun akhirnya kisah cintanya berakhir dan justru ia ditinggalkan.

                             
                                 ***

(Kriinggg...)

Astri terperanjat, bunyi alarm dari jam Beker memekakkan telinganya..
Ia melirik kearah jam sesaat. Ia terbangun agak terlambat hari ini, karena semalam ia tidak tidur dengan nyenyak.

"Sudah pukul 05:30 WIB, aku harus segera bangkit dari tempat tidur yang melenakan ini, sebelum alarm selanjutnya berbunyi" gumamnya.

Ya, alarm yang dimaksudnya adalah suara ibunya yang dapat membangunkan seisi komplek perumahan yang ia tempati.
Tak ingin membuang waktu ia langsung berjalan ke kamar kecil, guna membersihkan tubuh sebelum malaksanakan ibadah subuhnya, serta memanjatkan doa kepada Tuhan yang maha kuasa agar dimudahkan segala urusannya, baik mengenai keluarga, cita-cita bahkan hingga cinta sekalipun.

      
                                 ***

Matahari sudah meninggi, sinarnya begitu terik hari ini, menghangatkan setiap insan yang berlalulalang diatas bumi.

"Hari sudah semakin beranjak siang, aku harus segera melanjutkan pekerjaan ku", batinnya.

Astri segera bergegas merapikan pakaian dan rambutnya yang kusut akibat terburu-buru ketika hendak mandi tadi.
Ya, ia baru saja menyegarkan tubuhnya setelah merasa kepanasan di dalam ruang kerjanya yang tak lain berada di rumahnya sendiri.

Cuaca memang terasa begitu ekstrim akhir-akhir ini. Panas dan hujan tak menentu sering mengganggu aktivitas dan kesehatan para  penduduk di kota kecil yang ia tempati itu.

Astri kembali menginjak pedal mesin jahitnya. Gadis berkulit sawo matang itu sedang mengerjakan projek terbarunya. Hasil desainnya harus segera ia selesaikan dalam waktu dekat ini.
Menjadi desainer memang terdengar tidak sulit, namun membutuhkan ketelitian dan kesabaran yang cukup. Sama halnya dengan menjadi seorang dokter, Karena terlalu gegabah dan suka sembrono justru akan membuat hasil menjadi buruk.
Astri memilih menjadi Desainer setelah berusaha menjadi dokter namun tak berhasil. Gadis kelahiran akhir tahun sembilan puluhan itu pernah mempunyai harapan dan cita-cita yang tinggi meski akhirnya ia harus menyerah dan melupakan segalanya. Memang bukan mudah untuk bisa menjadi seorang dokter ahli bedah dengan keterbatasan kemampuan yang ia miliki dan kurangnya dukungan dari orang-orang sekitarnya.
Meski demikian, hal tersebut tak akan mematahkan semangatnya untuk menggapai asa mewujudkan cita, justru ia semakin tertarik untuk mencoba hal baru dalam hidupnya.

                                 
                                ***

Astri terduduk lesu di ranjang dengan kepala tersandar ke dinding dan kaki terjuntai menyentuh lantai.
Mulutnya sesekali ia buat dengan ekspresi cemberut sambil menatap kearah jari-jarinya yang terbalut oleh plaster, jari lentiknya kini sedang terluka karena ulah mesin jahitnya, tidak terlalu parah tapi cukup menyisakan rasa sakit ketika ia hendak menyentuh sesuatu. Meski berusaha tak terjadi apapun, tapi tetap saja kecelakaan kecil seperti itu sering ia alami, hingga ia menganggap dirinya benar-benar ceroboh sehingga tak dapat menjadi seseorang yang kompeten dan mempesona seperti gadis lain.

"Ah lupakan saja". Gerutunya tak jelas.

Ia terlalu banyak memikirkan hal lain sehingga tak fokus pada pekerjaannya.

Matanya mengerjap tak teratur, tiba- tiba rasa kantuk menghampirinya,
"Sudah tak cukup waktu untuk beristirahat lebih lama" gumamnya.

Ia mengambil buku yang terletak di sebelahnya, ia buka lembar demi lembar buku itu, hal itu ia lakukan untuk mengusir rasa kantuknya, namun tak berhasil. Tanpa terasa matanya tertutup perlahan, lima menit kemudian ia sudah tertidur pulas dengan posisi tubuhnya yang masih terduduk.

                            

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 01, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lima Belas Menit BersamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang