Tasik Malaya adalah kota kelahiranku. Perasaan damai dan tenang selama aku berada di kota ini hilang saat kali pertamanya satu tatapan mata menembus diamku. Fajar Aditya Perwira laki-laki yang sedang berdiri di lapangan upacara.
“Assalamu’alaikum warrahmatullah wabarrakatuh, selamat pagi teman-teman perkenalkan nama saya Fajar Aditya Perwira. Saya pindahan dari SMA Negeri Semarang”
Seperti pepatah yang sering kali terdengar dan tak asing lagi yaitu tak kenal maka tak sayang. Sekolahku mencoba mengaplikasikan pepatah tersebut. Setiap kali ada siswa baru pasti selalu ada seremonial perkenalan setelah upacara di hari senin. Rupanya siswa baru itu akan menjadi teman kelasku. Tepat seperti dugaanku ternyata dia satu kelas denganku. Sebelum pelajaran dimulai dia diantar oleh ibu wali kelas tercinta. Ibu Dian guru Biologi yang super baik.
Pelajaran berjalan seperti biasanya. Hanya saja hamper semua teman perempuan di kelasku tidak fokus memperhatikan pelajaran, malah fokus melihat ke arah Fajar. Tampang Fajar memang menyenangkan dan menenangkan untuk dilihat. Tidak heran jika dia menjadi pusat perhatian teman-temanku di kelas. Seperti biasa istirahat pertama aku selalu menyempatkan diri untuk sholat duha di mushola. Abah dan umi sejak dulu selalu memberikan nasihat. Kata beliau sempatkan untuk sholat duha agar hari kita tenang dan dilancarkan urusannya. Makannya, dari awal aku masuk SMA ini aku selalu menyempatkan untuk sholat duha saat istirahta pertama.
“Hey mbak tunggu” terdengar suara laki-laki dari belakang. Aku berpikir sejenak siapa laki-laki yang memanggilku dengan sebutan “Mbak.” Di sekolah ini aku biasa dipanggil senja. Kalaupun yang memanggilku adalah juniorku, mereka selalu memanggil dengan sebutan “teteh.” Perlahan aku mencoba menengok kea rah suarra yang tadi memanggilku.
“iya kenapa ? kamu Fajar kan murid pindahan dari Semarang yang kebetulan satu kelas denganku?”
“iya mbak anuu saya belum kenal dengan teman-teman di kelas, kebetulan saya bertemu dengan mbak di sini..anuuu saya mau pinjam catatan mbak pelajaran yang tadi. Saya tidak mencatatnya karena saya lebih tertarik mendengarkan penjelasan guru terlebih dahulu.”
“boleh sih tapi mulai sekarang kamu jangan panggil saya mbak yah..panggil saya Senja” ujarku
“senja…nama yang bagus mbak..eh senja maksudnya.”
Entah kenapa setelah pertemuan kami di mushola pagi itu, membuat kepalaku tak berhenti memikirkan Fajar. Apa dia lahir di pagi hari ? sehingga namanya adalah Fajar. Entahlah. Mengapa aku jadi memikirkannya. Namaku Senja dan namanya adalah Fajar. Apa alam akan menyatukan kita kelak? Sedangkan Fajar dan Senja yang sesungguhnya adalah dua waktu yang berbeda yang tidak mungkin keduanya akan bertemu di waktu yang sama. Ada yang aneh denganku sejak pertemuan pagi itu. Apa aku menyukainya? Rasanya tidak mungkin. Baru sajaaku bertemu dengannya dan hanya mengobrol beberapa menit saja. Tuhan jangan biarkan rasa ini menjalar ke seluruh tubuhku dan sampai menguasai hatiku. Jika benar rasa sukaku terhadapnya adalah anugerah dariMu. Pertemukan kami dengan cara yang baik. Jangan sampai kami terjebak dalam cinta yang salah.