Deux

147 30 1
                                    

Lundi, le 13 avril 2020

.
.
.

Hari Senin, pagi-pagi sekali Chenle sudah bangun. Pukul 9 pagi Chenle sudah siap dengan pakaian rapi untuk pergi ke kampusnya. Karena ini hari pertama, Chenle harus mengunjungi bagian sekretariat kampus sebelum mengikuti kelas.

Baru hari pertama, dan Chenle merasa tenaganya sudah terkuras habis karena menuruni anak tangga yang sangat banyak itu. Bahkan kakinya sudah merasa lelah untuk sekedar melangkah 60 meter lagi.

"GILA. Kalo gini tiap hari selama dua minggu, bakal turun berapa kilo?!"

Chenle melanjutkan jalannya sambil mengeluarkan berbagai keluhan dalam bahasa Indonesia. Biarkan saja, tak akan ada yang paham dengan apa yang ia katakan.

.
.
***
.
.

Chenle hanya menghabiskan waktu satu jam di kampus. Ternyata dirinya hanya memiliki jadwal kuliah dan workshop di hari Selasa, Rabu, dan Kamis.

Jadi hari Senin, Jumat, Sabtu, dan Minggu, Chenle benar-benar bebas. Bahkan lebih banyak jumlah hari libur?

Tidak heran.

'Gini lah kalo kampus cuma mau duit. Jauh-jauh dikirim ke kampus sebagus ini di luar negeri, tapi cuma kuliah 3 hari. 2 minggu total 6 hari. Terus ngabisin puluhan juta cuma buat biaya pendaftaran? Belum lagi akomodasi disini!' keluhnya dalam hati.

Chenle bahkan pusing memikirkannya. Kenapa harus ada modul yang mengharuskan mahasiswa belajar di luar negeri? Dan kalau memang harus ada, kenapa hanya dua minggu? Kenapa tidak satu semester saja?

Entah lah. Mungkin hanya Chenle yang memikirkan hal ini. Mungkin teman-temannya yang lain tak peduli, mengingat mereka kuliah di universitas swasta bertaraf internasional dimana mahasiswanya merupakan anak-anak dari keluarga terpandang. Lumayan kan, ini bisa menjadi salah satu cara untuk membantu menghabiskan uang mereka?

"Buang-buang uang doang."

Chenle berhenti di depan sebuah tangga untuk menuju ke stasiun metro yang hanya berjarak 200 meter dari kampusnya.

Berhubung masih pagi, Chenle memutuskan untuk keliling kota Paris. Ada satu tempat yang Chenle ingin kunjungi. Apa ada yang bisa menebak?

Bukan, bukan Menara Eiffel. Museum Louvre? Itu nanti. Sacré-Cœur? Juga nanti. Notre Dame? Ah, bahkan Chenle lupa memasukan gereja katedral yang satu ini ke dalam list.

The Palais Garnier. Yup. Ini yang ingin Chenle kunjungi. Sulit membaca nama tempatnya? Tak apa. Intinya Chenle ingin mengunjungi opera house yang sangat terkenal di Paris itu. Bahkan mungkin tempat itu sudah terkenal di kalangan pecinta opera di seluruh dunia. Memang sebagus itu tempatnya.

Chenle mengecek peta untuk mengetahui arah mana yang harus ia ambil.

"Saint...Germain...des...Près??? Saint-Germain-des-Près. Nama stasiun aja susah banget!" Keluh Chenle yang berusaha mengeja nama stasiun metro tersebut dengan aksen dan pelafalan yang mungkin terdengar aneh.

"Saint-Germain-des-Près. Metro 4. Kalo mau kesana, disana ada stasiun namanya Opéra. Tapi adanya metro 3, 7, sama 8. Mesti ganti metro dong nanti?"

Chenle masih berusaha memahami jalur metro yang harus ia ambil untuk sampai ke The Palais Garnier.

"Oh! Bisa ganti metro 7 nanti di stasiun lain! Terus dari situ tinggal naik sampe stasiun Opéra."

Chenle menuruni anak tangga dengan semangat. Ya, sebagian besar stasiun metro adalah stasiun bawah tanah.

QUATORZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang