Saat Dia Kembali

46 1 0
                                    

Aku baru menyadari bahwa Diwa memang belum benar benar pergi dari kehidupanku. Sejauh apapun aku meninggalkanya dia akan selalu menghantui hari hari dan pikiranku.

" Mely ada tamuuu! " teriak mba Ita dari depan rumah kostan.

" Saya mba! " teriakku lagi.

" Iya! " jawab mba Ita.

Aku buru buru masuk kamar, merapikan baju dan rambut yang acak acakan.

" Tamu siapa ya? " tanyaku dalam hati. Selama ini memang ngga pernah ada orang yang bertamu untuk menemuiku.

" Si Daniel kali ya? Apa dia mau ngembaliin buku yang dipinjemnya tempo hari." pikiranku berkecamuk.

Pelan pelan aku membuka pintu ruang tamu. Sedikit mengintip dari celah pintu yang belum sepenuhnya terbuka. Aku ingin memastikan terlebih dahulu, siapa orang yang ingin menemuiku itu.

" Hufs,,,, " aku kembali menutup pintu. Kutarik nafas dalam dalam.

Sejenak aku berdiri dan mematung dibalik pintu ruang tamu. Kegundahan menerpaku tiba tiba, Antara menemui dan menghindari tamu itu.

" Di-wa" kataku dengan suara pelan.

" Eh Mely" jawabannya singkat.

" Kamu tau dari mana kostan baruku ini? Kamu ngapain nemuin aku? "

Aku memberondong lelaki itu dengan dua pertanyaan sekaligus. Sebenarnya aku ingin mengusir lelaki itu, bagiku Diwa sudah pandai mempermainkan perasaanku dan sekarang dia datang lagi di saat aku sudah mengunci rapat rapat pintu hatiku.

" Ada yang ingin aku sampaikan sama kamu. Kamu tau kan Mel, dari semenjak aku pertama kali melihat dan mengenalmu aku belum mengutarakan isi hatiku yang sebenarnya." Diwa memulai pembicaraan.

" Terus? " jawabku ketus.

Diwa terdiam. Dia tak melanjutkan kalimat berikutnya.tangannya terkepal. Aku yang duduk di depannya sengaja memalingkan wajah darinya.

Hening sejenak. Aku tak mampu berkata kata apapun kepada Diwa. Rasa sakit hatiku dulu begitu sulit untuk kusembuhkan. Luka itu belum sepenuhnya kering.

" Aku tau kamu marah kan sama aku, Mely? Kamu boleh marah sama aku, tapi jangan sampai kamu membenciku. " Diwa berbicara sambil menunduk.

Aku tak tau apa yang akan terjadi selanjutnya antara aku dan Diwa. Lelaki yang tengah duduk di depanku itu sepertinya memang ingin menyampaikan sesuatu yang serius kepadaku.

" Mely!"

Diwa kembali memanggil namaku. Aku masih bersikukuh dengan sikaf angkuhku. Aku tak ingin ceroboh dalam menghadapi dan menilai kebaikan lelaki itu.

" Kalau kedatanganku telah mengganggumu aku pamit ya, Mel. " Diwa mulai bangkit dari tempat duduknya.

Aku masih diam membisu, tatapanku beralih kepada orang yang hampir mau pergi dari hadapanku.

" Apa salah dia sama aku? " aku bertanya pada diriku sendiri.

Sejauh aku mengenal Diwa, lelaki itu memang tak pernah menyatakan perasaan apapun padaku. Diriku sendiri lah yang justru sudah terlalu jauh berharap agar laki laki itu mau menjadi kekasihku. Hingga harapanku tak kunjung jadi kenyataan dan aku malah jatuh cinta dan terluka sendiri.

" Di-wa,,, " aku memanggil nama itu dengan lirih.

Diwa kembali duduk di tempatnya semula.

" Kamu mau ngga nganter aku ke tempat indekost temen-temen kampusku? "

" Ngapain? "

Aah apalagi rencana lelaki itu, aku tak bisa menebaknya.

" Aku ada perlu sama mereka, kalau kamu mau ntar abis maghrib aku jemput kamu di sini. "

" Aku pikir pikir dulu deh" jawabku.

" Aku butuh kepastian kamu sekarang, Mel. " Diwa mulai memelas.

" Good, aku harus pandai mengembalikan harga diriku. Sebagai seorang perempuan yang tak begitu saja dengan mudahnya mau di ajak jalan oleh Diwa. " hatiku berbicara sendiri.

" Kalau begitu, maaf aku ga bisa. " jawabku dengan lantang.

Diwa membalikan tubuhnya, dia benar benar telah membelakangiku. Posturnya yang tinggi itu menghalangi tatapan mataku yang lurus ke depan jalan.

" Ya sudah kalau kamu ga bisa, aku pulang dulu ya. " pamitnya.

Tak sepatah katapun yang aku ucapkan untuk menjawab kata pamit dari Diwa.

Diwa melangkah pergi menjauh dari tempatku berdiri. Aku hanya mampu memandang punggungnya hingga dia menghilang dari pandanganku.

" Hhhh..... " kutarik nafas dalam dalam dan ku hembuskan kembali sekuat tenagaku.

Aku tak lantas pergi dari ruang tamu setelah Diwa pamit padaku. Rasa ga enak hati mulai mengganjal di hatiku. Entah salah atau benar atas sikapku tadi, tapi aku sedikit merasa lega karena aku telah mampu menolak ajakan lelaki yang dulu begitu kuharapkan dia akan berbuat seperti itu padaku.

" Diwa lagi sama pacarnya! " kalimat itu masih terngiang ngiang di telingaku.

Dulu aku mendengar kalimat itu pada saat Diwa mendekatiku, setidaknya itulah yang aku rasakan.

" Kamu jangan jatuh cinta Mely, jatuh itu sakit. Apalagi kalau sampai kamu terluka, terluka karena cinta itu susah sembuhnya. " sisi hatiku terus mengingatkanku bahwa aku jangan terlalu mudah jatuh cinta kepada siapapun.

----------------------

Lanjuut besoook yaa,,,, ngantuk

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SURAT BIRU 2 ( Bahagia Di Atas Luka) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang