Seorang gadis kecil yang lahir di Manado, Sulawesi Utara tahun 1991, dan sampai sekarang tinggal di Manado, sedang asyik memainkan boneka-boneka lucunya. Salah satunya Doraemon. Sebenarnya ia bukan gadis pendiam, namun ia jarang bergaul dengan teman sebayanya. Entah apa alasannya. Ia sendiri pun tak mengerti.
Orang tuanya tidak lahir dan tumbuh di kota Tinutuan. Ibu dan Ayahnya bertemu di Yogyakarta. Ayahnya asli wong Jogja, sementara ibunya berasal dari Bandung yang sedang menimba ilmu di Universitas Gadjah Mada. Bertemulah orang tuanya di Yogyakarta. Setelah menikah, ayahnya dipindahtugaskan ke ibu kota Sulawesi Utara. Di kota itulah ibunya mengandung, dan akhirnya lahirlah ia di tahun 1992.
Dalam berbicara, ia hanya bisa bahasa Indonesia. Tak bisa bahasa Manado prokem yang mempunyai ciri khas membalikkan kata. Seperti sibah, sob, ngayas, dan utas. Juga tidak bisa berbahasa Jawa atau pun Sunda. Mungkin karena jarang bergaul dengan lingkungan sekitar membuatnya tidak bisa berbahasa tanah kelahirannya meski sebagian besar kata-kata dalam bahasa Manado sama seperti kata-kata dalam bahasa Indonesia. Dengan bahasa Indonesialah ia berkomunikasi dengan orang tuanya.
Tahun depan ayahnya akan dipindahtugaskan kembali. Kali ini ke Bandung. Tepatnya ke kampung halaman ibunya. Sungguh kebetulan yang membuat ayah dan ibunya bahagia. Sementara gadis kecil itu belum mengerti apa-apa.
Yang pasti ia akan membawa boneka Doraemonnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TAMAT] Hujan Dua Arah: The Rain Goes Two
RomanceCerita tentang insan-insan yang berasal dari tempat yang berbeda kemudian bertemu di satu tempat. Berkenalan, menjadi sahabat, menguntai cerita, menyamankan masing-masing, hingga mengambil pelajaran dari pengalaman yang telah diuntai. Adit, seseoran...