One (1)

425 42 33
                                    

Deru suara mobil yang membelah jalanan kota pada fajar yang sepi itu membuat Soobin mengantuk.

Soobin melihat jam pada handphonenya yang menunjukkan pukul 02.30 pagi. Masih ada waktu 30 menit lagi untuknya sampai di tempat tujuan.

Dia tidak terlambat. Sungguh. Namun notifikasi handphonenya terus saja berbunyi sedari tadi. Tentu saja itu spam dari Leana. Yang tidak lain adalah atasannya sendiri.

Tak hanya spam chat saja yang masuk, wanita itu juga terus menyerang ponselnya dengan misscall sebanyak hampir 70x dalam kurun waktu 1 jam. Yatuhan, Soobin tak seharusnya bersikap acuh seperti ini mengabaikan atasannya. Tapi Leana ini memang tidak tau tau diri sekali.

Dia yang menyalahi aturan perjanjian. Dimana seharusnya Soobin datang jam 5 pagi, tapi dengan mendadak ia malah merubah jadwal temu secara sepihak. Dia menelephone Soobin hingga handphonenya berbunyi beruntun seperti alarm pada jam dua pagi. Dan menyuruhnya untuk cepat datang dengan naik taksi ke cafe sebelum jam 03.00 pagi.

Bahkan, ketika Ia bangun dan mengecek jendela kamarnya. Benar saja sudah terdapat mobil yang stay disana.

Dan sebenarnya, Soobin sedang kesal dengan Leana hari ini. Bayangkan saja, kemarin pagi dia memaksa Soobin untuk 'Harus menerima adiknya tinggal serumah dengannya.' Soobin tentu shyok. Dan dia berkata "Bagaimana bisa noona? aku ini bekerja untukmu. Rasanya bukan suatu keputusan yang tepat bila Noona menitipkan adikmu padaku. Rumahku kecil, dan aku tidak punya apa-apa." Tolak Soobin dengan halus. Berharap alasannya yang satu ini mampu membuag Leana mengurungkan permintaannya.

Namun, Leana malah tersenyum. Ia gapai pundak anak itu untuk meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. "Hei-hei. Kau tidak perlu khawatir okey? Dia tidak butuh tempat mewah atau apapun itu. Aku memilihmu karena kau adalah mahasiswa universitas A. Dan sebentar lagi, adikku akan masuk ke universitas yang sama denganmu. Aku ingin kau membimbingnya. Dan juga, kau tak perlu khawatir akan masalah biaya. Kami sudah menyiapkan uang khusus untukmu. Dan kami juga akan memberikan uang jajan untuk adikku sendiri."

Soobin tak dapat menyangkal untuk berkata tidak ketika wanita itu lekat menatapnya tepat dimata. Mungkin, ekspresi itu tidaklah menyeramkan. Hanya saja, wibawa yang dibawa oleh perempuan itu kuat sekali. Seakan memaksa seseorang untuk menurut kedalam perintahnya. Dan seakan, semua ucapannya adalah sesuatu yang mutlak.

"Selama ini, kau adalah orang yang paling bisa kuandalkan Soobin-ah."

Ah. Bukan ini yang Soobin yang inginkan. Tapi tak ada jalan untuk kabur.

Dan rupanya, Soobin memang tidak bisa mengelak. Soobin rasa, bukan hanya fakta bahwa ia adalah karyawan yang paling bisa diandalkan disini hingga akhirnya ia harus menerima tugas tersebut. Untuk yang kesekian kalinya, Soobin menyesal dengan kepribadiannya yang terlalu lemah dan penurut.

Dan semua orang yang bekerja di cafe ini juga tahu betul bahwa Soobin anaknya memang tidak bisa berkata 'tidak' kepada siapapun. Soobin rasa, ini adalah alasan yang sebenarnya kenapa Lea memilih dirinya.

"Kau tau, adikku sudah dalam perjalanan menuju kemari dari Amerika." Kata wanita berdarah campuran itu, lagi.

Soobin mengangguk.

"Ah. Atau haruskah aku memberikan fotonya padamu? barangkali kau lupa wajahnya seperti apa."

Soobin menggeleng cepat. "Ti-tidak usah Noona. Tidak. Aku masih ingat."

Tentu. Soobin jelas masih ingat. Siapa yang akan lupa dengan wajah seorang anak yang telah meremas bokongnya dengan sengaja waktu berpapasan di kamar mandi saat pesta yang digelar besar-besaran 2 tahun yang lalu.

"Baiklah. Kita bisa menjemputnya besok, di bandara jam enam pagi oke?"

Soobin terkesiap. "Ba-Baikk."

Something worthwhile - NINGSOOB / YEONBIN / KAIBINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang