Amira menutup buku yang sedari tadi ia baca ketika lonceng pintu toko berbunyi, seorang pria dengan pakaian rapi berdiri di tengah pintu, dilepasnya kacamata yang sedari tadi bertengger di pangkal hidungnya. Langkahnya pelan, suara ketukan sepatu pantofel yang bergesek dengan lantai kayu cafe terdengar berirama dengan alunan lagu yang terputar dengan nada rendah.
Amira menyunggingkan senyum manis miliknya, menyapa pengunjung yang Amira tebak dia pertama kali memasuki cafe miliknya.
"Selamat sore" sapa Amira ramah.
Pemuda berwajah dingin itu hanya mengangguk dan menyunggingkan senyum tipis. Netranya meneliti wajah cantik Amira, lalu berkalih pada deretan menu yang tersedia di dinding atas.
"Americano satu"
"Dine in atau take away?"
"Dine in"
"Baik, total tiga puluh ribu"
Pemuda itu memberikan selembar uang rupiah berwarna biru tua. Amira menerima uang itu lalu memberikan kembalian serta struk pembayaran pada pemuda bersurai hitam abu - abu itu.
"Silahkan duduk sembari menunggu kopinya"
Pemuda itu tak menjawab, hanya melenggang pergi dan memilih tempat duduk di pinggir kaca.
Mata Obsidian pemuda itu bergulir, memeriksa setiap inci sudut cafe lalu berhenti ketika bertubrukkan dengan kaca. Pemuda itu menatap kaca-oh ralat, ia menatap intens bayangan Amira yang sedang meracik kopi dari kaca. Lelaki bersurai hitam abu - abu itu menyunggingkan senyum, bayangan Amira yang sedang sibuk meracik kopi bukanlah hal yang membosankan baginya.
Pemuda itu sedikit terkesiap kaget ketika Amira datang dan memberikan kopi pesanannya.
"Selamat menikmati" ucap Amira ramah.
Pemuda itu hanya mengangguk, kembali memasang ekspresi dingin seperti pertama kali ia memasuki cafe tadi.
Amira kembali ke tempat duduknya, menatap bingung ke arah pemuda yang hanya melamun sembari menatap jam tangannya yang ia putar - putar di meja kayu cafe. Cafe sedang sepi saat ini, hanya pemuda itu satu - satunya pengunjung yang datang. Amira pikir pemuda itu sedang membutuhkan sepi, jadi Amira memilih mematikan musik yang sedari tadi memenuhi ruang kecil itu.
"Kenapa dimatikan?"
Karena sunyinya cafe, suara pelan pemuda itu terdengar di telinga Amira.
"A-ah, maaf. Saya pikir anda butuh sunyi. Jadi saya matikan agar anda tidak terganggu"
Pemuda itu menyunggingkan senyum tipisnya lalu menoleh, mata obsidiannya bertubrukkan dengan mata Amira. Mata obsidian dengan tatapan dalam, tapi terlihat menyembunyikan sesuatu yang kelam, segelap warna bola matanya.
"Nyalakan saja"
Amira kembali menyalakan musiknya, membiarkan musik itu sebagai pengiring sunyi yang dengan bebas menguasai cafe sore ini.
Pemuda itu menghabiskan setengah kopi miliknya lalu melenggang pergi keluar cafe.
Amira hanya mengernyit bingung, memikirkan tentang pemuda itu yang terlihat sangat diam. Biasanya, Amira tidak pernah memikirkan pengunjungnya, gadis itu hanya akan memberikan kopi pesanan mereka, lalu sibuk dengan bukunya. Namun, pemuda itu terlihat berbeda. Begitu misterius, sampai Amira ingin mengenal lebih dalam pria itu. Menemukan celah, agar tahu apa yang membuat pria itu terlihat begitu sunyi.
Pemuda bersurai abu - abu kelam itu, mampu menarik atensi Amira.
************
Hello!!Terima kasih sudah mampir membaca
Jangan lupa vote dan komentar.
Tio Rajendra Irawan
Salam manis,
Maydina K
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepanjang Lintasan Galaksi
Teen FictionSirkuit adalah bagian hidup seorang Galaksi Bimasakti. Namun, Seorang Nada Cahya Amira adalah penopang hidupnya. "Sirkuit memang penting, tapi kamu jauh lebih penting" _____________ Cast : Lucas Wayv, SuperM, NCT