2

98 16 2
                                    

Orang bilang semua pekerjaan memiliki resiko. Entah semudah apapun pekerjaanmu, kau tetap memiliki resiko atas pekerjaan itu. Dan Bima tahu dengan sangat bahwa pekerjaannya memiliki resiko yang sangat berbahaya. Menjadi seorang pembalap bukanlah hal yang mudah, butuh ratusan kali ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa mengendarai kuda besi sambil berkeliling sirkuit tak semenakutkan yang orang - orang ceritakan, butuh ribuan kali untuk meyakinkan keluarga dan kekasihnya bahwa ia tak akan tergeletak di pinggir sirkuit dengan tertutup selembar kain putih. Namun, beberapa bulan yang lalu semua keyakinannya runtuh setelah ia berguling gantang di aspal sirkuit dan mengalami cidera bahu.

Keluarganya marah? Tentu.

Amiranya menangis? Sangat jelas.

Semua orang yang ia masukkan ke dalam daftar orang terpentingnya berbondong - bondong membujuknya untuk berhenti, menyuruhnya melupakan ambisi juara dunia, dan kembali ke kehidupan yang normal. Pada awalnya ia mulai ragu, bukan ragu karena ia takut mati, tapi ragu ia tetap bisa menjadi juara setelah mengalami cidera. Namun, lagi - lagi ambisinya selalu berada di urutan nomor satu.

"Bim, lo nggak pulang?"

Bima yang tengah membaringkan diri di bangku tribun pun memandang ke atas—ke arah Dery yang baru saja datang.

"Bentar lagi"

"Lo mau latihan lagi? Sirkuit malem - malem bahaya, loh"

Bima terkekeh kecil.

"Kalau bahaya ngapain MotoGP Qatar digelar malem - malem?"

"Beda sirkuit anjing!" Kesal Dery sambil melempar botol mineral yang sedari tadi ia pegang.

"Parah lo, wajah paripurna gue-"

"Lo dapet duit dari seberapa gesit dan cepat laju motor lo, bukan seberapa ganteng muka lo" potong Dery sebelum ia mendengar bualan - bualan penuh kesombongan yang biasa dikatakan Bima.

"Seenggaknya bisa buat gaet fans"

Dery berdecih kala mendengar ucapan pemuda bongsor itu.

"Gue cuma lagi bayangin Amira duduk di sini. Sejak awal gue pacaran, dia nggak pernah dateng ataupun nonton acara MotoGP. Dia tau gue menang ya karena gue kabarin atau lihat trending. Sampai gue mikir, sebenernya Amira dukung gue nggak sih?"

Dery berdecak, ia tak pernah mengerti dengan prahara hubungan temannya ini. Ini sudah tahun ke tujuh mereka, tetapi keraguan masih terus mampir di hati Bima.

"Ck, pikiran lo doang kali. Dukung nggak harus dengan lihat lo balapan tiap waktu. Dengan dia masih mau sama lo biarpun selalu lo tinggal, bahkan udah hampir tujuh tahun, itu udah bisa dianggap dukungan"

"Tapi Der, ini udah tahun ke tujuh, loh. Apa gue putusin aja, ya?"

Dery terkejut bukan main. Pasalnya, Bima dan Amira sudah berjalan selama itu, tapi tanpa ragu Bima menyatakan ingin putus.

"Kayaknya lo bukan ragu ke Amira, tapi lo cuma lagi cari - cari alasan untuk putus sama dia"

Bima bergeming. Kalimat Dery bagai tombak yang berusaha ia tangkis agar tak mengenai hatinya. Susah payah ia membuat narasi di kepalanya bahwa ia hanya sedang meragu, bukan berniat untuk putus. Namun, semakin ia sangkal, kepalanya semakin memunculkan pembenaran.

Apa benar ia hanya sedang mencari - cari alasan?

"Lo cuma bosan, faktor jarang ketemu sama Amira bikin lo merasa seakan nggak ada bedanya dengan ada atau nggak adanya dia. Nanti kalau lo putus beneran, lo bakal ngerasain bedanya"

*************
Amira terkejut ketika pintu kafe dibuka secara tidak sabaran. Seorang lelaki dengan wajah rupawan tetapi menggemaskan itu masuk ke kafe dengan langkah yang terdengar tak biasa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sepanjang Lintasan GalaksiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang