BAGIAN 8

343 20 0
                                    

Pendekar Rajawali Sakti, si Kipas Maut, Ki Tambak Gering, dan beberapa murid Padepokan Gagak Lumayung langsung melihat ke sekeliling tempat itu. Memang, tempat itu telah dipenuhi orang yang membawa obor. Tapi, mereka tenang-tenang saja tanpa menunjukkan kekhawatiran.
"Kaukah yang menyebut diri sebagai Dewa Racun Hitam?" tanya Rangga sambil menatap tajam pada orang yang tadi tertawa terbahak-bahak.
Jarak antara mereka cukup jauh juga. Dan di malam yang gelap begini, sulit bagi mereka untuk saling mengenal muka satu sama lain. Tapi bagi mereka yang memiliki tenaga batin kuat, tak menjadi halangan untuk bisa melihat muka lawannya meski dalam gelap sekalipun.
"Tak ada duanya Dewa Racun Hitam di jagat ini. Akulah orangnya!"
"Dewa Racun Hitam! Hentikanlah perbuatanmu yang terkutuk ini. Dan, jangan lagi menumpahkan darah! Banyak sudah orang-orang tak berdosa yang menjadi korban kekejamanmu!"
"Ha ha ha...! Bocah! Sungguh lancang bicaramu dalam keadaan terjepit begini. Apakah tak kau sadar kalau maut sedang menunggu di ambang pintu?! Sebaiknya pikirkan saja keselamatan kalian sebelum memikirkan keselamatan orang lain!"
"Dewa Racun Hitam! Agaknya kau terlalu mendewakan diri sendiri. Bahkan berani menentukan kematian seseorang. Sungguh gegabah sekali, kau!"
"Kenapa tidak? Justru kutegaskan sekali lagi, hidup mati kalian berada di tanganku! Nah, pilihlah jalanmu. Menyerah, atau mati sekarang juga!"
"Sayang sekali, kedua pilihanmu itu sama sekali tak menarik!" sahut Rangga enteng.
"Hm.... Kalau demikian, kalian memang mesti mampus saat ini juga!" dengus orang itu.
"Hiyaaa...!"
Dewa Racun Hitam memberi aba-aba. Maka saat itu juga melesat beberapa batang panah ke arah Pendekar Rajawali Sakti dan kawan-kawannya. Beberapa batang anak panah malah memiliki nyala api pada ujungnya. Agaknya hal itu memang disengaja, agar disekelilingnya terang benderang. Dengan demikian mereka akan mudah melihat sasaran. Tapi baru sekali melepaskan anak panah, mendadak terdengar pekik kesakitan beberapa orang anak buah Dewa Racun Hitam.
"Aaa...!"
"Awas, serangan gelap!" teriak seseorang memberi isyarat.
"Kurang ajar! Siapa yang berani berbuat begini terhadapku?!" maki Dewa Racun Hitam garang.
"Ha ha ha...! Dewa Racun Hitam dungu! Kata siapa kau telah mengepung Pendekar Rajawali Sakti dan kawan-kawannya? Kalianlah yang sebenarnya telah terkepung. Menyerahlah, atau seluruh anak buahmu akan mampus tanpa bisa membalas!" teriak sebuah suara di antara kegelapan malam. Memang, itu adalah suara dari salah satu pendekar yang mengepung tempat ini.
"Cuihhh! Keparat! Kalian pikir mampu mengalahkanku?! Yeaaa...!"
Serrr! Serrr!
Dengan perasaan gusar bercampur geram, Dewa Racun Hitam yang memiliki penglihatan jeli melempar beberapa benda ke satu arah di rimbunan pohon yang gelap.
"Aaa...!" Beberapa saat kemudian, terdengar jerit kesakitan yang melengking nyaring.
"Sudah saatnya kita menggempur mereka, Ki! Seraaang...!" teriak Rangga memberi aba-aba.
Mereka segera berpencar, dan bergerak perlahan-lahan mendekati lawan-lawannya.
"Hancurkan mereka!" Dewa Racun Hitam memberi perintah.
Maka bagai tanggul jebol, anak buahnya langsung menyerbu menyambut Pendekar Rajawali Sakti dan kawan-kawannya. Memang, anak buah Dewa Racun Hitam bukanlah orang-orang sembarangan. Mereka terdiri dari tokoh persilatan golongan hitam terkenal, serta ketua perguruan silat yang memiliki kepandaian tak rendah. Orang-orang yang telah ditaklukan Dewa Racun Hitam itu memang betul-betul membuktikan pengabdiannya!
Namun ketika Rangga telah berteriak memberi aba-aba, maka dari cabang-cabang pohon di sekitar tempat itu melesat beberapa pendekar yang terus menyerang anak buah Dewa Racun Hitam dengan semangat menyala-nyala. Pertarungan memang tak dapat dihindari lagi. Meski berjumlah tak seimbang, karena anak buah Dewa Racun Hitam memiliki jumlah hampir dua kali lipat, namun tak mengurangi semangat para pendekar.
Terlebih-lebih ketika mereka melihat Pendekar Rajawali Sakti betul-betul mengamuk seperti benteng ketaton. Meskipun hanya menggenggam sebatang pedang biasa yang dipinjam dari seorang murid Ki Tambak Gering, namun ditangannya senjata itu mampu menjatuhkan nyawa lawan lawannya. Beberapa orang tewas seketika di ujung pedangnya. Dan yang lain langsung menyusul beberapa saat kemudian. Tentu saja hal itu membuat semangat para pendekar semakin menyala nyala.
Dewa Racun Hitam agaknya begitu yakin kalau anak buahnya mampu membereskan lawan-lawannya. Tapi mau tak mau, akhirnya dia dibuat kaget sendiri melihat sepak tenang mereka. Apalagi ketika menyadari kalau Pendekar Rajawali Sakti benar-benar tak bisa dikasih hati. Memang, di tangannyalah anak buahnya banyak yang tewas. Dan kalau terus dibiarkan, bisa jadi seluruh anak buahnya akan tewas. Berpikir begitu, dia langsung menggenjot tubuh sambil membentak nyaring.
"Pendekar Rajawali Sakti, akulah lawanmu! Yeaaa...!" Dewa Racun Hitam cepat melakukan serangan dengan melepaskan benda-benda berbahaya ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Serrr! Serrr...!
"Hup!"
Wuss!
Mendengar bentakan nyaring itu, Rangga langsung melompat sambil membuat gerakan berputar di atas. Dan pedangnya cepat diayunkan dengan tenaga penuh. Beberapa ekor hewan-hewan berbisa yang dilontarkan Dewa Racun Hitam kontan musnah dihantam pedangnya.
"Dewa Racun Hitam! Bagus kau mau memberi pelajaran padaku. Hanya sayang kenapa baru sekarang?!"
"Huh! Tadi atau sekarang, buatku sama saja. Kau telah menguras habis kesabaranku! Dan untuk itu, kau patut mampus!" geram Dewa Racun Hitam sambil memutar tongkat menyerang lawan dengan gencar.

106. Pendekar Rajawali Sakti : Dewa Racun HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang