10 Days With You | 6
Day seven
"HARI KETUJUH! Kita jalan-jalan lagi! Tapi jangan lupa isi buku rekapan, ntar ditampol pengampu jurusan! Eettt iya iya-" Kamera Amanda oleng akibat Pemandu Jurusan menampol kepala Amanda sungguhan.
Setelah kejadian kemarin, kami batal pergi jalan-jalan. Masih ada beberapa hal yang harus dikerjakan, mencari dokter dan cara antisipasi hal seperti ini jika sewaktu waktu terjadi mendadak. Tidak ada waktu untuk bercerita kenapa gue bisa membantu proses persalinan. Gue juga nggak melihat batang hidung dokter lelaki yang nyasar ke Antropologi.
Nada tersenyum tak henti-henti mengingat gue berdiri di ruang bersalin memakai penutup hidung dan sarung tangan. Ia bolak-balik memuji kalau aku sosok pahlawan. Rangga sosok pahlawan, untuk kali ini.
Day eight
"Evaluasi! Games! Challenge! Gue bakal kalahin IPK lo pada!" Amanda berteriak melihat jadwal hari ke-delapan kuliah lapangan.
Semua bersorak ria. Nada mengajak gue untuk berfoto demi mengabadikan pengalaman terfantastis selama hidup di kuliah. Lagi-lagi, gue belum punya alasan kenapa gue masih mencari Rangga sepanjang hari.
Day nine.
"AAAAH, UDAH MAU SELESAI!" Amanda merengek di depan kamera. Gue tertunduk malu. Gue yang awalnya ogah banget buat ikut kuliah lapangan, ternyata menjadi orang pertama yang paling sedih buat berpisah dari Pulau Belitung. Gue menangis saat melihat wajah masyarakat Belitung merapat untuk difoto. Perpisahan hal yang pasti, ini hal yang menyakitkan. Meskipun nggak ada hal-hal keren yang terjadi, rasanya sudah cukup puas dengan semua ini. Gue merasakan apa arti hidup bagi sebagian orang. Perasaan bahagia apa yang gue rasakan tiap melihat tawa anak-anak pecah bermain bola di lapangan?
Day ten.
Hari terakhir gue dan teman-teman berada di Pulau Belitung. Tangis kami berpadu memeluk satu per satu masyarakat Belitung yang pelukannya sehangat seribu lilin. Dan baru setelah 3 hari gue melihat Rangga membantu barang bawaan orang-orang. Sudah mirip pelayan yang di kereta.
Gue menghampiri Rangga yang mengusap keringat di pelipis dengan lengan kanannya. Memandang laut dan menikmati angin. Tebak, apa yang ia katakan ketika gue berdiri di sebelahnya.
"Gue minta maaf." Ucap Rangga tanpa menoleh ke arah gue. " Mungkin lo nggak bakal maafin gue karena perilaku gue di SMA. Gue minta maaf."
"Ya, awalnya gue pengin balas dendam sama lo, tapi.." gue berhenti.
"Kata guru Fisika gue dulu ketika ketemu rumus itu mulu, mending bosen daripada lupa."
"Lo udah beda sih dari yang dulu, rasanya gue masih pengen marah, tapi-"
"Sulit kalau mau nggak marah, marah aja Na biar lega. Gue mau berubah aja, coba pikir, nggak ada manfaatnya terus-terusan berbuat ga jelas. Ada beberapa hal yang buat gue berubah juga." Gue cuma bisa diam.
"Nah, gue minta maaf, dan ayo jadi sahabat!" Ia tersenyum simpul.
Mungkin itu kalimat terakhir sebelum gue nggak ketemu dia sampai setelah kelar revisi. Dan karena dia, gue belajar buat berubah jadi dewasa. Eh bukan, dia mau bilang sesuatu lagi.
"Na, asal lo inget aja." Alis gue berpaut bingung. "Inget apa, Ga?"
"Happy Birthday, Nana Banana!"
Nana Banana, panggilan masa kecil gue.
***
A/n
Yo! Selesaiii! Thx for reading guys, semoga terhibur dan bisa ambil pelajaran dari cerita aku. Yang baik diambil yang jelek dibuang, oke?
Salam Kangen,
El Nath
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Days With You
Short StoryCeritaku ketika mulai berubah menjadi cewek sungguhan hanya karena musuhku selangkah lebih maju. Tentang perubahanku, yang dulunya merengek minta hotspot, sekarang menjadi tukang pembagi tethering. Ini semua indah! Ditulis untuk mengikuti kontes yan...