~ At Taman KotaSaat ini Taeyong sedang duduk dibangku yang berada di taman kota, Taeyong sedang menikmati udara pagi hari yang menurutnya sangat menyejukkan.
"Udara pagi hari memang menyejukkan." gumamku.
Setelah dirasa cukup akhirnya Taeyong bangkit dari duduknya sambil meraba-raba sekitar, bermaksud mencari pegangan untuk membantunya berdiri sebelum ia keluarkan tongkat kesayangan yang sudah membantu hari-harinya.
Taeyong berjalan pelan dan penuh kehati-hatian. Setidaknya meskipun buta ia tidak harus mencelakai diri sendiri karena kekurangannya. Dunia yang gelap adalah teman Taeyong, tidak ada hal lain yang mampu ia lihat kecuali gelap. Bahkan Taeyong belum pernah melihat wajah Ayah atau Ibunya, Taeyong hanya tau bahwa ibunya cantik dan ayahnya tampan tapi itu pun karena ia diberi tau oleh sepupunya.
Taeyong tidak ingin memaksakan, ia tidak ingin menuntut lebih kepada ayah ataupun ibunya. Walaupun keluarganya sangat kaya dan bisa mencari donor mata untuknya. Akan tetapi Taeyong hanya ingin menjadi pribadi yang mandiri, tidak menyusahkan orang lain meskipun ia kerap kali menyusahkan. Namun semua itu bukankah karena keadaan, keadaan dimana yang memaksanya menjadi menyusahkan orang lain.
Taeyong sama sekali tidak pernah menginginkan semua ini terjadi, ia juga ingin menjadi seseorang yang sempurna tanpa kekurangan. Namun apa daya? Ia bukan Tuhan, bukan pula malaikat yang hidup didalam kesempurnaan.
Taeyong cukup sadar diri, ia masih dapat bernafas hingga hari ini saja sudah lebih dari cukup. Taeyong hanya ingin hidup sebagai seseorang yang selalu ingat akan Tuhan dan bersyukur pada apa yang telah diberikan Tuhan padanya.
Ia tidak ingin hidup sebagai seorang yang mudah putus asa, sebab Taeyong tau jika diluar sana masih banyak orang yang bahkan tidak lebih beruntung darinya.
Taeyong hanya ingin belajar tentang sebuah arti kehidupan, bahwa tidak semua orang memiliki kesedihan yang sama. Ujian dan cobaan, Tuhan memberikannya sebagai bentuk dari kasih sayang kepada umat-Nya.
Tuhan tak ingin umat-Nya tersesat karena kebahagiaan yang fana, pun sama halnya dengan kesedihan yang tidak selamanya akan dirasakan.
Bruk...
Taeyong merasa tubuhnya baru saja menabrak sesuatu, tidak terlalu keras namun cukup untuk membuatnya terhuyung. Seperti yang diketahui, Taeyong tak dapat melihat sehingga dorongan sekecil apapun mampu membuatnya terjatuh.
Taeyong meringis, bukan karena sakit namun karena ia merasa jika yang ia tabrak adalah manusia, jadi tidak menutup kemungkinan orang itu akan memarahinya nanti.
"Hey! Apa-apaan? Kenapa kamu menabrakku? Apa kamu tidak lihat?" benar sekali dugaannya, ia pasti akan dimarahi karena kecerobohannya.
Taeyong menunduk, tak berani mendongak untuk menatap lawan bicaranya. Lagipula ia tidak mengetahui dimana sosok itu berdiri, biarkan saja orang itu nantinya semakin marah. Taeyong hanya tidak mau ia malu, karena jika ia membalas perkataan si lawan bicara dengan melihat arah yang salah maka ia akan dipermalukan seperti yang sudah-sudah. Meskipun sudah terbiasa, tetap saja ia merasa sakit tiap kali ada yang menghinanya.
Karena meskipun Taeyong buta tapi perasaan dan emosinya tidak mati. Ia tetap akan merasa sakit jika mendengar hinaan dari orang-orang, dan akan merasa marah jika ada yang mengatakan hal-hal yang tidak enak didengar, Taeyong sudah cukup lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
General Fiction~Semua orang tau jika tidak semua hal harus diumbar, ini hanya soal keadaan. Bagaimanapun juga sejak awal ia sudah dipaksa untuk menerima keadaan.~ #Rate M #Gay