The Hole

106 4 0
                                    

Keputusanku untuk masuk perkuliahan jurusan Teknik Geologi sudah bulat semenjak aku masih duduk di kelas tiga SMA. Tanpa orang tahu kecintaanku pada alam seperti sudah mendarah daging di tubuhku. Orang tuaku juga mendukungku. Jadi aku masuk ke salah satu perguruan tinggi di Surabaya. Sekitar kurang lebih empat bulan aku menjadi mahasiswa, kini tugas lain menungguku. Apa lagi kalau bukan kuliah lapangan.

Semuanya tampak biasa bagiku, lagi pula aku mencintai kegiatan ini. Namun masalahnya adalah orang yang juga ikut mengikuti kegiatan ini. Rivalku semenjak SMA. Namanya Bobby, laki-laki kurus yang tingginya sama denganku itu punya sikap yang sedikit emosional. Berbanding terbalik denganku, Bobby itu dari dulu selalu saja menantangku untuk segala hal. Masuk ke sekolah, ke kantin, makan bahkan soal wanita. Bagi seorang laki-laki sepertiku. Itu cukup menyebalkan.

"Lo masih terus mau ngikutin gue?" tanyaku tidak suka. Aku sedang menyusuri sungai dangkal di salah satu desa di Jawa Tengah. Jalanan sungai yang sebagian besar berisi batu serta kerikil yang licin itu sedikit menghambat perjalananku untuk pergi ke ujung sungai. Dan Bobby si rivalku itu masih mengikutiku dan mengganguku.

Bobby rivalku itu jalan di sampingku. Kedua sepatu ku dan dia basah, tapi itu tidak menghalangi Bobby untuk tetap berbicara. "Pertarungan kita masih tetep berjalan, Aldo! Gue bakalan kalahin lo dalam apapun!"

Dan bicara soal pertarungan. Aku dan Bobby selalu melakukan pertarungan atau lomba atau apapun yang kalian pikirkan itu. Aku dan dia sudah melakukan ini semenjak SMA dan dia yang memulai. Awalnya aku tidak mengubrisnya habis terlihat seperti anak kecil. Tapi semakin hari semakin menyebalkan, Bobby mengusikku untuk mengikuti apa maunya. Bukan hanya di kelas bahkan saat di kamar mandi pun dia memaksaku untuk mengikuti pertarungan yang dia buat. Tapi yang membuatku selalu tidak mau mengikuti apa yang dia lombakan adalah dia selalu mengunakan lomba-lomba aneh. Aku memang mengangapnya aneh, tapi yang lebih aneh lagi aku selalu memang di setiap lomba yang dia buat.

"Jangan gangu gue! Mendingan lo ke tempat lain. Gue bisa di tempat ini sendiri." usirku padanya. Tapi tentu saja dia bukan Bobby jika dia masih di depan mataku.

"Nggak! Gue nggak bakalan biarin lo bersinar lagi kaya di SMA! Udah cukup lo jadi pangerannya di sana. Sekarang waktunya gue ambil alih." ucap Bobby begitu saja tanpa pikir panjang.

Aku berdecak. Kesal sendiri. "Silahkan! Itu kalau lo bisa! Selama ini lo kalah terus dari gue, kan?" kataku mengejek. "Mau gue absen?"

"Kali ini gue bakalan kalahin lo!" ucapnya yakin. Bobby mempercepat langkahnya di aliran sungai yang cukup sulit itu. Melewatiku begitu saja. Melihat Bobby yang berniat menyusuri sungai seorang diri, aku jadi tertantang. Aku tidak mau membiarkannya mendapatkan nilai bagus di tugas ini. Atau dalam hal apapun. Dia itu benar benar menyebalkan.

Aku mencoba membalapnya, berusaha keras melawan batu-batu yang berusaha membuatku hilang keseimbangan. Tapi itu tidak bisa menghentikan ku. Bagaimanapun aku harus menghentikan Bobby untuk pergi ke daerah yang harusnya aku teliti. Dia memang selalu seperti itu. Mengambil semuanya dariku lalu menjadikannya sebuah taruhan. Entah setan apa yang merasuki tubuhnya, semenjak dia bergaul dengan Faras dan Yunus saat di SMA dia jadi suka sekali melakukan taruhan. Dan sebagian besar hobbynya itu di lakukan padaku. Jadi tidak menutup kemungkinan kalau aku tidak kesal padanya. Aku benar benar benci padanya. Titik.

"Bobby! Tunggu! Lo jangan ambil daerah gue! Daerah lo di sebelah sana. Kan udah di bagi bagi!" Teriakku padanya. Dan hal yang lebih menyebalkan dari kehadiran Bobby yang menganguku. Dia juga satu kelompok denganku. "Kalau lo trus begini. Kelompok kita nggak bakalan selesai!"

"Terserah gue! Gue yang bakalan teliti daerah lo sama daerah gue! Gue nggak bakalan biarin lo dapet nilai bagus!"

"Bobby!!!"

HUJAN... MENGAPA LARI? ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang