Misteri dan Si Logika

41 6 4
                                    

"Assalamu'alaikum, kita pulang" Aku dan Zahra membuka pintu. Terlihat tak ada siapapun di Gubuk tua ini.

"Pada kemana ya, Ra?" Tanyaku dengan heran kepada Zahra yang sedang membuka sepatu.

"Aku engga tau, Kak. Kan Aku sama kaka dari pulang sekolah" Jawabnya dengan singkat.

Hoalah, Benar juga. Wkwk

"Oh iya dek, Aku lupa. Maaf" Sambil tepok jidat.

"Hmm iya, kurang fokus tuh. Sambil ngopi napa" Katanya sambil ketawa kecil dengan menutupi mulutnya yang sedang tertawa.

"Iya deh," Dengan mensetujui saran dari Zahra. Biar cepat selesai.

Aku dan Zahra berada di Gubuk sedang bersih-bersih dari pulang sekolah. Tiba-tiba dari kejauhan Para warga berkerumun dengan rasa penasaran, saling bertanya-tanya dengan heran dan penuh bingung.

Ada apa ini? Pikirnya.

Zahra berlari melihat ke jendela menengok dan melihat apa yang terjadi di luar. Aku langsung melihatnya.

"Hey, buruan di bereskan bajunya dek!" Kataku sambil memegang piring dengan sebuah lap. Setelah mencuci piring.

"Kak?, Ada apa sih di luar?. Apa karena ada orang-orang Asing itu masuk ke kampung kita? Betapa ramai sekali, seperti ada sebuah keajaiban di kampung kita. Padahal di kampung kita sangat terpencil dan infrastruktur nya sangat berantakan" Jawabnya dengan rasa penuh tahu dan detail dengan penjelasannya. Wajahnya penuh bertanya-tanya, tangannya yang menompang dagunya.

"Entah lah, Dek. Mungkin itu dari Aparat Pemerintah untuk menjalani tugasnya". Kataku sambil menatap Zahra.

" Masa sih kak?, Aku takut di Kampung kita terjadi yang tidak-tidak. Akibat pengelolaan Sumber Daya Alam yang tidak benar dan tidak terjaga. Karena masyarakat kampung di sini kurang akan pendidikan. Apalagi kita punya Gua Karst di Hutan tropis dalam sana." Jawabnya beranjak dari tempat duduk Lesehan.

"Ussstt. Jangan prasangka buruk seperti itu. Semoga saja tidak. Ayuk cepat makan" Sela ku untuk tak membahas hal yang buruk itu, sambil memegang pundak Zahra.

"Dek, Apapun yang terjadi di Kampung kita. Kita harus terus memiliki prasangka baik ya terhadap orang lain." Lanjutku, mengelus Hijab yang di pakai Zahra.

"Hmmm, iya kak"

Aku meninggalkan Zahra, dan masuk dalam kamar. Aku jadi terpikir dari kata-kata Zahra setelah Dia mengatakan hal itu. Karena sudah lama sekali masyarakat di kampung sini tidak mengelola Gua Karst itu. Akibat permukaan tanah yang mengandung Karst yang bisa di sebut dengan Kapur/Gamping. Dengan bersifat Porous (Menyerap Air). Gua ini karena terjadi Air hujan yang menetes lalu menyerap dalam permukaan Tanah kapur akan terus-menerus menetes jika ada lubang di dalam Tanah (Gua) air tersebut akan membeku sehingga menjadi Batuan Stalaktit dan Skalakmit.

Stalaktit Berada di atas Gua. Dan Skalakmit berada di bawah Gua.

Kampungku di keliling Gunung berapi yang dimana mengandung Magma yang sangat melimpah. Dapur magma yang berada di Gunung, akan mengendap lalu gunung berapi dan magma tersebut keluar akan menjadi Lava. Magma yang berasal dari Antenosfer Yang berarti Lapisan-lapisan. Magma satu akan bersatu dengan Magma lainnya yang di sebut Dapur magma (Kumpulan magma).

Proses ini akan menjadi Batuan beku yang sangat berharga jika mengalami proses Siklus Bebatuan. Batu Metamorf Teknik Pneumatolis.

Batuan Metamorf teknik Pneumatolitis ini terjadi karena pengaruh suhu yang tinggi disebut atau dengan masuknya Zat lain ke dalam batuan tersebut. Contohnya:

- Kapur terkena panas gas (Fluorium) menjadi Topas (Permata Kuning).

- Kapur terkena Gas Barium menjadi Turmalin (Batu Akik).

- Karbon terkena suhu dengan tekanan yang sangat tinggi menjadi Intan (Paling Tinggi dan Alami) dan Berlian yang sudah terpoles.

☘☘☘☘

Dari sekian lama menit Aku berpikir, dan membuka buku besar Teori Geography di rak buku ku yang usang dan berdebu. Memikirkan dari berbagai Aspek dari kehidupan dan Potensi Sumber Daya Alam yang berada di kampung ini.

Zahra beranjak dari tempat makannya, lalu membereskan sehabis makannya. Zahra menghampiriku.

"Kak, sedang apa?" Tanya nya ketika hendak masuk ke dalam kamar yang bersarang Laba-laba.

Langsung Aku tutup Buku Besar itu. Aku sontak kaget ketika Zahra menghampiriku.

"Tidak, tadi Aku hanya baca-baca buku saja sebentar. ohiya, Kamu jadi dek Dolan karo, Temanmu?" Kataku sambil mengalihkan pembicaraan.

"Hmm, piye ya kak. Aku wes ngantuk poll." Jawabnya dengan suara berbeda. Dan menunjukkan gigi ompong nya.

"Weladalah. Yaudah kamu tidur saja ya dek. Jangan lupa kerjakan tugas sekolahe" Kataku yang sedang bereskan buku sehabis memikirkan hal itu.

"Iyooo, mbak"

"Yauwis, Aku juga mau keluar" Beranjak dari tempat duduk dan keluar menuju pintu.

"Hmmm" Katanya singkat tak membuka mata dan mulut. Nyatanya sudah mau tidur.

Aku melangkah keluar dengan pakaian berpotongan. Baju putih, Rok hitam dan Hijab hitam yang panjang.

Ketika beranjak keluar, masih sangat ramai. Ada salah satu warga tak Terima dengan adanya orang baru yang masuk ke Kampung. Karena sangat takut sekali Mereka yang asing telah merusak Kearifan lokal di Kampung ini.

Kearifan lokal adalah Kebijaksanaan setempat. Masyarakat desa yang memiliki Aturan, Norma, Cara tersendiri dan pandangan hidup sendiri. Yang dimana suatu tempat memiliki kebudayaan. Norma itu sebagai kepribadian. Pandangan bijaksana pada masyarakat nya untuk menjaga kelestarian lingkungan.

Gubrakk....
Aku langsung menoleh kaget tak karuan, dari kejauhan 5 meter di depanku. Seorang Pemuda jatuh karena di hantam oleh Keamanan. Aku lihat Dia sangat membrontak dalam hal ini,

"Pak, kau harus tegas dalam hal ini! Dengar lah curahan kata-kata yang di ucapkan oleh masyarakat di sini! Kita tidak mau menjadi perbudakan Akibat krisis nya pendidikan di Kampung ini!" Dengan nada yang lantang, tegas dan membrontak sebagian warga menahan Dia agar tak menjadi keributan.

"Hey! Anak pemuda yang Bodoh! Kau bicara apa seperti itu, Hah? Kau pikir kami akan memperbudak Kau dan masyarakat di sini?!. Hanya saja Kau harus nurut apa yang Kami perintah!" Dengan nada sombong dan menunjukan telunjuk ke wajahnya. Dan Pak petugas yang Rese itu meninggalkan Dia dan sekumpulan warga.

Aku dari kejauhan menatap mereka dengan rasa tak adil. Hmmmm sangat geram dalam bathinku. Apakah itu yang di katakan Aparat keamanan dan pertahanan yang baik? TIDAK.

Pemuda itu, di tinggal oleh sekumpulan warga. Dia menangis dengan duduk mencium lututnya yang di tekuk ke wajahnya, Dia merasa menangis sekali, takut dan gelisah. Aku hanya bisa melihatnya dalam keadaan sesak.

Dalam bathinku, "Hey, Anak Pemuda. Rasaku sama sepertimu. Ada rasa tak adil dalam hal kebijaksanaan dan ketataan masyarakat ini. Krisis pendidikan yang tak menjadi acuan hal kebenaran dan kuat untuk sebuah argumentasi untuk berbicara kepada mereka. Akibat adanya status dan tingkatan derajat"

Nanti di lanjut ya:)

LA TAHLA [Innallaha Ma'ana] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang