Lonceng Bunyi Yang Bertanya

20 2 1
                                    

Jauh dari garis Gubuk ke arah lapang kosong tempat Anak-anak bermain bola. Bercanda tawa, riang, tak menghiraukan perubahan pada lingkungannya. Karena mereka belum mengenal segala sesuatu yang instant. Layaknya Gadget, pada zaman ini. Banyak sekali Anak-anak menyentuhnya. Dampak yang timbul mereka menjadi seorang yang individualisme.
Seorang Anak dari kejauhan menendang bola ke arah gawang. Haha! Teriaknya dengan berlari tak kenal lelah, padahal senja sudah datang karena sudah waktunya mentari untuk terbenam. Di arah Timur Laut ada sebuah Hutan Hujan Tropis yang udaranya sejuk dan berdaun yang lebar dan lebat.

"Door!" Bapak mengagetkanku dari belakang, yang sedang duduk dengan buku yang aku baca.

"Ihh Astaghfirullah, Bapak ngagetin aku aja!" Jantung yang berdetak kencang (bukan tanda cinta), tapi tanda ketakutan. Tangan yang mengelus dada. Dengan wajah yang pucat.

"Haha, Kamu sedang apa, Kak? Melamun saja seperti Supir Bajaj." Gelak candanya

"Aku engga apa-apa, Pak. Hanya saja ada yang Aku pikirkan" Jawabku serius.

"Apa yang kamu pikirkan, Kak? Jangan di pikirkan. Nanti rambutmu jadi beruban"

"Hmm, si Bapak malah canda aja yaaaaa." Tangan yang menyubit perut gembulnya.

"Aww.. " Jawab kesakitan Bapak dengan ketawa. "Ada apa, Kak?" Lanjutnya Bapak lalu duduk di sampingku.

"Tadi, Aku bertemu seorang Pemuda yang marah-marah pas ada Pihak asing yang datang ke Kampung kita, pak. Yang aku lihat Dia menangis dengan kesakitan pada batinnya" Aku yang berbicara dengan melamun, pikiranku masih mengingat kejadian tadi siang.

"Siapa itu, Kak? Mengapa Dia menangis?" Bapak yang menoleh menatap wajahku yang penasaran.

"Aku engga tau, Pak. Jelas-jelas dia membrontak apa yang terjadi tadi siang" Sambil mengayun-ngayunkan kaki ku dengan tangan yang menompang tubuh di kanan dan kiri tegak lurus.

"Hmm, mungkin Dia seseorang yang begitu paham dengan hal ini, Nak. Bapak jadi ingat Cerita dulu Bapak." Kakinya menyila duduk tangan kiri yang di taruh ke paha kiri.

"Cerita apa, Pak?" Tanyaku dengan rasa heran.

"Orang Dulu, sangat mahir dalam bekerja keras. Keterampilan yang bagus dan Apik. Tapi dulu Kampung ini makmur atas Rahmat Allah, Nak. Mereka berbicara layaknya Orang luar Negeri yang berpendidikan luas, mengontrol semua Kekayaan pada kampung ini. Tapi Orang Asing tiba-tiba datang. Mereka Keturunan dari Ras Deutro Melayu. Kepribadiannya keras. Salah satunya Bapak menjadi Orang yang terkena kekerasan."

"Kekerasan? Bapak melakukan kesalahan? Berani-beraninya Orang Asing itu berlihai dalam berkuasa."

"Iya, Nak. Kekerasan. Itu penyimpangan dalam norma sosial, mereka merusak keteraturan sosial di Kampung ini. Di makan habis oleh Budaya mereka, sehingga Masyarakat di sini menjadi Hedonisme, Sekulerisme dan sebagainya"

Hedonisme adalah sesuatu paham untuk bersenang-senang, contohnya mencintai sesuatu dan bisa meninggalkan kewajiban.
Sekulerisme adalah suatu pencabutan agama dalam Pemerintah. Untuk kesejahteraan.

Lanjut Bapak, "Ketika Bapak, menahan sesak waktu itu dengan robekan di baju Bapak. Di tempat kerja itu ada Sebuah Lonceng yang sangat Tua. Tetapi mereka belum tau fungsi Lonceng itu untuk apa"

"Lonceng Tua? Untuk apa, Pak?" Tanyaku serius

"Tukang bakso!" Bapak yang memecahkan keseriusan.

"Ihhhhh," Sautku yang kesal, sampai Anak-anak yang bermain menoleh kepadaku.

Mati rasa, wkwk.

"Iya canda Haha. Untuk Sebuah Isyarat bahwa ada sesuatu yang harus di temukan"

"Apa?!" Aku berlonjak, berpindah tempat duduk. Pikirku aneh.

"Jadi, Lonceng itu Tua Umur setengah Abad yang di atur Otomatis untuk melindungi Tenaga Kerja. Lonceng itu berbunyi, letaknya di Ruangan Paling atas yang tak sampai. Bapak mendengarnya ketika yang lain sibuk bekerja. Bapak langsung beranjak dari duduk, lalu Bapak cari Tujuan mereka."

"Terus, terus gimana. Pak?" Aku tambah penasaran.

"Tapi, waktu Bapak mencari sesuatu itu. Bapak tidak tau, di belakang Bapak ada Mr. Yen Huang dari China. Yang mengelola itu, Dia memukul punggung, sampai Bapak tak bisa bangun."

Aku pucat pasi, gemeteran. Betapa kejam dan keras sekali mereka.

"Tetapi sebelum kejadian itu. Bapak sudah tau maksud mereka apa. Mereka melakukan perdagangan yang penuh kecurangan, karena kita adalah tenaga kerja yang terampil dan bahan mentah sudah mendunia. Mereka memanfaatkan itu untuk kepentingan mereka. Bapak berlari dan berdiskusi dengan Kepala Group. Dan di batalkan lah kerjasama itu, dan Masyarakat demo agar mereka pergi dari sini"

"Wahhh, Bapak layaknya seperti SuperHero yang baik" Mataku yang berkaca-kaca

"Tampan tak Bapak?" Jawaban yang penuh percaya diri untuk memastikan.

"Tak" Aku sontak menjawab dengan memindahkan kepala.

"Eh jangan salah, Bapak pasti Tampan. Engga mungkin Mbokmu bisa suka dengan Bapak kalau engga tampan, Alhamdulillah Allah kasih jodoh yang secantik Mbokmu" Katanya dengan percaya diri dengan tertawa puas.

Hadeuuuuh. Tau ah gelap. Tepok jidat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LA TAHLA [Innallaha Ma'ana] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang