Dialog senja

69 12 2
                                    

Mengapa aku baru sadar akan takutnya aku kehilanganmu saat kamu beranjak pergi?

***

Setiap luka selalu membekas pada senja, hampir melupakan datangnya fajar yang tidak kalah cantiknya.

***

Tentang senja yang selama ini kulukis, tentang kamu yang tidak lagi bercerita.

Guguran daun menerpa wajah tampan ku ini, berjatuhan seolah ia pun tahu semestinya alam sedang rapuh, hati ini sedang rapuh.

Semilir Angin menyapu guguran daun menerpa wajah dari samping, terdengar kicauan para burung bersahutan, suara angkringan delman sedang berjalan, begitupun nyanyian yang ku putar dari kentang milikku.

Mataku terpejam, ternyata menunggu senja itu lama, padahal menikmatinya hanya sekejap. Tapi tak apa, demi kekasihku akan kulakukan semua untuknya, untukmu.

Seketika mataku mengerjap menyadari sesuatu, tubuhku bangkit dari sealas tikar yang sekarang di penuhi dedaunan berguguran. Mataku lekat menatap seseorang yang tengah berdiri di sebrang sana, senyumannya menyeringai, membuat ketenangan lagi dalam menunggu senja.

Tanganku melambai di iringi garis lengkung yang tercipta dari mulutku. Rambutnya yang tergerai terlihat terombang ambing di tiup angin, sekarang warna rambutnya adalah hijau tosca. Meski begitu aku selalu suka.

Tubuh mungilnya mulai beranjak menyebrang jalan hendak menghampiri ku, tatapannya tak lepas dari tatapanku. Ternyata ia berhasil menyebrang dan kini tepat berada di sampingku.

Senyumannya lagi lagi menyeringai sambil menatap ku jahil memainkan lesung di pipi. Ah dia sangat jahil, buktinya sekarang ia tertawa melihat ku kesakitan karna cubitan di pipiku saking gemasnya.

Seperti biasa, aku hanya mengelus puncak kepalanya agar berhenti menjaili ku mengganti cubitan dengan pelukan hangatnya. Kemudian ia berbisik. "Aku mencintaimu." "Aku juga." Sahutku. Kami pun tertawa sebagai tanda bahagia.

Ia terlihat berlari ke arah pertigaan, bersiap akan menyambut datangnya senja.
Tanganku dengan lihat memotret setiap sudut pemandangan indah kota istimewa, Yogyakarta.

Anya, kekasihku telah bersiap mengambil posisi di dekat papan nama jalan sebuah pertigaan, di latari langit senja. Pemandangan yang biasa kami nikmati bersama.

Cekrek...

Hasil Jipratan nya ku lihat dengan seksama, tidak ada Anya. Tidak ada siapa siapa. Tatapan ku menatap sekitar mencari kemana arah perginya Anya. Ternyata Anya tidak ada, tadi hanyalah bayangan semata saking merindunya aku akan sosok Anya.

Mataku kembali terpejam melupakan wajah Anya yang terus saja berlarian dalam pikiran. Kembali Mengingat sesuatu bahwa Anya sudah tiada. Tanganku mengusap pipi yang hampir membasah.

Sampai kapan kau akan seperti ini? Memburu senja untuk anya yang sudah tiada. Memberikan nya pun kepada siapa karna belum ada penggantinya. Mencari mudah mencintai nya yang susah.

Kini tatapan ku seolah terpaku melihat jalanan ramai menampilkan memory kala Anya harus pergi meninggalkanku untuk selamanya. Seperti sebuah mimpi, dimana kami menghabiskan tawa di tempat ini. Dan kini aku sendiri dalam dinginnya sepi.

Tanganku kembali mengusap deraian air mata yang terus saja berjatuhan, kali ini aku benar benar sedang rindu.

"Lan, kamu kenapa?" Seseorang mengepuk bahu dari belakang menggangguku. tangannya mengusap lembut bahuku, Bahkan Aku pun belum menatap nya masih menunduk tidak ingin memperlihatkan mata memerah ku dan ingus yang mencoba di tarik kembali.

" Kamu menangis?" Sudah di duga, ia tahu aku habis menangis. Celakalah reputasi kegagahan ku sebagai seorang pria. Kata Anya kalo nangis berarti bukan Cowo, lagi lagi Anya yang menghiasi pikiran ku, Anya aku rindu.

"Aku di sini alan."

Ucapannya memancingku untuk mengangkat wajah dan menatapnya. Mataku melotot, menggeleng kan wajah dengan cepat, menyubit pipiku sendiri, mencoba sadar bahwa ini bukanlah mimpi.

"Anya!" Ucapku kaget, kemudian menatap senyumannya yang tampak memudar karna perkataan ku barusan.

"Sampai kapan kamu akan terus mengingat Anya? Melupakan aku yang sekarang harusnya di anggap ada?" Suara nya tampak bergetar, matanya sudah berkaca kaca.

"Ma- maapkan aku nay," untuk kesekian kalinya aku menyakiti hati Naya. Aku terlampau bodoh masih menunggu Anya yang jelas tidak mungkin kembali, melupakan keberadaan Naya yang selama ini selalu ada di kala duka ku kehilangan Anya.

"Sekali lagi, aku minta maaf." Tanganku meraih tangannya. ia tampak tidak peduli, masih menatap ku dengan air mata yang sudah berjatuhan dari kelopak indahnya.

"Untuk kali ini aku tidak bisa."

Perkataan nya barusan menamparku dengan keras, baru menyadari. Sekarang aku takut kehilangan Naya.

Tubuhnya beranjak pergi meninggalkan ku sendiri, bodohnya diriku. Mengapa semua yang menghilang baru di sadari keberadaan nya saat pergi?

Langkah ku berlari mengejar Naya, sampai pada akhirnya langkah kami berhenti. Aku segera memeluknya, membiarkan tangisan itu meredam dalam dekapan ku.

"Aku benar benar minta maaf nay, aku janji gak bakalan nyakitin kamu lagi."

"Tidak lan, aku tidak bisa bersama dengan lelaki yang tidak mencintaiku dengan setulus hati."

Tanganku memegang bahu Naya sekuat tenaga, menatapnya dalam dalam. Dengan susah payah dia mengangkat wajahnya membalas tatapanku.

"Aku tahu aku salah Nay, Tolong berikan satu kesempatan lagi untukku, Lebih baik aku yang tersakiti daripada harus menyesal di kemudian hari. maafkan aku yang baru menyadari bahwa ternyata aku takut akan kehilanganmu."

Pancaran matanya lekat lekat menatapku dalam satu garis lurus.

"Aku lebih takut kehilanganmu lan." Lirihnya

Senyumku menyeringai kala mendapat jawaban itu, air matanya kini terhapus berganti dengan rasa bahagia. Aku pun begitu. Akan ku coba menghilangkan nama Anya yang masih tersisa di hatiku, karna bagaimanapun juga Anya telah tiada.

Hari ini puncak bahagia ku ada pada Naya. Berkat Naya kini aku bisa melupakan Anya. Berusaha Melupakan senja dan akan menyambut fajar.

"Cuttt!" Suara pekik seseorang.

"Acting kalian bagus. Empat jempol." Suara sang sutradara.

Naya kini bangkit dari pelukanku, bergabung bersama yang lain untuk beristirahat. Aku masih terpaku memikirkan sesuatu.

Mana ada wanita sesabar Naya, dan sesetia alan? Hohoho.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Semua Tentang YogyakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang