01

3K 176 92
                                    

Kita pemanasan dulu aja ya...
Jangan berat-berat dulu...

Buat yang baik hati dan tidak sombong... maukah kalian beri vote di cerita Clarissa punya ku ulang 😭😭😭 kemarin aku salah tekan. Jadi kehapus vote dari kalian semua... kan sedih.... kaya ada yang nusuk2 gitu deh....

Cus lah ....
Happy reading...
Typo koreksi...

_____

Sosok wanita cantik dengan balutan kebaya menatap pantulan dirinya di balik cermin dengan wajah terharu, ia meremas kedua tangannya gugup. Di lantai bawah rumah ini sudah banyak tamu undangan, keluarga serta sahabatnya. Keringat dingin membasahi telapak tangan dan juga dahinya. Selain gugup ia juga terkesima dengan penampilannya saat ini kebaya berwarna putih gading itu melekat indah di tubuhnya, dengan sedikit riasan yang membuatnya tampak sedikit berbeda. Ia menoleh ketika pintu kamarnya terbuka, senyum hangat menyambut dirinya di ambang pintu membuat mata wanita itu seketika berkaca-kaca. Napasnya tertahan ketika sosok itu berjalan mendekat kearahnya. Wanita itu tidak tahu harus bersikap bagaimana.

Dia tidak tahu jika kehidupannya akan berakhir seperti ini. Mencintai, mempertahankan dan melepaskan rupanya begitu banyak mengajarkan dirinya hingga hari bahagia ini akhirnya datang.

"Cantik." Puji sosok yang kini sudah berdiri tepat di depannya, sorot cinta itu masih ada untuknya. Dan wanita yang masih terpaku di tempat duduknya memandang dengan perasaan bersalah dan bingung.

"Aku tidak apa-apa." Jedanya saat mengerti mengapa ia memandang demikian kearah sosok gagah itu, "Aku baik-baik saja. Aku senang kamu akhirnya memilih dia. Dia yang terbaik buat kamu. Kita masih bisa menjadi keluarga bukan."

"Maaf." Hanya itu kata yang mampu keluar dari tenggorokkannya yang tiba-tiba tercekat.

Sosok di depannya itu mengulas senyum tipis yang sangat tulus, telapak tangannya yang kekar, tangan yang biasa menjadi tempat ia mengadu, memeluk hangat dirinya kini justru hanya bisa mengusap surai rambutnya penuh hati-hati dengan lembut.

"Jangan merasa bersalah. Aku tidak apa-apa."

"Bagaimana kakak bisa bilang seperti itu. Aku sudah menyakiti kakak."

Sosok di depannya tergelak dua detik, lalu duduk di tepi meja rias menatap dalam sorot mata wanita itu lekat.

"Lalu kamu mau aku seperti apa? Membawa kamu pergi? Dan menggagalkan hari bahagiamu? Apa itu mau mu. Kamu mau pergi denganku?"

Deg.

"Kak ak-aku."

"Kamu tidak bisa sayang. Karena disini. Di hati kamu sudah ada dia. Ruang itu sudah penuh. Namaku tidak bisa untuk stay lebih lama di sana." Potong sosok gagah itu menggeleng cepat, seraya menunjuk dadanya sendiri.

"Tapi--."

"Tidak ada tapi-tapian. Listen, aku nggak mau kamu menyesal. Aku tidak apa-apa. Sungguh. Aku baik-baik saja. Jangan khawatir. Berbahagialah."

Tok tok tok.

"Kak ayo turun sudah di tunggu di bawah." Panggil suara gadis dari balik pintu.

"Biar saya yang antar." Balas teriak sosok tampan itu keras dari dalam kamar, "Ayo turun." Tangannya terulur, dengan perasaan campur aduk sang calon mempelai wanita itu menyambutnya ragu.

"I love you." Bisik sosok itu tepat ketika keduanya berdiri berhadapan.

Deg.

Wanita itu membelalakkan matanya, sosok di depannya justru terlihat sedang menahan tawanya. Hal itu membuat sang calon mempelai mendelik kesal, menyikut perut pria berjas hitam itu kuat.

"Ssshhh."

"Aku cuma bercanda sayang. Astaga sakit banget."

"Nyebelin." Balasnya menggerutu. Kekehan pelan terdengar. Sosok gagah itu menggenggam telapak tangan putih mulus milik wanita itu erat, mengaitkannya pada setiap sela jemarinya.

"Selamat." Bisiknya pelan.

Dengan jantung yang berdebar kuat, telapak tangan yang sama-sama berkeringat dingin, mereka berjalan dengan sangat pelan. Seakan ingin menikmati kebersamaan ini untuk waktu lebih lama terakhir kalinya.

"Aku mohon berbahagialah selamanya." Ucap sosok itu sebelum pergi menjauh saat wanita paruh baya menghampirinya dengan raut haru.

"Kamu cantik sekali sayang. Semoga kamu selalu bahagia." Doa beliau tulus.

"Terima kasih Ma."

Wanita cantik itu melirik sekilas sosok yang memilih berdiri sedikit jauh dengan pandangan sendu.

Aku harap kakak juga bahagia.

"Saya terima nikahnya Clarissa Maharani binti Alm. Adit Baskara dengan seperangkat alat sholat dan emas 30 gram di bayar tunai."

"Bagaimana saksi. Sah."

"SAHHHHHHHHHHH."

BRUK.

Bunyi gedebug keras terdengar, di susul suara ringisan tertahan seseorang yang meringkuk di atas lantai kamar.

"Aish sial." Umpatnya pelan. Ia segera mengangkat tubuhnya, mengelus badannya yang sakit, kemudian sosok itu mengambil posisi duduk selonjoran dengan kepala bersandar pada tepi tempat tidur, tangannya terangkat menutup kedua bola matanya.

"Kenapa harus mimpi itu." Decaknya pelan. Ia menarik napasnya banyak-banyak seakan pasokan udara di sekitarnya menipis ketika ia mengingat dengan jelas mimpi barusan.

"Kamu menikah dengannya." Cicitnya dengan tawa getir.

Sial.

Andre Wijaya sosok itu akhirnya menyumpah serapah dalam hatinya kesal, saat mimpi buruk itu kembali terngiang dengan menyebalkan dalam pikirannya.

Saat mengingat betapa cantiknya wanita itu dalam mimpi barusan membuat ia setengah menggeram.

Tidak.

Ia menggeleng keras, membayangkan Clarissa Maharani kekasihnya bersanding dengan pria lain selain dirinya. Membuat hatinya terasa kebakaran jenggot. Tidak. Bahkan jika pria itu seorang Arkan Pramudya Angkasa sekalipun Andre tidak akan melepaskan kekasihnya. Ia akan mempertahankan sampai Clarissa sendirilah yang ingin melepas genggamannya.

"Aku tidak akan menyerah. Aku tidak akan melepaskan kamu, calis. Aku mencintaimu." Ujarnya mantap.

Di lain tempat seorang wanita menatap wajah damai pria yang belum sadarkan diri selama 3 hari ini di Rumah Sakit lamat-lamat. Clarissa Maharani wanita itu masih setia menunggu sampai lelaki itu sadarkan diri, dan membuka matanya.

Tidak lama berselang.

Jari-jemari tangan pasien di atas brankar bergerak membuat Clarissa yang sedang menggenggam tangan itu terkesiap, matanya berkedip beberapa kali ketika menatap sosok itu, sebelum akhirnya ia melihat mata yang sudah lama tertutup itu perlahan terbuka.

Rasa bahagia, lega, dan bersyukur membuncah memenuhi dadanya. Ia masih terpaku, duduk menunggu tepat ketika mata mereka saling menubruk satu sama lain. Saat itulah Clarissa menjatuhkan air matanya, bukan air mata kesedihan namun air mata bahagia.

"Rissa." Panggil sosok itu bernada serak.

"Kak Arkan." Lirihnya dengan wajah wajah terharu.

Terimakasih. Terimakasih sudah kembali.

____

Tbc>>>>

Ada yg senang gk kalau ternyata Andre gk jd mundur.... ayo kita buat pertarungan antara Andre dan Arkan yang lebih sengit. Biar Clarissa kebingungan mau pilih yg mana.

CLARISSA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang