06

1.4K 123 62
                                    

Happy reading..
Typo koreksi...
____

Butuh waktu 3 hari lagi untuk Arkan di perbolehkan pulang. Setelah melewati waktu 3 hari itu, Arkan akhirnya bisa kembali ke rumah. Ia sudah sangat rindu menghirup udara bebas dan rindu ingin bertemu putranya. Dan selama 3 hari itu pula ia tidak bertemu Clarissa lagi secara langsung, walau terkadang wanita itu menanyakan keadaannya melalui Nayla sang adik. Hubungan mereka sedikit canggung, mengingat lelaki yang mengaku sebagai calon suami Clarissa membuat Arkan merasa tidak enak dan tidak bisa tidur nyenyak selama di rumah sakit. Arkan tahu ini bukan urusannya, dia masih bisa dekat dengan Clarissa hanya karena anak mereka. Tapi, nyatanya hatinya tetap merasa sakit kala mengingat jika wanita itu sudah punya calon pendamping hidup yang tepat. Hubungannya dengan Sherin pun juga sedikit renggang. Arkan berusaha menjaga jarak dengan wanita itu, setelah kejadian Sherin yang pingsan di rumah sakit. Wanita itu memilih pergi dan menginap di rumah salah satu sahabatnya, dan ketika Arkan sampai di rumah pun wanita itu belum juga menampakkan batang hidungnya. Arkan hanya khawatir dengan kondisi kehamilan wanita itu. Mau bagaimanapun anak itu tidak bersalah, Arkan seperti melihat bayangan Raka putranya pada janin Sherin. Ia selalu teringat Clarissa setiap melihat Sherin istrinya. Lelaki itu selalu menyalahkan dirinya, atas apa yang dulu di alami Clarissa. Karena itu Arkan tidak bisa benar-benar mengabaikan Sherin. Ia hanya mau membantu, hingga wanita itu melahirkan dan sampai sidang perceraian mereka terlaksana.

"Kakak butuh sesuatu?"

Arkan mendongak menatap Nayla yang baru saja meletakkan tas miliknya.

"Tidak. Terima kasih Nay. Kakak mau istirahat lagi." Gadis itu bergumam menjawab.

"Kalau gitu aku keluar ya kak. Panggil Nay saja. Kalau kakak butuh sesuatu." Arkan berdehem membalas, ia menatap punggung adiknya yang mulai berbalik dari kamarnya dengan perasaan bingung. Lidahnya sebenarnya sudah gatal ingin bertanya sesuatu. Tapi mengingat sosok lain itu membuat Arkan mengurungkan kembali niatnya untuk bertanya.

"Nay." Panggilnya akhirnya. Gadis itu sudah siap membuka kenop pintu ketika Arkan memanggil namanya. Ia berbalik menatap dengan alis terangkat, karena kakaknya itu tak kunjung bersuara.

"Kenapa kak. Butuh sesuatu."

"Ah.. mmm anu kakak--." Nayla menatap geli raut wajah Arkan terlihat gugup di atas tempat tidur.

Gadis itu kembali masuk, lalu mengambil duduk di tepi kasur dengan mengulum senyumnya.

"Kenapa? Kakak panggil Nay. Kakak panggil bukan cuma sekedar say doang kan."

Arkan memalingkan wajahnya, ia berdehem keras sebelum kembali menatap gadis di depannya.

"Boleh hubungin Rissa. Kakak kangen dengar suara Raka." Ucapnya.

Nayla memicingkan matanya, lalu tertawa kecil memasang wajah jenaka pada sang kakak.

"Raka atau Raka. Sama ibunya nggak kangen kak."

"NAYLA."

Tawa gadis itu pun akhirnya meledak, ia terbahak-bahak melihat raut wajah merah padam sang kakak.

"Astaga kakak. Jangan sok kangen Raka deh. Bilang aja kakak kangen sama ibu nya juga. Kak Rissa juga kangen sama kakak loh."

"Hah."

"Bener? Mau Nay tanyain langsung." Nayla mengulum bibirnya dalam meredam tawanya. Ia senang bisa menggoda sang kakak lagi. Mereka juga sudah lama tidak bersenda gurau bersama. Karenanya Nayla begitu menikmati melihat wajah berseri sang kakak hanya dengan menyebut nama Clarissa saja.

"Nggak perlu. Kakak tahu pasti kamu bohong. "

"Ehhh, aku nggak bohong kak." Elaknya tergagap.

Arkan tersenyum mengacak surai sang adik dengan seulas senyum tipis. "Tidak apa-apa Nay. Terima kasih ya. Lagipula kakak cuma orang lain yang kebetulan hadir dan masuk ke dalam kehidupan mereka. Kalau bukan karena Raka kakak juga tidak akan dekat dengan Rissa lagi. Karena itu kakak nggak akan serakah. Kakak nggak mau jadi penghalang orang lain. Dia sudah mau menikah Nay. Kakak harusnya ikut senang bukan."

CLARISSA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang