08

1.7K 118 55
                                    

Happy reading
Typo koreksi ya...

Jgn lupa voment....
Biar aku semangat nulisnya😁😁

____

Lorong koridor rumah sakit yang sepi dan hening menciptakan atmosfer semakin mencekam untuk seorang wanita cantik yang masih mengenakan piyama tidurnya. Ia duduk lesu di kursi besi berwarna putih di rumah sakit tersebut, kepalanya merunduk menatap jemari-jemarinya yang saling meremas dan berkeringat dingin. Di depannya pintu kaca besar bertuliskan UGD terpampang, membuat jantungnya semakin berdetak tidak berirama beraturan. Tidak jauh dari tempatnya, sepasang mata menatap sendu kearahnya. Sosok itu pun terlihat tidak tenang namun ia lebih mengkhawatirkan kondisi wanita itu daripada dirinya sendiri saat ini. Dengan langkah kaku ia mendekat, setelah berdiri tepat di depan wanita itu ia berjongkok menumpu kedua lututnya di atas lantai keramik. Kepala wanita itu terangkat hingga pandangam keduanya bertemu, mata dan hidung wanita itu tampak merah, pipinya pun basah. Tangan kekar sosok laki-laki tampan itu terulur ragu, memegang kedua pipi itu dengan tatapan sendu. Jemarinya dengan lembut bergerak menghapus jejak-jejak bulir air mata tersebut dengan tangan sedikit gemetar. Jantungnya berdebar kuat, ketika manik mata indah itu terlihat sayu dan menatap balik dirinya intens.

"Aku mohon. Jangan menangis lagi Rissa. Raka pasti baik-baik saja." Ujarnya lembut dengan tatapan hangat.

Mata wanita itu mengerjap, lalu mengangguk kecil. Pipinya sudah tidak basah lagi, Arkan lelaki itu rupanya sudah selesai menghapus jejak air mata Clarissa dengan telaten. Tangannya masih bertengger di pipi mulus wanita itu, detak jantung keduanya berdebar kencang, keduanya seakan terserap kedalam lubang aneh secara bersamaan. Rasa nyaman, hangat, itu menyebar memenuhi rongga dada keduanya. Bahkan saking nyaman nya sampai membuat dada mereka rasanya mau meledak. Ada himpitan sesak terasa disana, tapi tidak sakit. Himpitan itu membuat mereka justru ingin terus berada disana lebih lama.

"Aku minta maaf. Karena aku Raka jadi seperti ini. Seharusnya aku tidak melarang kamu mengatakan pada Raka jika aku sebenarnya sedang sakit. Raka pasti berpikir aku tidak menyayanginya karena tidak pernah menemuinya lagi."

"TIDAK." Clarissa menggeleng tegas. Tangannya memegang telapak tangan besar milik Arkan dan meremasnya pelan.

"Raka bukan anak yang seperti itu kak. Dia. Dia tidak pernah menganggap kakak seperti itu. Dia. Dia hanya merindukan ayahnya. Aku yang salah. Karena tidak bisa menjaga Raka dengan benar."

Jantung Arkan semakin berdebar-debar kuat, tindakan kecil Clarissa yang menggengam tangannya mengalirkan aliran listrik menyengat hingga rasanya di dalam perutnya ada yang ingin meronta-ronta.

"Rissa."

"Hmm." Keduanya kembali bersitatap intens.

Arkan menatap jemari putih mulus dan wajah wanita didepannya lekat bergantian, ia menurunkan tangannya dari pipi Clarissa hingga jemari wanita itu pun ikut terlepas. Clarissa menatap Arkan bingung. Lalu detik berikutnya ia tersentak saat Arkan menarik pergelangannya kuat hingga tubuhnya terhuyung kedepan dan masuk kedalam pelukan lelaki itu erat.

"Kak."

Clarissa menegang kaku saat merasakan deru napas panas milik lelaki itu menyentuh tengkuk lehernya hangat. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali bersamaan dengan desiran aneh dalam dirinya. Wanita itu menelan ludahnya gugup saat suara serak dan berat masuk kedalam indra pendengarannya dengan nada rendah.

"Sebentar saja. Aku mohon."

Satu kata yang bisa Clarissa yakini.

Nyaman.

Clarissa tidak mengerti dan dia memilih diam tidak berkutik. Ketika ia merasa kenyamanan pada sosok laki-laki di depannya. Arkan hanya memeluknya. Pelukan yang sama seperti Andre lakukan padanya. Tapi, mengapa rasanya ada yang berbeda. Ia memejamkan matanya saat debaran aneh itu semakin menekan dan menghimpit dadanya. Tanpa sadar tangannya telurur ke balik punggung lebar lelaki itu dan mencengkram jaket Arkan kuat.

CLARISSA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang