Satu

41 7 2
                                    

“Yak! Jeon Jungkook, kau mau lari ke mana?!”

Jeon Jungkook lari secepat yang ia bisa untuk menghindari berangkat bersama Jeon Jisung, ayahnya. Ia sudah duduk di sekolah menengah atas, apa jadinya ketika teman-temannya melihat siswa bandel yang masih diantar jemput oleh orang tuanya?

Jungkook tidak mau mengambil resiko seperti itu. Ia ingin berangkat bersama Kim Taehyung dan Yoon Yerim meski harus mengejar bus ketika mereka terlambat tiba di halte. Menurutnya masa muda memang harus dihiasi dengan kebodohan-kebodohan yang positif.

Seperti mengejar bus, kalian bisa sekalian olah raga dan menghasilkan keringat sebanyak mungkin. Jangan lupa, hormon endorfin yang dilepaskan ketika berkeringat akan berpengaruh pada kepercayaan diri sebelum memulai hari. Jeon Jungkook, Kim Taehyung dan Yoon Yerim mengartikan tingkah-tingkah mereka sebagai kebodohan yang positif.

“Aku berangkat, Appa!” teriak Jungkook sambil berlari menenteng tas sekolahnya. Ia melihat jam tangan yang kini sudah menunjukkan pukul tujuh tepat. Kaki panjangnya harus sampai lima belas menit di rumah Taehyung atau jika tidak, lelaki pemilik senyum simetris yang manis itu akan mogok tersenyum.

Di persimpangan jalan, ia melihat Yoon Yerim dengan rambutnya yang entah kapan terakhir tersentuh sisir itu juga berlari menyusulnya.

“Jungkook-ah! Tunggu aku!”

“Lari saja secepat yang kau bisa! Aku tidak mau dekat-dekat karena kau pasti belum mandi!” teriak Jungkook membalas dengan gurauan sambil terus berlari.

“Sialan!” Jungkook sempatkan menoleh ke belakang dan mendapati Yerim terus berlari sambil terengah-engah. Bibirnya mengembang lebar dan terus lari ke arah rumah Taehyung.

Delapan belas menit kemudian mereka sampai di rumah Taehyung dengan napas tersengal. Yerim bahkan sampai tidak bisa mengatur napasnya.

“Panggil Taehyung!” sengal Yerim.

“Taehyung-ie, turunkan tangganya!”

Sudah menjadi kebiasaan. Jungkook dan Yerim hampir tidak pernah masuk lewat pintu utama rumah Taehyung dan malah masuk dengan memanjat tangga tali untuk sampai di kamar Taehyung. Yerim naik duluan karena ia harus cepat mandi dan disusul oleh Jungkook yang pasti akan menghabiskan air es.

“Aku mandi dulu. Jangan ditinggal.” Yerim berpesan sebelum masuk ke dalam kamar mandi.

“Yak! Apa di rumahmu tidak sanggup membayar air? Setiap hari mandi di rumahku,” protes Taehyung sambil menghentikan kegiatan menata rambutnya. Lelaki itu memang harus sempurna dalam penampilan. Menata rambut saja ia butuh waktu satu jam.

Sementara Jungkook langsung mendaratkan pantat di atas sofa anti air dan melemaskan otot kakinya. Tadi ia benar-benar tidak siap berlari karena mengira ayahnya tidak memaksa mengantarnya sekolah.

“Taehyung-ie, apa kau punya air dingin?” tanya Jungkook dengan wajahnya yang memerah karena lelah.

“Tidak ada. Aku sengaja tidak membawanya ke kamar.”

“Aish, air es saja kau pelit sekali.” Jungkook mengeluh, lalu ia keluar kamar menuju dapur.

Kim Namjoon sedang menyiapkan sarapan begitu Jungkook tiba di dapur. Tidak ada keterkejutan ketika melihat adik Jeon Seok Jin—sahabatnya, sudah ada di sini pagi-pagi.

“Hey, Boy! Baru maraton rupanya?” sapa Namjoon.

Appa memaksa mengantarku lagi. Ah, Hyung, bisa kau bicara pada Hyungku agar membujuk Appa untuk tidak lagi memperlakukanku seperti bayi.”

ErstwhileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang