II. Rumah

184 17 1
                                    

Definisi rumah bagi Yoongi adalah neraka, sangat enggan ia menginjakkan kakinya di mansion mewah keluarga Min, maka dari itu ia membeli apartement dari hasil kerja kerasnya.

Namun kali ini ia berdiri di depan pintu mewah mansion milik keluarganya. Hanya berdiri dan menatap ragu untuk melangkahkan kaki masuk. Setelah beberapa menit batinnya bergejolak, Yoongi melangkahkan kaki masuk menuju ruang tamu dan disambut sang appa yang sedang menunggunya.

"Kau harus diancam dulu agar mau pulang ya," ujar sang appa tanpa mengalihkan pandangannya dari majalah yang ada di genggamannya.

"Tempat ini bukanlah tempatku untuk pulang," balas Yoongi dengan tenang. Dongwook-sang appa tersenyum sinis.

"Kau harus menggantikan Appa menjadi pemimpin perusahaan." Yoongi terkejut, namun ia sangatlah pandai mengatur ekspresinya.

"Tidak. Aku tidak menyukainya." Dongwook menyimpan korannya, kemudian menatap tajam Yoongi.

"Kenapa?" Tatapan Dongwook sangatlah mengintimidasi, namun Yoongi tak mau kalah.

"Aku sudah memiliki pekerjaan yang kusenangi."

"Konyol. Menjadi pianis? Tinggalkanlah, menjadi pemimpin perusahaan lebih menjamin masa depanmu."

Ya, Yoongi adalah seorang pianis handal. Hampir seluruh Korea Selatan mengetahui bakat seorang Min Yoongi. Namun tentu saja sang appa menentang kesenangan Yoongi itu. Apalagi jika bukan karena Yoongi merupakan satu-satunya pewaris Keluarga Min.

"Tidak. Aku tidak suka."

Dongwook menggebrak meja di depannya. Raut wajahnya mengeras, menandakan ia benar-benar murka.

"Tidak ada penolakan, Min Yoongi." Ucapan Dongwook mutlak. Tidak bisa diganggu gugat. Namun tidak bagi Yoongi.

"Pantas eomma meninggalkanmu." Yoongi bangkit, ia langsung meninggalkan Mansion Sialan Keluarga Min itu. Tidak peduli dengan teriakan sang appa yang sangat murka padanya.

---

"Sedang lihat apa Tae?" tanya Jin yang sedari tadi memperhatikan Taehyung yang sedang senyum-senyum memperhatikan layar ponselnya.

"Ah aku sedang melihat Min Yoongi," jawab Taehyung riang.

"Min Yoongi Sang Pianis Handal?" tanya Jin lagi yang dihadiahi anggukan cepat oleh Taehyung.

"Kau tidak ada kelas?"

"Yak Hyung ini hari Minggu. Hyung menggangguku ish, lebih baik Hyung membuatkanku minuman." Setelah mendengar jawaban Taehyung, Jin segera merutuki kebodohannya. Ia segera bangkit untuk membuat minuman untuk Taehyung.

Sekarang Taehyung sedang berada di cafe Jin, tempat ia biasa menyalurkan bakat menyanyinya. Tempatnya sangat strategis, ia berada di pojok dengan dinding kaca di sebelahnya, membuat Taehyung dapat melihat orang berlalu-lalang.

Tak.

"Nah, minumanmu," ujar Jin yang segera disambut cengiran khas Kim Taehyung.

"Terima kasih Hyung tampanku, hehe." Jin hanya mendengus sembari mengibaskan tangannya.

Taehyung menyesap americano yang dibuat oleh Jin. Kemudian tersenyum, menandakan ia benar-benar senang dengan minuman yang dibuatkan oleh sang hyung.

"Hyung! Aku sangat bosan," ujar Taehyung sembari mengerucutkan bibirnya.

Jin yang melihat Taehyung pun langsung terkekeh pelan, sembari menepuk puncak kepala Taehyung.

"Eiy, lalu kau mau apa hm?" tanya Jin.

Taehyung membuat postur berpikir, dengan jari telunjuk berada di kepala sembari diketuk-ketuk pelan, dan bibir yang masih mengerucut. Ok, bayangkanlah betapa menggemaskan dan tampannya seorang Kim Taehyung ini.

"Hmm main di game station? Kemudian jalan-jalan di taman sembari menikmati matahari tenggelam? Bukankah itu akan menyenangkan Hyung?" kata Taehyung dengan nada yang sangat ceria.

"Aku akan mengajak Jimin dan Jungkook." Taehyung mengangguk mengiyakan.

---

Dan di sinilah mereka sekarang. Dengan Taehyung dan Jungkook sedang bersaing memenangkan balapan.

"Yak Jungkookie aku tidak akan kalah darimu!" teriak Taehyung dengan percaya diri.

Jungkook tersenyum meremehkan. "Hah, kau harus melewati mayatku dulu, Hyung."

Sedang, Jin menggelengkan kepalanya melihat kelakuan dua adiknya yang masih saja seperti bocah TK-ah tidak, paud lebih cocok.

"Kau tidak ingin bermain Jiminie?" tanya Jin dibalas gelengan dari Jimin.

"Aku semalaman begadang mengerjakan tugas kampus, Hyung," jawab Jimin memelas.

"Lalu kenapa kau iyakan ajakanku?" Jimin mengedikkan bahu.

"Gabut," ujar Jimin dengan cengirannya. Lagi-lagi Jin dibuat geleng-geleng kepala melihat kelakuan adik-adiknya.

---

Hari sudah mulai petang, mentari mulai malu-malu menampakkan dirinya. Angin berhembus pelan, menyapu surai keempat pemuda yang sekarang sedang duduk menikmati indahnya lukisan Tuhan.

"Kenapa orang-orang menyukai senja?" tanya Jungkook dengan acak. Ketiga kakaknya hanya mengedikkan bahu.

"Aku lebih menyukai fajar," ujar Jimin.

"Kenapa?" balas Taehyung.

"Karena aku lebih menyukai yang datang timbang yang pergi."

"Hah?" Taehyung menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Bahasamu terlalu tinggi Jim." Jimin terkekeh pelan.

"Aku setuju denganmu Jim. Tapi, orang pasti datang dan pergi, itu tidak bisa dipungkiri," celetuk Jin tiba-tiba. Mereka berempat terdiam.

Nyanyian-nyanyian burung semakin membuat mereka nyaman, dengan semilir angin yang setia menemani. Suasana yang sangat cocok untuk menghilangkan penat dari kejamnya kehidupan.

"Aku akan membeli minuman," ujar Taehyung yang diangguki Jin.

Taehyung segera bangkit dan berjalan menyusuri taman, sembari menikmati hamparan rumput hijau yang membentang, serta pohon-pohon yang daunnya menari-nari diterpa angin. Ya, sebelum seseorang menabrak bahunya.

Duk

"Ah maaf aku tidak berhati-hati," ujar orang yang menabrak Taehyung.

"Eh tidak apa-apa, kok." Taehyung tersenyum. Orang itu sedikit terkejut melihat Taehyung dan segera berlalu.

Taehyung merasa mengenalinya, namun ia tak tahu siapa karena wajahnya ditutupi masker.

Tbc. . .

Halooo! Maaf aku baru sempet update huhu, aku harap masih ada yang mau baca ff abal-abalku ini. Huhu maaf ya, soalnya ngumpulin niat buat nulis itu susahhh bangettt, anw jangan lupa buat voment! Sampai ketemu di chap selanjutnya ^^

Belenggu Nada [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang