III. Dia?

151 17 6
                                    

Yoongi termenung menatap langit biru dengan bintang yang senantiasa menemani bulan di atas sana. Sudut bibir Yoongi terangkat sedikit, entah apa yang ia pikirkan sekarang.

Ia bangkit, pandangannya terpaku pada sebuah figura foto yang berisi dua pemuda berbeda usia. Di dalam foto itu mereka nampak sangat bahagia.

"Taetae, apa benar tadi itu kau?" Suara Yoongi terdengar parau. "Hyung merindukanmu," lanjutnya.

Drtt. . .

Getar ponsel mengalihkan atensinya. Nama 'Namjoon' tertera di layarnya.

"Ada apa?" tanya Yoongi.

"Besok kau akan tampil." Ya, Namjoon adalah sahabat sekaligus manager Yoongi.

"Datanglah kemari." Yoongi langsung mematikan sambungan. Bisa ditebak jika Namjoon sedang mengumpat di sebrang sana.

Yoongi menunggu di atas sofa. Hampir tertidur sebenarnya, sebelum ia mendengar pintu apartementnya dibuka. Bisa ditebak itu Namjoon, karena yang mengetahui password apartement Yoongi hanya Namjoon, dan satu sahabat mereka sebenarnya.

"Lama sekali," ujar Yoongi sembari menggerutu.

Namjoon dengan acuh menghempaskan pantatnya di sofa yang berhadapan dengan Yoongi.

"Yak, Tuan Yoongi yang terhormat, sebenarnya ada masalah apa hidupmu?" Namjoon memutar bola matanya malas.

"Hm, hanya bosan lalu aku memutuskan untuk memanggilmu kemari," jawab Yoongi sembari mengedikkan bahu.

"Kau pikir jam berapa sekarang?!" Nada bicara Namjoon meninggi, heran dengan sesosok manusia di depannya ini.

"Hm jam setengah dua belas malam," jawab Yoongi setelah melirik jam dinding.

"Apa tidak keterlaluan memanggilku sekarang?" Namjoon mendengus pelan.

"Lalu mengapa kau datang?" Baiklah, memang berdebat dengan Yoongi bukanlah pilihan yang tepat, karena kau hanya akan mendapatkan kekalahan.

Sebenarnya Namjoon ingin sekali mengumpati orang di depannya ini, jika tak mengingat bahwa ia lebih tua. Jadi yang bisa dilakukan Namjoon hanya menghela napas panjang sembari mengatur emosinya.

"Kemarin appa lagi-lagi menyuruhku untuk menggantikannya."

Namjoon mengangguk mengerti. Bertahun-tahun mendampingi Yoongi membuat Namjoon mengetahui segalanya tentang pria bernama Min Yoongi. Bahkan tentang betapa kerasnya ayah dari seorang Yoongi.

"Jadi apa yang akan kau lakukan seterusnya?" Yoongi menggeleng pelan seketika setelah mendengar pertanyaan Namjoon.

"Kau tahu sendiri, appamu bisa melakukan apa saja untuk menghancurkan karirmu." Yoongi mengerti, sangat mengerti bahkan. Tapi apa yang harus ia lakukan sekarang? Dia tidak tahu. Pikirannya berkecamuk, dan untuk menemukan jalan keluar ia tak sanggup memikirkannya.

Beberapa saat keheningan mendera kedua pria tampan itu. Masing-masing tenggelam dalam pikirannya.

"Aku menemukannya," ujar Yoongi membuat lamunan Namjoon seketika buyar.

Dahi Namjoon mengeryit beberapa saat, sebelum matanya membelalak terkejut. "Taetae?" tanya Namjoon dihadiahi anggukan kecil Yoongi.

"Tapi aku tidak yakin." Raut muka Yoongi berubah sendu.

"Kau masih yakin dia masih hidup?"

"Sangat." Mata Yoongi menerawang, menerang kenangannya ketika masih kecil, mungkin. Bibirnya terangkat sedikit, menampilkan senyuman yang sangat menawan.

"Teruslah berjuang," ujar Namjoon singkat.

"Hah, aku lelah. Terkadang aku ingin menyerah. Aku lelah dengan keadaan yang seakan tak pernah berpihak padaku." Namjoon sangat mengerti apa yang dirasakan Yoongi. Namjoon yang selalu menjadi tempat berkeluh kesah Yoongi.

"Menyerahlah, maka aku tak akan mengenalimu lagi." Sepertinya Namjoon tertular virus Yoongi.

"Aku mengerti." Yoongi menghela napas panjang untuk mengurangi beban di bahunya.

---

"Eommaaa aku pulang!" teriak Taehyung ketika masuk ke dalam rumah. Sang ibu dengan senyuman menawannya akan selalu menyambutnya dengan penuh kasih sayang.

"Huh, Eomma mau kemana?" tanya Taehyung bingung ketika mendapati ibunya berpenampilan sangat cantik, ya walaupun ibunya ini memanglah cantik.

"Menemuimu appamu," ujar Suzy sembari tersenyum.

"Tapi sudah hampir malam, Eomma." Suzy hanya mengedikkan bahu.

"Eomma sangat merindukan appa, dan baru sempat Eomma mengunjunginya," ujar Suzy lirih.

"Baiklah, aku ikut." Suzy kembali mematri senyum manisnya.

---

Di sinilah mereka. Di depan sebuah gundukan tanah dengan nisan bertuliskan nama seseorang yang mengisi penuh relung hati seorang Kim Suzy.

"Hai Appa!" sapa Taehyung riang, dengan harapan sang appa mendengarnya dari sana. "Appa, kau tahu tidak? Eomma sangat merindukanmu. Huh aku sangat iri dengan kalian," lanjutnya dengan nada menggoda sang ibu.

Suzy hanya terkekeh pelan sembari menggelengkan kepala pelan.

"Hai Sayang, aku datang. Aku merindukanmu, sangat bahkan. Apa kau tak merindukanku? Mengapa kau tak mendatangiku, walaupun hanya dalam mimpi." Air mata Suzy turun membasahi wajah ayunya. Tangannya bergerak mengelus nisan bertuliskan nama sang suami.

"Kau pasti bahagia kan di sana? Kau harus tenang di sana, karena di sini aku sudah merelakanmu. Aku akan melanjutkan hidup dengan baik bersama dengan anak kita."

Tbc. . .

Hai hai, akhirnya aku update lagiiii! Oiya, anw kalian ngeship otp mana nih? Hehe. Jangan lupa voment ya, makasih buat kalian yg masih setia baca huhu. Semoga kalian suka!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Belenggu Nada [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang