2. Strange Phrase

44 11 15
                                    

• Winter Flower •

...

Langit yang gelap perlahan mulai meneteskan air hujan. Masih dengan posisi yang sama, aku diam melamun dan Kak Deriel menyodorkan payung berwarna biru cerah. Tatapan lelaki bersurai legam itu membuatku memundurkan langkah, ditambah lagi raut wajahnya yang teramat datar tanpa ekspresi.

Aku terperanjat saat lenganku diraihnya dengan sekali hentakan. Ia meletakkan payung tadi di genggamanku.

"Gue bukan orang jahat, nggak usah takut! Buruan naik, keburu hujannya makin deres!"

Aku masih ragu. Namun, entah kenapa kakiku melangkah dengan sendirinya ke arah motor besar itu. Mungkin karena tak ada pilihan lain, sebentar lagi hujan dan pastinya aku tidak mau basah kuyup yang akan membuatku sakit nantinya.

Tak ada obrolan apa pun di sepanjang perjalanan. Suara hujan dan dinginnya angin mengiringi laju motor Kak Deriel sampai berhenti di depan gerbang rumah Kak Sergio.

"Te-terima kasih, Kak," ucapku setelah turun dari motornya.

Kak Deriel terlihat mengangguk kecil. Aku bergegas melipat payung yang kupegang erat sejak tadi. Namun, lagi-lagi dia menghentikan pergerakanku dengan sentuhan lembutnya.

"Buat lo aja payungnya. Gue pergi dulu."

Belum sempat aku membalas ucapannya, Kak Deriel sudah melesat meninggalkanku. Masih kupandangi motornya yang menembus hujan. Aku jadi merasa bersalah karena sudah merepotkannya, tapi tunggu, aku tidak pernah memintanya bukan?

Aku menggelengkan kepalaku untuk menepis segala pikiran aneh tentang Kak Deriel. Gerbang di depanku masih terbuka, aku pun masuk dan mengunci pagar besi tersebut. Dari kejauhan, mataku menyipit untuk memastikan apa yang kulihat. Ternyata benar, itu motor milik Kak Sergio. Bagaimana bisa dia tiba lebih cepat dariku?

"Dari mana aja kamu?"

Seketika tubuhku menegang mendengar suara dingin tersebut. Aku mengalihkan pandanganku dari garasi ke arah pintu rumah. Di sana, Ibu tengah berdiri sambil melipat tangan menatapku. Bisa kurasakan aura kemarahannya yang sudah memuncak.

Pasti habis ini aku akan dihukum habis-habisan. Biasanya Ibu tak akan marah jika aku keluar dan pulang bersama Kak Sergio. Namun, sekarang aku pulang terlambat dan malah dibonceng orang lain. Oh, tidak! Apakah Ibu tadi melihatku turun dari motor Kak Deriel?

Payung di tanganku terlepas begitu saja saat Ibu menarikku, atau lebih tepatnya menyeretku untuk masuk ke dalam rumah. Aku memekik tertahan, sepertinya kuku-kuku Ibu sudah menancap di lenganku.

Tubuhku dihempaskan begitu saja di lantai ruang tamu. Mataku memanas tanda akan menangis. Dengan pandangan buram, aku bisa melihat Kak Sergio yang tengah tersenyum miring menatapku.

"Ke mana aja kamu, hah?! Bisa-bisanya kamu nolak pulang sama anak saya dan malah pergi pacaran! Mau coba kabur, iya?!" Ibu berteriak tepat di depan wajahku.

Aku menutup mata dan mulutku rapat-rapat. Namun, isak tangis dan derai air mata masih bisa meluncur bebas. Apa maksudnya tadi? Aku tidak menolak pulang dengan Kak Sergio, tetapi dia sendiri yang mengusirku dan menyuruhku pulang sendiri. Lalu, pacaran? Memangnya ada yang mau menjadikanku kekasih?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Winter Flower Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang