I do not own the story.
Original story by Esile the Raven..
.
Saat sekolah dimulai, tantangan baru dimulai. Jaemin menggandeng Jeno, berjalan melintasi sawah dan sepanjang pematang. Jeno masih ceria, sama sekali tidak tahu apa yang akan terjadi; dia berlarian sambil mengejar belalang.
"Muugiiii!" Jeno berjongkok, menemukan katak kecil di tengah jalan, lalu terjatuh saat berusaha menangkapnya. "Namiiin! Abuuf! Hnn!" jeritnya girang, menunjuk-nunjuk katak yang melompat ke pematang.
"Itu katak," kata Jaemin.
"Agag!" ulang Jeno, melambaikan kedua tangan, lalu mulai lompat katak sepanjang pematang. "Bwib, bwib, agag!"
Di usia satu tahun, anak-anak belajar dari menirukan apa yang ia lihat dan dengar. Proses matematika mereka juga dimulai dengan memperhatikan pola yang terjadi dari situasi sebab-akibat yang konstan. Tentu saja, Jaemin tidak mengerti hal ini, jadi apa yang dilakukan Jeno saat ini, menirukan katak, agak mengganggunya.
"Udaah! Ayo cepat, nanti lama," seru Jaemin, berusaha menarik adiknya agar berdiri. Jeno merengek.
"Hnng! Naaa! Agag!"
"Ya sudah!" Jaemin melepas tangan Jeno, dan mulai berlari. "Tak tinggal kamu, ya? Aku pergi sendiri ya? Kamu sendiri saja, kalau mau jadi katak,"
"U-Uuaa! Aaa! Namiiin!" jerit Jeno, tapi bersikukuh berjongkok di jalan. "Naaaa! Namiiin buuuu!"
Jaemin berjalan cukup jauh, tapi ternyata Jeno lebih keras kepala. Ia bisa mendengar jeritan setan cilik itu dari kejauhan. Akhirnya, dengan geram, ia kembali. Tentu saja yang ia temukan adalah bayi itu masih berjongkok dengan wajah bersimbah air mata. Kedua tangan kecilnya meraih ke atas.
"Namiin..."
"Berdiri!" kata Jaemin keras, jengkel. Ia mengecek arlojinya—masih setengah jam lagi sebelum sekolah dimulai. "Aaayooo..." ia mulai menarik Jeno, berpikir akan menyeretnya, hanya membuat adiknya itu menjerit-jerit marah.
"Naaaa!"
Si kelinci manis mendecakkan lidah, lalu berlutut memunggungi Jeno, meletakkan ranselnya di depan dada.
"Ayo, naik sini," ujarnya, menepuk-nepuk punggungnya. Sontak Jeno bersorak, berdiri, memeluk kakaknya dari belakang, dan tergelak ketika Jaemin berdiri. Si kecil itu melingkarkan kedua kakinya sejauh yang ia bisa ke dada Jaemin, memeluk erat leher kakaknya.
"Dasar bayi manja," gumam Jaemin sebal, tapi mau tidak mau tersenyum juga saat Jeno tertawa dan membenamkan wajah mungilnya ke tengkuknya.
Salah satu pengasuh di kelompok bermain adalah pemuda tampan berambut hitam, menyambut Jaemin di depan bangunan kecil itu. Dari kejauhan, di lapangan bersalju itu ada beberapa anak seumuran Jeno juga bermain, masih merangkak—tapi anak-anak yang sekitar tiga sampai empat tahun juga lebih banyak, bermain kejar-kejaran.
"Ong Seongwoo-Sonsaengnim?" tanya Jaemin.
"Jaemin, ya? Nenekmu sudah meneleponku kemarin. Oh iya, tolong panggil aku Ong saja...Itu yang namanya Jeno ya?" pemuda itu tersenyum ramah, mengintip Jeno yang langsung bersembunyi di balik punggung kakaknya. Jaemin menurunkan Jeno, meskipun si kecil itu langsung mencakar punggungnya.
Sang pengasuh muda berjongkok dan menyodorkan tangannya. "Halo, Jenonie, salam kenal~!"
Jeno memandangi tangan itu curiga. Pria itu terlalu mencurigakan bagi Jeno, dan ia hanya menengadah pada Jaemin dengan wajah penuh tanda tanya. Jaemin mencontohkan, menjabat tangan Ong-Sonsaengnim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Jeno ✈ nomin
FanfictionSuatu hari, Jaemin menemukan seorang bayi di depan teras rumahnya. Kisah kedua anak laki-laki ini tak bisa terlepas dari satu sama lain sejak hari bersejarah itu. Seiring pertumbuhannya apakah Jeno tetap ingin menjadi adik bayi Jaemin? Warn! Age ga...