Azalea, seorang gadis kecil yang sangat cantik merupakan satu-satunya generasi ketiga dalam keluarga Pradipta. Semua orang menaruh perhatian lebih kepadanya. Ia baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke lima sekitar dua minggu yang lalu di menara Eiffel, namun lagaknya sudah seperti nyonya besar yang sudah berumur dewasa. Menjadi yang terspesial di keluarga serta mendapat perlakuan khusus dari semua orang yang berada di sisinya, membuat gadis kecil itu terbentuk menjadi pribadi yang sangat keras kepala dan semena-mena. Namun, orang-orang memakluminya, katanya, yah namanya juga anak-anak.
Seperti pagi itu, di kediaman keluarga Pradipta yang semula sepi mendadak menjadi ramai oleh suara dan teriakan penolakan Azalea untuk pergi ke sekolah.
Ibu Dahlia Pradipta selaku nenek dari Azalea mendadak pusing dan tekanan darahnya seperti mendidih seketika. Beliau memiliki tiga putra tetapi dari ketiganya kelakuan mereka saat kecil tidak ada setengah dari sifat dan sikap Azalea saat ini. Anak itu benar-benar menguji kesabarannya. Ibu Dahlia akhirnya menyerah dalam pembujukannya kepada gadis kecil itu, lalu beliau duduk di sofa kamar Azalea yang bertemakan disney. Gadis kecil itu sungguh menyukai disney, terutama tokoh Elsa dalam film Frozen.
Sementara itu, Bagas Pradipta, putra kedua Ibu Dahlia yang sejak tadi berada di ruang makan merasakan telinganya pengang akibat mendengar keributan antara ibu dan Princessnya. Ia pun langsung melangkah menuju kamar Azalea. Padahal ia telah siap dengan setelan pakaian kerjanya, kecuali jas yang masih berada di sofa ruang tamu, rambutnya pun sudah klimis berpomade.
"Ada apa, Bu?" tanya pria itu pada ibunya saat memasuki kamar Azalea. Ia sangat kasihan kepada beliau karena usianya cukup sepuh, tak cukup kuat untuk sekedar mengikuti gerak lincah cucunya yang sudah seperti gerakan ulat bulu.
"Anak itu tidak mau bersekolah, pusing Ibu ngadepinnya" ucapnya sambil memegang pelipisnya yang sedari tadi berdenyut.
Bagas tersenyum lalu kemudian menekukkan lututnya untuk mensejajarkan pandangannya dengan Azalea, gadis kecilnya. Pria itu menatap lembut Azalea yang tiba-tiba diam.
"Kenapa Princess tidak mau sekolah? Hm?" tanya bagas dengan nada lembut. Ia merapikan anak rambut gadis kecilnya yang terlihat mencuat di sekitar wajahnya.
"Buat apa Lea sekolah, Daddy? Princess Elsa tidak sekolah tuh" ucapnya sambil bersedekap dada. Bagas menganggukkan kepalanya, ia paham arah pembicaraan gadis kecil itu.
"Princess Elsa sudah lulus, dia sangat pintar, makanya dia menang melawan musuhnya." ucapnya asal-asalan. Bagas hanya tahu bentuk visualisasi Princess Elsa, tapi tidak dengan filmnya. Ia tak pernah menonton film seperti itu karena sama sekali tidak masuk genrenya.
"Lea juga sudah pintar, Daddy" jawabnya manja. Menarik-narik dasi yang terpakai di lekukan leher Bagas.
Lea hendak mengajukan protes kembali, namun Bagas langsung mencegatnya dengan sebuah pertanyaan. Ia memiliki ide lain untuk menghadapi anak super keras kepala ini.
"Kalau Lea memang pintar dan bisa menjawab pertanyaan Daddy, Lea ngga usah sekolah deh" Ucap Bagas yang membuat Ibu Dahlia semakin pening.
"Bagas.. Apa maksudmu?" pria itu menoleh kepada ibunya lalu mengedipkan sebelah matanya. Mimik wajahnya seakan berkata; serahkan semua ini padaku, Bu. Sedangkan ibunya hanya menghela nafas panjang.
"Ok. Coba jawab Daddy. Apa nama ibukota Greece?"
"Em.... " Azalea tampak berpikir serius menggembungkan pipi sambil menusuk-nusuk dagunya, membuat Daddy dan Grandmanya gemas seketika. Lea bukannya tidak tahu, tetapi dia lupa.
Dengan ragu, gadis itu menjawab "Co.. Copenhagen?"
Bagas bersorak dalam hati. Ia langsung memekik senang di hadapan Azalea.

KAMU SEDANG MEMBACA
Miss POPPY
RomanceBagaimana kesibukan Poppy menjalani kehidupan barunya sebagai seorang pengajar? akankah ia bertahan? atau berusaha untuk tidak bertahan?