9 - Compact Disk (CD)

42.4K 3.2K 40
                                    

"Ana,"

Ana sedang sendirian di kantin fakultas sebelum Rangga datang menghampirinya. Oki tidak bisa menemani Ana karena ada urusan dengan temannya di fakultas lain.

Ketika Rangga tiba-tiba duduk di depannya, Ana tersenyum canggung merasakan beberapa pasang mata mulai memperhatikan mereka.

Dia segera menyingkirkan semangkuk bubur yang sudah kandas dan menatap Rangga dengan tatapan bertanya.

"Lagi nunggu kelas?" Tanya Rangga dengan suara lembut.

Ana mengangguk. "Iya. Kakak juga?"

"Engga, sih. Gue gak ada kelas hari ini."

"Oh, mau makan?"

Rangga menggeleng sambil tersenyum.

"Terus?" Ana mengernyit. Namanya kantin, pasti yang datang orang-orang kelaparan atau sekedar untuk bolos pelajaran.

"Gue mau ketemu lo, boleh?"

HAH?!!

Tubuh Ana lemas mendengar itu.

"Gue... ada utang, Kak?" Tanya Ana dengan suara tercekat.

Ehh... Kenapa utang lagi, sih???

Mendengar Rangga tertawa Ana merasa jadi manusia paling bodoh, "Kok bisa mikir gitu?"

Ana juga bingung. Dia cengengesan saja ditanya seperti itu. Mungkin efek sering ngutang waktu sekolah dulu.

"Engga, kok. Gue bercanda." Sambil melipat kedua tangan di atas meja, Rangga kembali melanjutkan, "Gue nunggu temen disini. Ada tugas."

Ana mengangguk paham. Dia meneguk air putih hangat miliknya hingga tak bersisa, mubadzir kalau tidak di habiskan, sekaligus juga alibi demi menutupi rasa gugup.

"Tugas Pak Gunawan gimana? Udah selesai?"

Ana menggeleng, menaruh gelas yang sudah habis ke samping mangkuk bubur, "Belum. Tapi dikit lagi sih."

Berkat Agave yang memberi pinjaman buku kemarin sehingga Ana bisa menyelesaikan tugas itu lebih cepat.

"Referensi gimana? Ada?"

"Ada." Lengkap lagi. Lanjutnya dalam hati.

"Banyak dan terpercaya gak?"

Ana berdesis pelan, "Ngga banyak, tapi semoga terpercaya."

Rangga hanya menanggapi perkataan Ana dengan memandang wajahnya lekat. Senyuman tipis Rangga memang paling jago bikin perempuan salah tingkah, dan Ana bukan pengecualian.

"Kak?" Tegur Ana supaya Rangga tidak menatapnya lagi. Tapi rupanya Rangga harus di tegur dua kali hingga membuat kedua matanya mengerjap.

Iya, Ana juga tau. Pesonanya memang sebesar itu....

"Kalo kurang atau lo butuh apa-apa, hubungin gue aja, ya. Gak usah sungkan." Rangga tersenyum lebar.

Haduhh, Tuhan... Gak kuatt... Senyumnya manis banget!

Sejenak Ana hanya diam. Senyuman itu membuat wajah Rangga berkali lipat lebih bersinar.

Namun dering ponsel Ana mengalihkan perhatiannya. Dengan malas dia melihat notifikasi pesan yang masuk, lalu berdecak melihat nama si pengirim.

Agave F. Andromeda :
Inget kan? Kemaren gue bilang pinjaman gue gak gratis.
Sekarang gue minta bayarannya.

Penganggu!!

PHILOSOPHIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang