21 - Pernyataan

35.3K 2.9K 32
                                    

"Ini masih mau lanjut jalan gak? Apa lo mau diem di sini sampe mereka dateng godain lo?" Ana melirik sekumpulan lelaki yang berkumpul di amphitheater.

"Gak. Balik aja." Ana berbalik diikuti Arka. Namun belum juga melangkah, seseorang dari sekumpulan lelaki disana memanggil namanya. 

"Ana,"

Tidak hanya Ana yang terkejut melihat siapa yang datang menghampirinya. Arka bahkan sampai membuka mulutnya lebar-lebar.

Kenapa bisa ketemu disini ????

📖

"Kak Rangga ngapain disini?"

Ana melirik Arka dari samping. Sial. Dia kalah cepat.

"Lagi kumpul aja sama temen-temen," Rangga menunjuk sekumpulan lelaki di belakangnya.

Ya ampun!! Jadi daritadi Ana berbincang dengan Arka ada Rangga di belakang mereka? Untung lagi nggak membicarakan dia.

"Kalian sendiri ngapain?" Rangga bertanya balik. Menatap Arka dan Ana bergantian.

"Ini, nemenin yang lagi galau." Ana menatap horor Arka yang baru saja menunjuknya.

Kalau tidak ada Rangga, sudah Ana pastikan Arka tidak ada bedanya dengan serangga yang dimakan bunga Raflesia.

Melihat Rangga yang tersenyum tipis sambil memandangnya, Ana tidak kuasa bersemu. Bukan karena senang, tapi karena malu.

"Kebetulan gue juga udah mau pulang. Kalian mau main kemana lagi abis ini?"

"Nah pas banget," Arka menjentikkan jemarinya. "Sebenernya gue udah mau balik kak, tapi katanya Ana masih pengen jalan-jalan. Lo bisa temenin gak?"

Ana mencubit keras perut Arka. Sialan, ngomong yang nggak-nggak aja!

"Sakit, Na," Rengek Arka sambil mengusap perutnya.

Ana mendengus kesal.

"Kenapa?" Rangga mengernyit merasa ada yang tidak beres. "Gue bisa kalo Ana masih butuh teman."

Yang paling bersemangat saat mendengar itu bukanlah Ana. Melainkan Arka. Dia bahkan sampai bertepuk tangan saking girangnya.

Tuh kan.. Jadi salah paham... Mungkin Rangga pikir Ana malu dan tidak ingin merepotkannya untuk ditemani jalan-jalan, makanya mencubit perut Arka.

"Yes!!" Sorak Arka. "Ya udah, gue duluan kalo gitu. Emak gue udah bawel minta dibeliin minyak angin. Bye, Na!" Arka menepuk bahu Ana lalu dengan senang hati menjauhi mereka.

Meninggalkan Ana dan Rangga berdua.

"Loh? Arka?" Ana menatap sendu punggung Arka. Tapi yang di panggil malah melambaikan tangan tanpa berniat membalikkan tubuhnya. "Arka???!!" Panggil Ana agak keras. Namun tetap saja Arka menulikan telinga.

Dasar siluman patung pancoran!!  Perasaan tadi gue yang minta balik...

Ana berdecak, sosok Arka sudah hampir menghilang di belokkan sana. Tidak ada tanda-tanda bahwa Arka akan kembali dan mengantarnya pulang. Sepertinya Arka benar-benar ingin melihat Ana mati kutu dihadapan Rangga.

Ana menghela nafas lelah. Sedih hilang, dendampun datang...

"Jadi," Rangga bersuara memecah kecanggungan yang semakin terasa, "Lo mau kemana?"

📖

Setelah dibuat menunggu sebentar untuk berpamitan dengan teman-temannya, Rangga membawa Ana ke tempat yang lebih sepi walau masih di kawasan yang sama.

PHILOSOPHIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang