4. NGE-DATE?

36 12 11
                                    


Selamat membaca

***

Pukul empat lebih lima, Nadira baru sampai didepan rumah. Lagi-lagi Vano membuat masalah dengannya. Tadi siang ia bilang bahwa nanti mereka akan pulang bersama, tapi apa? Itu hanya omong kosong. Ia tega membuat Nadira menunggu di depan gerbang seperti orang hilang. Nadira sudah menunggu satu jam lebih, namun Vano tak kunjung datang. Ingin mengirimi pesan tapi ponselnya mati. Terpaksa ia harus naik angkutan umum untuk sampai ke rumah.

Dan sekarang, Nadira baru sampai di depan rumah dengan wajah yang lesu. Ia lelah, apalagi tadi tidak kebagian tempat duduk, ia harus berdiri, di tambah lagi banyaknya penumpang membuat sesak dan bau yang kurang sedap akibat keringat banyak orang yang bercampur menjadi satu.

Ia ingin mandi. Buru-buru ia masuk rumah dan berjalan ke kamarnya. Baru saja sampai anak tangga, ia melihat Vano turun dari atas sambil mengenakan jaketnya.

"Ikut gue yuk," ajak Vano saat sudah di depan Nadira.

"Ck, enak banget ya kalau ngomong. Emangnya lo nggak berasa bersalah?" Jawab Nadira sambil kerkacak pinggang.

"Oh, soal tadi. Maaf ya tadi gue ada urusan mendadak, nganterin pulang Sheryl."

Nadira memutar bola mata malas, "Oh, sekarang lebih mentingin tu cabe ketimbang gue?"

"Nadira sayang dia punya nama, Sheryl. Dan untuk tadi siang gue ninggalin lo gue minta maaf ya."

"Nggak di maafin."

"Ya udah mau di beliin apa?"

"Beneran?"

"Ya, tapi lo harus maafin gue."

"Sip, kalau gitu gue mau es krim Viennetta lima, gimana?"

"Emang ada? Es krim itu kan udah punah."

"Enak aja, udah come back, makanya update!"

"Ya udah di beliin, tapi di maafin!"

Nadira manggut mengerti. Ah, mudah sekali membujuknya. Hanya beri apa yang ia inginkan, seperti anak kecil tapi Vano menyukainya.

Vano mengacak-acak rambut Nadira gemas, "Ya udah ikut gue yuk?"

"Nggak ah, capek baru pulang. Mau mandi bau asem."

"Nggak kok, wangi. Urgent ini!"

"Penting?"

"Hmm," singkat Vano. Ia langsung menarik tangan Nadira agar mengikutinya.

Nadira hanya pasrah, mungkin memang terjadi sesuatu pada kafe sehingga mau tidak mau Vano harus segera kesana. Apa lagi yang lebih penting bagi Vano kalau tidak kafe?

Vano hanya diam dibalik kemudi, ia hanya fokus pada jalanan sedangkan Nadira hanya mengamati lalu lalang kendaraan dari balik kaca mobil.

Setelah sampai di perempatan lampu merah, Vano melajukan lurus mobilnya. Padahal arah ke kafe seharusnya belok ke kanan.

"Van, bukannya salah arah? Kafe kan harusnya belok ke kanan, kok Lo lurus sih?

Vano mengangkat satu alisnya, bingung akan pertanyaan Nadira.

"Emang siapa yang bilang ke kafe?"

"Lo bilang tadi penting, apa lagi coba yang nggak lebih penting buat lo selain kafe?"

"Ada," Vano menggantungkan ucapannya.

"Apa?" Tanya Nadira.

"Perjuangin dia yang ku cinta," kekehan Vano terlihat sehabis mengucapkan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AksaRa [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang