Kaktus

3.8K 363 35
                                    

Sigh.

Entah sudah keberapa kalinya Nanon menghela napasnya. Suasana kelas sudah kosong, tinggal dirinyalah seorang---oh, ditambah...

"Ohm bego," gumamnya.

Di ruang kelas itu, hanya ada Nanon dan sebuah tanaman berpot merah muda. Sebuah kaktus, tepatnya. Dari sisi mana pun ia lihat... sama sekali tidak ada bagusnya.

"Bego banget sih!" umpatnya kesal. Ia mendengus. Orang yang memberinya kaktus itu mungkin benar-benar bodoh, ya?

Siapa?

Siapa lagi yang ia maksud kalau bukan teman hidupnya: Ohm Pawat.

Memang, beberapa hari yang lalu Nanon ngode minta dibelikan hadiah pada Ohm. Memang benar pula, ia memang bilang kalau ia ingin punya tanaman... yang lucu, gemas-gemas gitu, yang terpenting bisa dirawat mudah di rumah. Lalu, si jelek itu memberinya... kaktus.

... APA LUCUNYA KAKTUS SIH?!

Semakin dipikir, makin kesal ia jadinya. Masa gitu aja ga ngerti, Ohm? Tanaman yang lucu... Kaktus gitu? Lucunya dari mana sih? Buat diketawain aja ga bisa!

"Ha.... Ha...." tawanya sarkas. Ia lalu kembali manyun.

"SPAAADAAAA!"

Suara bocah tengik itu membuat Nanon mendesis. Ia bangkit dari kursinya, meraih tasnya, sebelum tangan besar Ohm melingar di lehernya. Tanpa segan, Ohm mengecup pipi Nanon gemas.

"Ish... malu...." Pipinya sontak memerah. Amarahnya melesap, berubah menjadi debaran kencang. Duh, Ohm selalu saja membuatnya jadi aneh begini.

"Malu?" tanyanya polos. Bego sih lebih tepatnya.

Nanon mendesis, "Nanti ada yang lihat..."

"Sepi kok, udah pada balik juga," balas Ohm ngeles. Nanon hanya mendecak. Bukannya minta maaf, Ohm justru memeluknya lagi.

"Mau ke mana tadi?" tanya Ohm.

"Pulang."

"Aku ditinggal, Ay?" tanyanya. Wajahnya merengut, persis seperti anak kecil yang tidak dibolehkan jajan gulali oleh orang tuanya. Anak kecil sih lucu ya, lah ini? Badan segede gitu, sok ngambek-ngambek lucu gitu.

Lho, Nanon, kok "lucu" sih?

"Ahh," Nanon melepas pelukan Ohm. Harusnya ia yang ngambek sekarang. Kaktus. Hih.

"Kamu kenapa?"

Nanon diam saja. Ohm menatap kekasihnya itu, kemudian melirik ke arah kaktus yang baru tadi pagi ia berikan.

"Kamu ga suka kaktusnya?"

Nanon cemberut. Jujur, bukannya tak suka... hanya saja...

"Kalo kamu ga suka, ga apa-apa."

Nada bicara Ohm mendadak berubah. Aura sedih menyelimuti wajahnya. Nanon jadi tak tega melihatnya, lalu memeluk pemuda itu.

Sambil memeluk Ohm, Nanon berkata, "Maaf, ay..."

Tangan kanan Ohm mengusap rambut Nanon yang mulai tumbuh panjang. Ia tidak berkata apa-apa, hanya semakin mengeratkan pelukannya. Nanon selalu suka berada di pelukan Ohm begini. Rasanya nyaman. Segala perasaan buruk seperti sirna seketika.

"Kamu... tau ga, kenapa aku kasih kamu Kaktus?" tanya Ohm sambil melepas pelukannya. Nanon menggeleng. Ohm kemudian memegang kedua pipi Nanon lembut.

"Kaktus itu... kuat," Ohm mengusap pipi Nanon, "Walau di masa sulit, dia tetap bertahan."

Nanon terdiam. Matanya beradu pada sorot Ohm yang serius. Entah kenapa, Ohm selalu terlihat keren kalau sudah begini.

"Aku mau kita kayak kaktus, Non. Walau nanti ada masalah, kita tetep bertahan sama-sama."

Pipi Nanon menghangat. Ohm tersenyum sejuk. "Selain kuat, kaktus juga mandiri dan sabar. Kayak kamu."

"Aku?" tanya Nanon tak yakin. Ohm mengangguk.

"Makanya, cuma kaktus yang cocok buat kamu. Emang, kaktus... kesannya ga keren ya... Tapi semua sifat kaktus yang keren itu ada di kamu."

Hening menyelimuti mereka berdua. Degup jantung Nanon kembali cepat. Perasaan yang tak ia mengerti, tetapi selalu ingin ia rasakan lagi dan lagi. Perasaan itu hanya muncul saat ia bersama Ohm.

Cinta kah? Entah kenapa rasanya kata itu terlalu menggelikan untuk diucapkan. Namun, satu hal yang Nanon yakini, perasaan itu adalah perasaan yang membuatnya sangat nyaman.

Maka, Nanon memeluknya lagi. Ohm mengusap punggung pemuda itu sambil tersenyum.

"Kaktus juga lucu kan?" nada bicaranya sudah ceria lagi. Nanon manyun---kali ini ia pura-pura sebal agar Ohm tak menyadari kalau sebenarnya ia sedang teramat gugup setelah mendengar penjelasan Ohm tadi.

"Lucunya apa sih, enggak lucu sama sekali ya!" kata Nanon sambil meraih tasnya, kemudian beranjak pergi meninggalkan Ohm.

"Ay! Kaktusnya?"

Nanon berbalik, segera mengambil kaktus pemberian Ohm sambil tersenyum, "Makasih ay." Jelas, yang tadi itu cuma bercanda. Kaktusnya sebenarnya memang lucu. Apalagi setelah mendengar penjelasan Ohm barusan... rasanya jadi senang sekali.

Ohm terkekeh mendengarnya. "Eh, kamu bener deh. Kaktusnya ga lucu. Soalnya yang lucu cuma kamu.... hiyaaaa! Ay! Sakit!"

Nanon mencubit lengan Ohm. Cubitan pelan sebenarnya, tapi Ohm sok meringis saja. "Ay, sakit nih bekas cubitnya... cium dong biar ga sakit lagi?"

"Dih! Mana ada? Ini aja kaktus aku lempar ya ke tangan kamu?"

"Y-ya jangan dong ay!"

Obrolan mereka pun mengalir begitu saja, seiring langkah mereka menuju jalan pulang.

==/==




macarons. ohmnonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang