Namanya Viona, gadis ceria yang menemaniku sejak di bangku kelas satu SMA. Dia baik, sangat baik, walau seringkali kecerobohan dan keteledorannya membuat Viona banyak tak disukai oleh orang lain.
Sedang namaku adalah Yessica Tamara, gadis pendiam yang hanya memiliki satu teman. Ya, Viona lah orangnya. Sejak kecil aku cenderung menutup diri atas kehadiran orang baru dalam hidupku. Seperti enggan untuk bersosialisasi, aku lebih senang menghabiskan waktu dengan seorang diri. Hingga akhirnya, Viona berhasil masuk ke dalam kehidupanku.
Kehidupan SMA-ku, aku habiskan dengan selalu bersama Viona. Kehadiran Viona bagiku seperti rapsodi indah yang mengalun di dalam relung jiwaku yang sunyi. Tawa serta candanya, yang walau kadang hanya ku respon dengan tatapan bingung, namun berhasil mewarnai setiap detik hari-hariku.
"Tamara, kamu cantik."
Ucapan itu, bahkan aku sudah mendengarnya sebanyak dua puluh lima kali hari ini, dan Viona seperti tak kan bosan untuk mengulangi kalimat itu, bahkan seribu kali banyaknya.
Dan aku pun begitu, seperti tak kan bosan untuk mendengar kalimat itu, bahkan seribu kali banyaknya.
Sepulang sekolah, saat matahari hendak undur diri, Viona selalu mengajakku ke pantai yang tak jauh dari sekolah. Dengan motor vespa merahnya, serta ditemani hembusan angin, aku selalu menikmati setiap detik berharga itu. Bersama Viona, diatas vespa, dan ditemani hembusan angin.
Aku selalu menyandarkan daguku diatas bahu kirinya, sedang tanganku melingkar bebas dipinggangnya. Dan Viona, selalu berceloteh apa saja.
"Mungkin saat kamu masih dalam proses pembuatan, Tuhan tak sengaja menumpahkan cairan kecantikan yang berlebihan kepadamu. Buktinya, kamu seribu kali lipat lebih sempurna dari apapun."
Aku tertawa kecil menanggapi ucapan Viona barusan. Terdengar berlebihan, namun aku menyukainya.
Sembari mengeratkan pelukanku pada pinggangnya, aku turut memejamkan mata dan menghirup udara yang berhembus kencang.
Setiap detik bersama Viona, adalah berharga.
Ketika telah tiba di bibir pantai, jari-jemari Viona yang hangat selalu menggenggam erat jemariku, yang mana hal ini adalah bagian terindah yang ingin selalu kuulang, bahkan untuk seribu kali banyaknya.
Dari sebelah kiriku, Viona terus mengarahkan kamera jadul miliknya kearahku. Memotret wajahku entah sudah berapa kali banyaknya.
"Aku benci matahari terbenam."
"Kenapa?"
"Pergantian siang dan malam seperti penanda bagiku bahwa kita harus mengakhiri hari dengan kembali ke rumah masing-masing. Dan aku tidak suka. Aku mau bersama kamu terus, Tamara."
Seperti tertohok oleh ribuan bilah pisau, hatiku perih mendengar ucapan Viona barusan. Karena sejujurnya, aku harus menghilang dari kehidupan Viona.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorai
Fanfiction"Kau memang manusia sedikit kata." Aku menoleh kearahnya yang berada di sebelahku. Sedang Ia terus menatap hamparan laut luas dengan ombaknya yang tenang. "Bolehkah aku berbicara?" Aku hanya mengangguk menanggapi pertanyaannya barusan. Rasanya tiad...