Adira K.L

19 5 2
                                    

"Raka?" Raka tersenyum. Jingga mengucek matanya mencoba memastikan.

"Aku antar gimana?" Jingga membuka mulutnya terkejut. Jangan! Jingga jangan sekalipun pulang bersama teman sekolahnya. Kalau sampai iya, tamatlah riwayatnya.

Jingga menggeleng, cukup membuat Raka menaikkan alisnya, bingung. Sampai saat ini, belum ada perempuan yang menolak ajakan pulang barengnya. Dan Jingga? Oh no!

Raka kembali merubah rautnya seakan meminta alasan. Namun Jingga masih diam dan kaku di-posisi-nya.

Tanpa banyak basa-basi Raka menarik tangan Jingga membuat sang empu tersentak. Cewek itu mencoba melepaskan cengkraman tangan Raka yang bisa saja membuat tangannya memerah.

Raka menyadari bahwa sikapnya menyakiti cewek itu. Dia melepaskan cengkraman nya dan mensejajarkan tinggi mereka. Jingga memejamkan matanya, grogi.

Perasaan aku kenapa sih?

Raka terkekeh melihat raut grogi Jingga. Cowok itu kembali berdiri tegak dan menaikkan dagu Jingga hingga sang empu membuka matanya.

Jingga menatap Raka. Ada sorot khawatir, grogi, dan juga kesal. Jingga melepaskan tangan Raka dari dagunya lembut, "Aku mau pulang" Ucapnya, lalu berbalik dan mulai berjalan meninggalkan Raka.

Raka tak bisa diam begitu saja. Dirinya yang keras kepala dapat menghalalkan segala cara agar Jingga mau pulang bersamanya. Cowok itu mengejar Jingga yang sudah beberapa langkah menjauh. Bukan sesuatu yang sulit mengejar Jingga yang langkahnya sangat kecil ketimbang dirinya.

Raka menahan tangan Jingga. Matanya menatap mata Jingga dalam, seakan memohon agar dirinya boleh mengantar cewek itu pulang.

Lagi-lagi Senja melepaskan cekalan Raka penuh kelembutan "Maaf, tapi kamu gak bisa antar aku pulang" Raka menatap Jingga meminta alasan. Lebih tepatnya menuntut agar Jingga memberi alasan yang membuatnya tau dan jelas.

"Apapun alasannya, kamu gak perlu tau" Raka mengalah, oke dia kalah kali ini namun tidak besok, lusa, atau seterusnya.

"Tapi, temani aku makan, gimana?" Jingga tampak berfikir sebentar lalu kembali menggeleng. Raka menghela nafasnya, harus bagaimana lagi membujuk cewek itu agar mau berdua bersamanya?

Raka berfikir, berfikir, berfikir, dan ketemu! "Makan di perempatan depan, atau aku antar pulang?"

***

Jingga membuka gerbang ragu-ragu. Sial! Kenapa dia mau saja menunggu Raka makan tiga mangkok bakso?! Kalau begini, dia yang akan terkena amukan ibunya dan Vier.

Cewek itu berjalan pelan. Sekarang menunjukkan pukul lima sore dan pasti Vier sedang duduk manis didepan ruang keluarga. Sudahlah! Jingga pasrah saja.

Jingga membuka pintu rumahnya. Terpampang wajah Santi-- ibu Jingga -- yang sedang berkacak pinggang.

"Enak ya?! Ngapain aja kamu jam segini baru pulang hah!?" Jingga mengeratkan pegangannya pada tali tas. Cewek itu sudah keringat dingin karna dia akan tau apa hal selanjutnya terjadi.

Protect MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang