Kucing

22 2 0
                                    


Makan malam ini, Adis sendiri. 

"Diss ?" tiba-tiba ada pesan whatsapp dari nomor tidak di kenal.

"Ini siapa?"

"Gilang.. anak BEM" balasnya. Seketika Adis terdiam. "Ini anak ngapain sih" gumamnya. Adis langsung menelfon Putra.

"Masss, lo ngasih nomer gue ke Gilang?"

"Dis, bentar .. sabar dulu.."

"Sabar gimanaaa, orang udah ngechat ini, kan dibilangin ga mau"

"Dis, kasian.. dia kan butuh semangat buat daftar BEM jadi ketua.. setidaknya lo bisa jadi inspirasinya Dis"

Adis mematikan telfon. Adis terdiam. Lalu, tiba-tiba notif whatsapp-nya pun kembali muncul.

"Dis, ini Gilang. Ada yang mau diomongin"

Berkali-kali Adis menahan untuk membalasnya. Namun, rasa kepo nya tidak tertahan lagi.

"Iyaa, apa?" balas Adis.

"Jadi gini.. kemarin gue ketemu sama Putra. Gue nemu kertas sobekan lo didekat meja bakwan. Putra bilang ini punya temennya, namanya Adis. Disitu gue liat, lucu gambarnya terus gue minta dikenalin sama lo , Dis" balas Gilang.

"Terus ?"

"Di Kantin sebelum jum'atan, kan lo liat gue sama Putra.. Putra bilang, ke gue lo beda. She doesn't even know me. Misterius. Judes. Galak. But unique. Dan pas ketemu lo di parkiran, gue ga akan nyerah Dis" balas Gilang

Untuk Adis, bumi bukan tempat yang cocok untuk dihuni. Sambil memasangkan headseat ke telinganya, Adis membaca chat lama Adis dengan Putra. Saat Putra marah, saat Putra khawatir Adis sakit, dan tentunya saat Adis sedang ada masalah. Ia memejamkan matanya, seakan masuk ke dalam dunia bayangannya yang lebih ia sukai ketimbang yang nyata.

"Dis.. assalamualaikum.. Diss"

Panggil Intan didepan rumahnya. Yaa, Intan adalah tetangga Adis. 

"Iyaa, waalaikumsalam Tan"

"Dis, makan yuk. Keluar" ajak Intan dengan mata sembabnya.

"Lo kenapa Tan?" 

"Ga apa-apa Dis..." lirih Intan

"Cerita sama gue"

"Nadif, Dis.. Gue putus sama dia, dia milih cewe itu" lirih Intan

Adis memang sering dijadikan tempat curhat masalah perbucinan teman-temannya. Padahal, ia sendiri tidak pernah bisa membuka hatinya sejak kejadian tahun lalu itu. Yaa, Adis pernah gagal menikah. Bukan karena Adis tidak laku. Hanya saja luka yang tergores sangat dalam. Sakit.

"Yaudah, malam ini lo di rumah gue ya Tan. Gue temenin. Lo boleh ngacak-ngacak kamar gue. Lo boleh cerita apa aja. Besok gue libur, ke kampus cuman kerkom doang"

Akhirnya malam itu Intan menginap dirumah Adis.

"Dis, lo tau Gilang kan?"

Adis yang tadi sedang memotong bawang untuk bikin nasi goreng menjadi terdiam.

"Kenapa emang?"

"Engga Dis, kemarin sebelum putus.. Nadif bilang kalo Gilang nanyain lo" sahut Intan

"Ohh, engga tau" balas Adis yang ingin sudah mengakhiri percakapan itu

"Dis, dia baik loh. Mau nyalonin jadi ketua BEM juga"

"Dis.. lo denger ga sih"

"Diem, lagi motong bawang" sahut Adis

"Lo sadar ga sih, lo cuman fokus sama sakit lo. Tanpa nyari solusi buat sembuhinnya" sahut Intan. Adis yang mendengar itu langsung terdiam dan teringat kisah masa lalunya.

Tahun lalu, Adis pernah menjatuhkan hatinya sejatuh-jatuhnya. Adis pernah merangkai mimpi dan masa depan indah dengan mudahnya bersama seorang pria. Seakan semua berjalan mulus menuju gerbang kata "Sah". Singkat cerita setelah seminggu dari ikatan itu.. Adis dan pria tersebut memutuskan berpisah karena ada masalah besar. 

Berbulan-bulan Adis mencoba bangkit sendiri, menahan keterpurukan dan menyusun puing-puing harapan juga mimpi yang sempat pecah berserakan. Hingga akhirnya Adis bisa terlihat baik-baik saja seperti saat ini.

"Gue bukannya ga mau buka hati , Tan" lirih Adis

"Gue belum siap, dan gue belum nemu orang yang bisa ajak gue bangkit menuju mimpi dan harapan gue dulu Tan"

"Gue ga bisa kaya lo Tan.. Gue ga bisa" tambah Adis

"Putra selalu ada buat lo, lo sadar ga?" celetuk Intan

"Dia sahabat gue , Tan. Dia kakak gue. Kita ga ada apa-apa Tan" 

"Ya lo yang bilang gitu, hati Putra siapa yang tau?" sambung Intan

Malam itu, percakapan hanya membahas sosok Putra hingga tertidur lelap.

Jam 06.00 Intan pamit untuk pulang. Adis yang memang hobi tidur hanya menyaut ala kadarnya. 

"Dissss Adiissssss" tiba-tiba Putra sudah ada didepan rumahnya.

"Lo ngapain mas? masih pagi, belum mandi, baru bangun" sahut Adis

"Ayo otw. Kerkom ih"

"Ih masih pagi banget"

"Dis, ayoooo buru mandi" suruh Putra

"Iyaaa iyaa bentaaarrr"

Sejam kemudian, Adis selesai bersiap-siap.

"Ayo mas"

"Sarapan dulu gak?" tanya Putra

"Engga, engga usah"

"Bala-bala kantin?" tanya Putra

"Iyaaaaa" sahut Adis setengah sadar

Sepanjang jalan Adis tertidur di punggung tas Putra. Jelas, Adis memang hobi tidur dan sering dijuluki Putri Tidur.

"Mas, Adis ke kantin dulu"

"Iya, cepet ya ntar keruang 26"

Adis menyusuri jalan ke kantin. Disana ia berpapasan dengan kakak kelasnya. Yaaa, kakak kelasnya. Nama dan muka nya familiar. Karena ia salah satu aktivis kampus yang bisa dibilang sangat terkenal.

Setelah membeli bakwan dan bala-bala hangat, Adis menjuju ruang 26. Dari kejauahan, dilihatnya di depan ruang 26, Putra sedang memberi makan kucing. Adis menghampiri Putra dan kucing tersebut.

Tidak lama kemudian , kakak kelas yang tadi dilihatnya ternyata duduk disebelah ruang 26. Dengan seorang wanita.

"Mas, itu kang Fikri kan?" tanya Adis

"Iya Dis, kenapa?"

"Itu pacarnya Mas?"

"Sama-sama anak DPM sih" jawab Putra

"DPM ? ohh dia DPM ?"

"Setau Mas sih belum punya pacar.. tapi iya deh kayaknya, beberapa kali duduk bareng cewek itu" jawab Putra

"Oohh.."

"Kenapa Dis?"

"Tadi pas-pasan sama dia, kayaknya bukan sekali dua kali sih liat dia. Cuman baru tau jelas aja hehe" jawab Adis

Entah kenapa sejak pertemuan terakhir dengan kakak kelas itu, Fikri. Adis penasaran. Walaupun Adis tau, mungkin wanita itu adalah pacarnya. "Jelas terkenal, tidak mungkin tidak memiliki pacar" sahut Adis dalam hati.

Jatuh cinta ? Bukan. Tapi, entahlah.

Kucing,

Seperti menjadi saksi bisu saat itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

W A K T UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang