Previous part:
Yifan terus uring-uringan karena putrinya malah bersenang-senang di hari ulang tahunnya tanpa memberinya ucapan selamat. Tapi apa benar Marilyne, putri Yifan, benar-benar melupakan ulang tahun ayahnya?
Part 2
Beijing, China. 5th November 2014. D-1. 11.14 PM
Bel di rumah Luhan terus berbunyi. Pria yang tengah bersantai di rumah seorang diri itu melangkah menuju pintu dan membukakan pintu untuk tamunya. Batinnya bertanya-tanya siapa yang datang bertamu ke rumahnya selarut ini?
“Halo, paman!” sapa tamu itu.
“Marilyne?” mata Luhan membelalak lebar. Tidak bisa dipungkiri jika ia merasa cukup terkejut. Terlebih saat ia mengingat cerita Yifan di telepon beberapa hari lalu tentang betapa kecewanya pria itu karena Marilyne putrinya tidak bisa datang saat hari ulang tahun Yifan.
“Jadi…apa aku boleh masuk atau hanya akan berdiam di depan rumahmu, paman?” pertanyaan Marilyne membuyarkan kekagetan Luhan.
“O…oh, masuklah.” Luhan menyingkir memberi jalan lalu menutup pintu dan mengikuti Marilyne ke ruang tengah. “Kukira Yifan memberitahuku jika kau tidak bisa datang,” kata Luhan. “Oh ya, kau mau minum?” tawar Luhan.
“Aku mau…coklat panas,” sahut Marilyne. Luhan bergegas menuju ke dapur untuk membuatkan tamunya itu minuman.
“Jadi bagaimana bisa kau ke Cina? Kupikir kau begitu sibuk dengan kuliahmu,” tanya Luhan dengan suara agak keras sembari membuat coklat panas di dapur.
“Aku beruntung karena aku mendapat jatah libur karena tim basketku menang lagi. Walau liburnya hanya sampai Senin depan.” Marilyne membolak-balik majalah bulanan yang tergeletak di meja Luhan.
Luhan datang sambil membawa coklat panas yang uapnya mengepul naik keatas. Aromanya pasti menggoda siapa saja yang meminumnya.
“Xiexie, paman.” Marilyne menyesap coklat panasnya perlahan. “Mmm, ini enak sekali. Yeoksi!”
“Jadi apa kedatanganmu ke rumahku ini adalah kejutan untuk ayahmu?” tanya Luhan langsung to the point.
Marilyne menjentikkan jarinya. “Yup! Huaaa, paman pintar sekali. Tapi jangan bilang ayah soal ini, ok? Ah ya, karena ulang tahun ayah adalah besok dan aku masih terkena jet lag, apa aku bisa menginap di sini malam ini, paman? Besok setelah energiku pulih aku akan segera pergi ke Guangzhou.”
“Eo, tentu saja.” Luhan mengangguk. Bagaimana mungkin ia menolak permintaan dari anak sahabatnya yang sudah seperti keluarga sendiri? “Besok aku juga akan ke Guangzhou. Kau mau ikut pergi bersamaku?”
“Tidak akan seru jika kita pergi bersama-sama. Aku juga tidak yakin bisa bangun pagi besoknya. Jet lag ini benar-benar menyiksaku,” erang Marilyne sambil menggerak-gerakkan tubuhnya.
“Geurae. Tidak apa-apa.” Luhan tersenyum mengerti.
“Tapi ngomong-ngomong dimana bibi dan Junjie ge? Aku baru sadar kalau rumah paman sangat sepi.” Marilyne melongok-longokkan kepalanya mencari istri Luhan dan putra Luhan.
“Bibi sedang pergi ke Shanghai dan Junjie ke Macau bersama teman-temannya,” jawab Luhan.
“Padahal aku ingin bertemu Junjie ge.” Bibir Marilyne sedikit mengerucut. “Aku tidak punya salah apa-apa pada Junjie ge kan, paman? Dia selalu kelihatan tidak suka tiap kali melihatku,” kata Marilyne pada Luhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beside You
FanfictionA short story dedicated for Wu Yifan. Actually, it should be published on yifan's birthday but I was so busy.