MY LIFE 2

1 0 0
                                    

Tak ada yang istimewa di hari ini, karena semua yang kulalui hari ini sama saja dengan hari hari sebelumnya. Bangun pagi, bersekolah hingga sore hari, pulang kerumah, dan tidur. Itu adalah siklus kehidupanku. Ku pandangi langit langit kamarku dengan tatapan sendu. Entah apa yang membuatku seperti ini. Hatiku terasa kosong, aku membutuhkan sesuatu untuk mengisinya. Bukan, bukan dengan percintaan yang alay, namun aku menginginkan sesuatu yang tidak aku pahami.

Tring..

Ponselku berbunyi menandakan ada pesan masuk lewat WhatsApp, aku membukanya ternyata itu dari anak buahku. Aku mempunyai sebuah bengkel otomotif untuk motor dan mobil, itu adalah pemberian dari kakekku dua tahun yang lalu. Kakek tau kalau aku menyukai dunia otomotif, aku tidak tau persis kapan aku mulai menyukai hal ini, tapi yang ku rasa sudah sejak aku duduk di bangku sekolah dasar hingga kini aku masih sangat menyukainya.

Mungkin aku lebih condong menyukai motor di bandingkan dengan mobil, aku mempunyai beberapa koleksi motor. Aah, sudahlah jangan membahas tentang motorku. Kini aku sedang bersiap untuk mengunjungi bengkelku, karena tadi anak buahku mengatakan ada pelanggan VIP yang ingin menemuiku secara langsung untuk memodif mobilnya.

Aku menuruni anak tangga dan ku dapati kakek sedang duduk sambil membaca koran hari ini. Aku menghampiri dan mencium pipinya yang sudah sangat keriput. "Tumben kakek pulang cepet?" kakek tersenyum melihatku "Emang kakek gak boleh pulang cepet gitu? Hari ini kakek cukup penat untuk bekerja." Aku memahaminya, karena bagaimanapun usia kakek sudah tidak muda lagi. Walaupun usia kakek sudah menginjak kepala tujuh, namun ia masih terlihat sangat sehat.

"Kalo gitu Ara kebengkel dulu yah kek. Sebentar doang ko. Janji gak bakal lama deh." Ujarku meyakinkan kakek, karena aku tidak tega untuk meninggalkan kakek sendirian di rumah. Ya walaupun ada pembantu rumah tangga disini, tapi rasanya akan berbeda dengan keluarga sendiri. Itu yang aku rasakan ketika aku masih nenek telah meninggal, dan kakek yang sedang bekerja. "Baiklah, jangan malam malam pulangnya yah. Nanti kita makan malam bersama" kakek mengelus puncak kepalaku dengan penuh kasih sayang. Aku mengangkat jempolku untuk mengatakan 'siap'. Setelah itu aku langsung pergi ke bengkel.

Beliau mempunyai sebuah perusahaan yang mengelola di bidang Transportasi darat maupun laut, jadi beliau paham akan kehobianku. Bukan kakek tidak percaya dengan orang yang dekat dengannya untuk mengelola perusahaan itu, tapi kakek hanya ingin memberikannya langsung kepadaku dan Abangku saja.

Kakek hanya mempunyai satu anak saja yaitu ayah ku, namun karena kesalahan di masalalu yang sangat fatal bagi kakek, jadi ayahku tidak mendapatkan apa apa dari kakek kelak ia tiada. Itu yang aku ketahui saat ini, namun dengan kesalahan yang ayahku perbuat aku sama sekali tidak mengetahuinya.

Setibanya di bengkel aku langsung di suguhkan dengan pemandangan yang sangat luar biasa. 'Ini keknya mobil Hamilton deh. Ngapa ada disini ya?' Kupandangi mobil yang berada di depanku cukup lama hingga tadi mas Alen menegurku. "Dek orangnya nungguin dari tadi di ruangan kamu tuh." Aku langsung tersadar dari ketertarikan dengan benda yang aku impikan dari pertama kali aku melihatnya, namun hingga kini aku belum bisa memilikinya dikarenakan tabunganku belum cukup untuk membelinya.

"Aah, iya mas. Duluan yah mas." Aku bergegas menuju ruanganku yang berada dilantai dua. Aku memutar knop pintu yang menjadi ruanganku ini, dan aku melihat ada seorang laki laki yang duduk dengan santainya di sofa. Aku tersenyum menghampirinya dan dibalas senyum pula dengannya.

"Anda pasti yang punya tempat inikan? Saya Zofran" tanya ia dengan senyum yang tak terlepas dari bibirnya. "Benar. Saya Azkiara, anda bisa memanggil saya Ara. Silahkan duduk." Tawarku padanya, sedangkan aku berjalan menuju kulkas mini yang berada di pojokan ruangan untuk mengambil minuman untuknya. "Waah, ternyata kamu terlihat lebih muda dari yang saya kira yah?" aku terkekeh mendengarnya,"heheh, bukan hanya anda yang mengatakan bahwa saya masih sangat muda, karena memang saya masih duduk dibangku sekolah menengah atas."

Ku melihat ekspresinya yang terkejut mendengar aku masih sekolah "Cocok jadi adek saya kalau begitu" ia tertawa dengan ucapannya sendiri, akupun ikut tersenyum mendengarnya. Aku sudah terbiasa dengan ucapan seperti itu, ketika ada pengunjung yang mayoritas laki laki bahkan ada yang langsung memintaku untuk menjadi istrinya. Gila memang, namun aku tak mempermasalahkannya. Toh, itu hanya sekedar gurauan saja.

Aku kembali dengan membawa minuman soda untuknya dan duduk di sampingnya. Ia melihatku dengan tatapan yang tak bisa ku artikan "Sepertinya saya pernah melihat kamu deh. Tapi saya lupa dimana." Ia mengalihkan pandangannya sambil berusaha untuk mengingatnya. "Anda salah melihat kali, muka saya itu pasaran." Ia mengibaskan tangannya tanda bahwa ia tidak setuju dengan ucapanku. "Aku ingat! Ketika saya sedang menonton balapan motor di sirkuit Spanyol. Saya melihat kamu disana, ya tidak salah lagi." Ucap nya dengan begitu semangat. Aku mengingat kembali pada enam bulan yang lalu. "Ingatan Anda cukup kuat ternyata yah? Tapi sayang saya tidak melihat Anda disana" ujarku membenarkan kata kata Zofran. "Manggilnya jangan pake Anda lah, lao mau pake Lo Gue aja. Gimana?" benar juga aku kuranga nyaman dengan memanggilnya denga sebutan 'Anda'.

"Tidak sopan jika saya memanggil orang yang lebih tua dari saya dengan panggilan Lo Gue. Gimana kalo saya panggil Kak Zof aja?" ia terlihat mengangguk bahwa ia setuju dengan panggilan itu. "Gak buruk juga panggilannya. Oke deh." Dan pembicaraan selanjutnya adalah mengenai dengan pemodifan mobil ka Zofran yang akan dilakukan tiga hari kedepan yang di tangani langsung olehku.

Setelah selesai aku langsung pulang untuk menepati janjiku pada kakek. Sepanjang perjalanan aku mengamati jalanan di kota Yogyakarta ini. Yogyakarta bukanlah kota impianku. Mungkin banyak orang yang ingin tinggal disini walau hanya sekeda menuntut ilmu saja, tapi tidak denganku. Bukan aku membenci kota ini, hanya saja ada rasa yang tak bisa ku katakan.

Hingga aku sampai di depan rumah dengan pagar yang menjulang tinggi di depanku, aku masih mengamati yang berada di sekitarku hingga gerbang terbuka aku masih berdiam diri di atas motor Ninja ku. "Neng! Lah ko yo malah bengong nang kono? Masuk neng." Aku tersadar dari lamunanku, dan menjalankan motorku untuk masuk pekarangan rumah. Aku melihat ada mobil sedan yang terparkir rapih di garasi, seperti tidak sing dengan mobil itu aku mengingatnya itu adalah mobil yang kurindukan untuk berada di rumah ini. Aku langsung berlari masuk kedalam rumah untuk menemui sang pemilik mobil.

Aku melihatnya sedang duduk dan tertawa bersama kakek di ruang keluarga. Aku langsung berlari dan menubruk badannya yang kekar, hingga tak kusadari air mataku telah mengalir dengan sendirinya. "Serindu itukah kamau sama Mas? Hmm?" aku tak menjawab pertanyaannya, aku semakin mempererat pelukanku. "Hey, gadis nakal. Lepas! Mas gak bisa napas ini."

"Biarin. Suruh siapa bikin aku kangen kayak gini?" aku tak memperdulikan nya yang kesusahan mengambil napas. "Kek, bantuin napa. Aku gak bisa napas ini beneran. Astaghfirullah" jangan harap kalau kakek akan menolongnya, ia selalu berada di pihakku. Lihat saja, sekarang ia malah tertawa di atas penderitaan cucu laki lakinya ini.

Fadries Sigit El Haqq, adalah anak pertama dari ayah dan ibuku. Ia seorang TNI Angkatan Udara, di umurnya yang ke dua puluh lima ini ia sudah menjadi seorang Captain. Kini ia sedang bertugas di Pekanbaru hingga sangat jarang bahkan hampir tidak pernah untuk pulang ke rumah. Mas ku sama denganku, ia ikut dengan kakek dan nenek. Dan yang hanya tinggal dengan kedua orang tuaku hanya adikku dan Mas Sigit.

"Inget rumah juga kamu Mas. Aku kira Mas udah lupa kalo punya rumah." Mas Sigit terkekeh dengan ucapanku, ia membawa duduk di sampingnya. "Kamu ini ya, gak boleh ngomong gitu sama Mas mu loh Ra."

"Yaah, kakek ko malah ngebelain Mas Sigit sih? Aah, kakek gak seru." Aku merajuk pada kedua laki laki terhebat yang pernah aku miliki. Aku melihat Mas Sigit mengeluarkan sesuatu dari kantong celana dinas yang masih melekat lengkap dengan baju dinas di tubuhnya. "Gak usah so badmood gitu. Nih mau gak? Mas beli langsung di tempat pembuatannya." Mataku langsung berbinar kala tau apa yang Mas Sigit keluarkan dari dalam kantong celananya.






Jadikan Al-Quran sebagai bacaan utama🤗

TANGERANG MAUK
01 01 2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 22, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY LIFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang