Belum Untuk Sekarang

105 5 2
                                    


September, 2010.

"Mmm.. Nggak apa, Ven." jawab Mars. Seperti malam-malam sebelumnya, Di tahun ini, Mars dan Venus masih melakukan rutinitas malamnya tanpa absen. Bertelefon untuk bercerita tentang kegiatan yang sudah dijalani sebelumnya.

"Lo punya rahasia ya Mars?" tanya Venus. Dahinya mengerenyit.

"Kok lo sotoy sih, Ven?Hahaha..."

"Lo itu bisa bikin gue untuk bongkar rahasia gue sendiri, begitu juga sebaliknya!" Venus masih penasaran.

"Apa sih, Mars? Jangan bikin gue penasaran!" kata Venus lagi mendesak Mars. Venus tahu, kalau ada sesuatu yang Mars rahasiakan.

Mars menghela nafas.

"Mmm... Oke. Gua gak tau ya, kedepannya kita bakal gimana."

"Kayaknya, gak bakal ada yang tahu, Mars. Kecuali yang diatas."

"Atas gue plafon, Ven..." kata Mars melawak.

"Kenapa sih Mars, lo selalu ngelawak di waktu yang nggak tepat!"cibir Venus. Ia memindahkan posisi telefonnya ke telinga satunya.

"Nih, ya Ven... Kalo misalnya..."

"Apaaaaaaa?" Venus setengah berteriak. Tidak sabar dengan kalimat Mars selajutnya.

"Kalo misalnya...." Mars mendadak terdiam. Tidak melanjutkan ucapannya.

Venus yang sudah geregetan, langsung siap merocos.

"MARS, LO MAU NGOMONG APA SIH? YANG JELAS DONG! JANGAN SAMPE BIKIN GUE..."

Venus belum menyelesaikan kalimatnya, Mars langsung memotong.

"Suka?" potongnya.

Venus yang mendengarnya langsung bergidik. Disusul oleh suara tawanya yang meledak-ledak.

"HAHAHAAHAHAAHA.... MARS GELI BANGET IH MASIH SMP UDAH SUKA-SUKAAN!" ledek Venus. Suara tawanya masih berada di volume yang sama. Sedangkan Mars, hanya mengernyitkan wajahnya. Berharap pita suara Venus putus tiba-tiba.

"Ven...." Mars mencoba memanggil Venus untuk meredakan tawanya.

"Ya, Mars?Hahaahahaha...."

"Kita gak akan pernah tahu tentang situasi kedepannya."

"Iya Mars, kita tuh sahabatan. Gue yakin kok, kalau persahabatan kita akan awet. Dan gue juga yakin kalau lo nggak akan suka sama gue. Begitu juga sebaliknya. Jadi, selamanya gue sama lo nggak akan punya status hubungan yang ala-ala sinetron yang ditonton...."

Tut.. tut...

Lagi-lagi, ucapan Venus yang belum selesai langsung dipotong habis. Bukan dengan Mars, melainkan dengan nada otomatis dari telefon, tanda bahwa sambungannya telah terputus. Tanpa pamit, Mars mematikan telefonnya.

Venus yang mendengar nada tersebut, sedikit membanting gagang telefonnya. Mengomel sendirian sembari berjalan ke arah kamar tidurnya. Gian yang asik menonton tivi langsung menoleh kearah Venus.

"BANG RIAN, ADEK LO KESAMBET, BANG!!" teriak Gian. Mendengar teriak Gian, Rian yang berada di kamarnya segera keluar kamar.

"Lo apain sih, Gi?" tanya Rian heran. Ia menoleh ke arah ruang tivi, dimana Gian sedang duduk sambil menatapnya balik. Lalu ia melanjutkan tolehannya ke arah Venus yang baru saja menutup pintu kamar tidurnya.

"Bukan gue, bang. Gue mulu, yang dituduh! " jawab Gian cemberut. Pandangannya segera beralih ke acara tivi gosip

Rian yang melihat tontonan Gian langsung menyeletuk,

"Gi, gue gak mau ya, tiba-tiba lo hidup tidak sesuai kodrat."

"Maksudnya, bang? tanya Gian. Ia masih tidak paham apa yang Rian maksud.

"Kalo misal tiba-tiba lo kepikiran buat beli rok, langsung kabarin gue ya." jawab Rian berjalan kembali ke kamarnya dengan terburu-buru untuk menghindar dari letupan kacang dari mulut Gian.

"Kok lo jahat sih, bang!" teriak Gian.

--

Dikamarnya, Venus langsung naik ke atas kasur. Ia tutupi setengah tubuhnya dengan selimut. Menatap plafon rumah dengan pikiran yang menyeruak ke arah yang tak beraturan. Sedangkan Mars yang sudah mematikan telefon beberapa detik sebelumnya, sedang berjalan di anak tangga menuju balkon. Dengan gitar yang ada ditangannya, Mars menyanyikan lagu sendu yang sedang tren. Lagu yang lebih tua dari usianya, mengiring malamnya dengan pikiran yang kesana kemari, tidak jelas arahnya.

Di tempat yang berbeda, Venus dan Mars memikirkan hal yang sama. Hal berupa perasaan yang dimiliki oleh anak berusia 13 tahun. Mereka masih menebak rasa apa yang sedang ada atau memang telah ada. Karena yang pasti, rasa ini lebih dari perasaan sahabat yang biasa mereka rasakan setiap harinya. Di Bandung, Mars sempat berpikir kalau perasan ini adalah perasaan agak suka. Sementara Venus di Jogja masih menebak dan tak mau asal gumam. Mereka mencoba untuk saling menolak, terlebih dengan usia yang menurut mereka masih sangat muda.

"Apakah ini yang namanya sahabat sangat dekat?"

"Apakah ini yang namanya rindu sama teman kecil?"

"Apakah ini yang namanya remaja?"

"Apakah ini yang namanya suka?"

Dan apakah-apakah lain yang mereka tanya tanpa tahu jawabannya. Pertanyaan sederhana dengan jawaban yang sedang dalam perjalanan. Di rumahnya, Mars teringat ucapan temannya beberapa waktu lalu. Saat ia menceritakan tentang kegiatan bertelefonnya bersama Venus tiap malam.

"Kalian pacaran?Telefonan tiap malam itu nggak wajar kalau cuma sahabatan."

Sayangnya, Mars menyergah. Ia merasa kalau masih 'belum untuk sekarang'. Begitu juga dengan Venus yang teringat dengan ucapan Nike yang gagal meneleponnya berkali-kali karena Venus masih sedang menggunakannya.

"Kamu udah pacaran ya, Ven? Emang boleh ya anak SMP pacaran?"

Venus hanya tertawa. Menaruh buku-bukunya ke dalam tas untuk bersiap pulang.

"Masih belum untuk sekarang"

Sinyo yang mendengar perkataan Venus, langsung ikut nimbrung,

"Kalo belom, 5 tahun lagi bisa dong?"

Venus & MarsWhere stories live. Discover now