Kepulangan

27 3 4
                                    

         Pagi itu, seluruh santri berkumpul di lapangan utama pesantren untuk mengikuti upacara pelepasan. Pak kyai yang mengisi mauidhoh berpesan agar selama kami di rumah tidak keluyuran kemana – mana, selalu menjaga karakter pesantren, dan tak lupa mengamalkan sholawat thibbil qulub serta sholawat asygil. Sementara itu, Para koordinator wilayah yang mengenakan rompi hijau tampak bersiap mengambil semprotan disinfektan untuk disemprotkan sebelum para santri menaiki armada yang sudah disiapkan pesantren.

         Tangis haru tak terbendung saat pak kyai mengajak para santri untuk melafadzkan sholawat asygil bersama – sama. Beberapa santri putri tampak berangkulan sebelum kemudian berbaris untuk sungkem kepada bu nyai. Di sisi sebelah utara santri putra hanya beberapa yang masih sesenggukan dan saling bersalaman. Rudin yang berada disamping ku juga terlihat sembab layaknya orang yang baru saja menangis.

"Mat, maafin aku ya mat. " Rudin mengajakku salaman dengan wajah sendu.

"Iya din, tapi hutang ku anggep lunas aja ya" Ucapku sembari berlagak tulus.

"Iya mat aku ikhlasin, semoga semuanya cepet membaik. Eh, kok ada yang lengket mat" Jawab udin sambil mengibas - ibaskan tangannya yang terasa lengket.

"Itu upil ku din". Ucapku dengan wajah nyengir tanpa dosa.😁

" Wooo dasar temen luck nut. Utangmu nanti tak tagih di akhirat"

Sementara aku sudah berlari mengantri untuk sungkem dengan mbah yai.


                            *****

          Bus yang kami kendarai melaju begitu kencang. Lagu "pamer bojo"  Yang dinyanyikan Nella kharisma mengiringi kepulangan kami menuju kampung halaman. Pak sopir yang terlihat berumur sekitar 40 an tampak asyik mengobrol dengan kang  Soleh selaku ketua rombongan kami.

         Pepohonan jati tampak hijau asri dengan beberapa orang dibawahnya yang tampak sedang mengumpulkan kepompong ulat yang biasa mereka sebut "enthung". Walau begitu sebenarnya aku merasa agak ngeri juga ketika bus melewati beberapa tikungan yang cukup tajam. Dari belakang kulihat mobil inova putih yang tampaknya berusaha menyalip bus kami.

         Ketika jalan agak melebar, mobil putih tadi segera menyalip kami dengan kekuatan penuh. Namun naas, ketika mobil itu selesai menyalip kami, salah satu ban belakangnya meletus hingga menyebabkan mobil tersebut oleng. Pak sopir yang kaget dengan sigap berusaha menghindari mobil di depan kami. Suara berdecit antara ban dan aspal terasa memekakkan telinga. Dengan sekuat tenaga pak sopir membelokkan kemudi busnya. Aku berkeringat dingin sembari memegang kursi di depan ku erat - erat. Bus yang kami naiki terasa semakin oleng dan kurasakan kepalaku terbentur sesuatu yang begitu keras. Aku kehilangan kesadaran sesaat sebelum bus yang kami tumpangi menerusuk diantara pohon - pohon jati yang begitu besar.

Sayup - sayup ku dengar lagu pamer bojo masih mengalun dengan suara yang kini kurasakan begitu mengerikan.

" Tak gintang-gintang, tak gintang-gintang, tak gintang-gintang "

                             *****

         Kurasakan kepalaku masih sakit, lagu pamer bojo kini terdengar semakin keras.

"Tak gintang-gintang, tak gintang-gintang, tak gintang-gintang, lo lo lo lo josss"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 23, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Catatan Si MAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang