"Jev, kata gue, you better ati-ati sama cewek yang semingguan ini sering nyariin lo."
Pria yang baru saja masuk ke kamarnya itu terkejut saat mendapati dua onggok manusia bernama Aidan dan Marcel berada di atas kasurnya. Jevano menatap Aidan yang bersandar pada headboard, kemudian berpindah pada Marcel yang sedang rebahan sambil memainkan ponselnya macam spinner. Dia juga sedang menatap Jevano.
"Lo sejak kapan di situ, Cel?" tanya Jevan tanpa menggubris ucapan Marcel. Pasalnya sebelum dia berangkat mandi, Marcel tidak ada di sana.
"Pas lo mandi," jawab Marcel. "Kali ini aja lo dengerin gue, Jev. Ati-ati sama dia."
"Impresi gue pertama kali liat dia pas di kantin kampus kemaren juga udah jelek, sih. Mukanya cocok banget jadi pemeran antagonis di sinetron azab," timpal Aidan tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel di depannya.
Marcel tertawa. Dia terbahak-bahak sampai jatuh dari atas kasur. Tubuhnya beradu dengan lantai hingga menghasilkan bunyi debuman. Jevano dan Aidan meringis melihatnya. Tapi, pria itu masih tertawa sambil memegangi perut.
"Bangsat, Aidan," ucapnya di sela-sela tawa. "Tapi, emang bener sih lo."
"Lo sereceh ini ya, Cel?" tanya Aidan.
"Dia liat semut jalan juga diketawain, Na," ujar Jevan yang masih bertelanjang dada dengan handuk yang menggantung di leher. Dia berjalan menuju lemari yang berada di sudut ruang.
"Eh, tapi gue beneran," kata Marcel yang masih tergeletak di lantai dengan sisa-sisa tawanya, "lo harus ati-ati sama itu cewek. Gue denger-denger dia orangnya problematik. Ntar gue cari tau lagi."
"Kemaren juga dia blak-blakan banget bilang mau deket sama Jevan. Maksudnya deket yang gimana, dah?" Aidan menatap Jevan dengan tatapan aneh. "Mana dandanannya begitu lagi. Kayak... apa, ya? Tante-tante kali, ya?"
Jevano membuka pintu lemari, meraih kaos hitam yang terletak di tumpukan paling atas. "Gak tau juga gue. Kalo emang mau temenan sama gue ya ayo aja, lumayan 'kan nambah relasi," katanya sembari menyampirkan handuknya begitu saja di punggung kursi.
"Kayaknya dia punya niat ganda, deh. Bahas proker cuma buat alibi dia doang. Tiap ditanya mau urus apa, jawabnya 'sharing organisasi'. Tapi, mintanya ketemu Jevan. Lagian harusnya 'kan sama divisi yang bersangkutan," tutur Mercel. Tawanya sudah hilang, berganti dengan rasa kesal akan sosok gadis yang tengah mereka bicarakan. Marcel itu mudah tertawa, tapi juga mudah teralihkan. Tawanya akan berhenti seketika jika ada suatu hal yang mengalihkannya.
"Lo gak risih apa, Jev? Ya, emang baru seminggu sih ya kalian kenal. Tapi, liat dari cara dia natap sama ngomong ke elo itu tuh udah bikin gue yakin kalo dia ada udang di balik batu," lanjut Marcel.
"Gue sendiri dari awal udah aneh, sih. Dan gue juga nggak segoblok itu kali buat nggak sadar kelakuan aneh dia." Laki-laki berhidung mancung itu menatap dua kerabatnya setelah memasukan kepala ke lubang baju. "Gue cuma berusaha positif thinking aja."
"Minggu lalu lo ngajak dia ke kantin bareng apa gimana?"
"Enggak, Na. Gue aja kaget pas tau dia ngekorin gue sampe kantin."
"Nah, berarti emang harus waspada. Kemaren sebelum lo nemuin dia, kan gue tanya ada urusan apa. Dia jawabnya 'urusan pribadi' gitu doang."
"Gak jelas tuh cewek," sambung Aidan. "Pantau aja terus."
"Pokoknya lo jaga jarak aja sama dia, jagain pacar lo juga. I smell something fishy from her." Marcel berdiri dari posisinya. Dia kembali merebahkan diri di atas kasur.
"Iyeee," respon Jevan sembari meraih celana jogger cargo kesayangannya yang menggantung di belakang pintu, lalu mengenakannya dengan cepat. Dia berjalan mendekat pada dua manusia yang masih betah di atas kasurnya, sambil mengacak-acak rambutnya yang basah. Membuat Marcel dan Aidan melayangkan protes karena cipratan air yang dihasilkan mengenai mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
[NEW VERSION] Last Sojourn
Romance[SEDANG PROSES REVISI] "Kamu itu rumah aku, Ai. Tempat aku pulang. Aku cuma mau sama kamu, sampe Tuhan ngambil nyawaku." Aileen mau percaya, tapi belakangan pacarnya itu bertingkah aneh. Jevano berusaha membuktikannya. Bahkan dia benar-benar membukt...