Aku masih terdiam dikamar, menunggu debaran jantung ini kembali normal, aku menggigit bibir bawahku merasakan kembali manisnya bibir Shelo, ya Tuhan aku memang sudah gila, aku membencinya tetapi… tetapi ciuman itu membuatku kacau, membuatku tidak normal dan arghhhh kalo tau dampaknya separah ini lebih baik aku menerima segala gangguannya daripada membiarkan batinku menjadi kacau.
Sekitar 1 jam aku masih berusaha menormalkan jantungku ketika aku mendengar bisik – bisik anggota lainnya yang masuk kedalam rumah, aku melihat jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, dengan cepat aku mengganti lampu dan keluar dengan gaya biasa seperti tidak terjadi apapun.
“Wah Sean, ngapain lo dikamar Shelo, untung tadi gue lihat Shelo diluar kalo gak pasti gue nyangkanya kalian dikamar berduaan, ingat loh ini di desa jangan buat mesum” ledek teman – temanku, aku memelototkan mataku dan keluar dari rumah, aku membutuhkan udara untuk bernafas, berlama – lama didalam membuatku semakin kacau.
Mataku melihat sekeliling, batang hidung Sean tidak sedikitpun aku lihat, kemana dia. Kalo tidak ingat pesan kepala sekolah tadi yang menyuruhku menjaganya, malas banget peduliin dia.
“Thika, lo lihat Shelo?” tanyaku kepada salah seorang teman sekamarnya. Dia mengangkat bahunya dan berlalu meninggalkan aku. Kemana anak itu, aku mencari kesekeliling rumah, tapi tanda – tandanya tidak ada, mau menghubungi juga tidak bisa karena ponsel disita pihak sekolah.
Ketika aku hendak mencarinya disekitar pasar, aku melihatnya berjalan kaki entah darimana, menunduk dan langkah seperti tidak ada semangat. Aku berdiri didepannya dan menghadang jalannya. Aku meletakkan kedua tanganku di pinggang dan menatapnya tajam.
“Eh yayang Sean.. hai” sapanya dengan wajah sembab dan hidung merah seperti habis menangis tapi dia berusaha untuk tetap tertawa, melihat wajahnya seperti itu, aku jadi tidak tega memarahinya. Aku menurunkan kedua tanganku dan berbalik meninggalkannya, sejak kapan aku lemah seperti ini. Apa dia menangis karena kejadian tadi, apa aku melukainya lagi.
Baru 2 langkah meninggalkannya, aku merasakan tangannya memegang tanganku.
“Sean..” panggilnya dengan nada serius, kenapa dia tidak memanggilku dengan panggilan yayang, arggg Sean bukannya kamu gak suka dengan panggilan itu, tapi karena sudah terbiasa mendengarnya memanggilku dengan nama saja, rasanya tidak sopan… ya tidak sopan. Walau kami satu angkatan tapi aku yakin aku lebih tua darinya.
“Hmmm”gumamku pelan, dia seperti menghembuskan nafas dan dengan nada sedikit bergetar berkata pelan “Maaf” hanya itu dan dia berlari masuk kedalam rumah tanpa sempat aku bertanya kenapa dia mengucapkan kata itu.
****
Waktu ternyata cepat berlalu, tanpa terasa sudah 1 minggu kami berkegiatan didesa, program yang dicanangkan oleh sekolah satu persatu kami lakukan, walau belum semuanya selesai. Jika ditanya bagaimana hubunganku dengan Shelo, seperti biasa dia dengan keagresifannya dan aku dengan sedikit ketidak nyamanan walau aku tidak separah dulu memarahinya, entahlah aku merasa percuma juga marah atau kesal, gak guna juga dia pasti akan tetap melakukan apa yang menurutnya benar.
Aku juga mendapat info kalo didesa ini juga akan kedatangan rombongan anak kuliahan dari Jakarta yang akan melakukan KKN, aku sih asyik – asyik aja karena tempat ini akan semakin rame walau aku harus semakin keras menjaga kelompokku karena aku tau mereka tidak akan bisa diam jika ada mahasiswa yang datang, pasti mereka akan tebar – tebar pesona.
Pagi itu setelah menyiapkan sarapan, aku dan lain sedang menikmati makan ketika mendengar pintu rumah diketuk, sebagai ketua anak – anak menyuruhku membuka, dasar pemalas! Semua tugas diserahkan padaku, tapi aku bahagia sih, enak juga menjadi pelindung mereka.