Bagian 1

16 7 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


2 tahun sebelumnya .....

Seorang lelaki dengan mantel berwarna abu-abu terlihat duduk sendiri di lobi sebuah rumah sakit ternama di Singapore yang dekat dari Bandara International. Ekspresinya lesu, pandangannya kosong. Usianya berkisar 28 tahun. Ia sama sekali tidak merasa enggan dengan beberapa orang yang juga masih duduk disana. Dibagian samping sofa mini yang didudukinya, teronggok koper ukuran medium berwarna hitam. Kurang lebih 7 jam yang lalu ia memang baru saja tiba di Singapore. Waktu sudah menunjukkan pukul 16.50, ia harus segera tiba di Hotel.

Lelaki itu bernama Kyle, nama aslinya adalah Rudi. Ada alasan besar mengapa ia mengganti namanya. Perjalanan selama 13 jam dari Washington DC cukup membuat tenaganya terkuras. Ditambah kondisi tubuhnya yang memang tidak memungkinkan melakukan penerbangan membuatnya pingsan dan dilarikan ke rumah sakit ini. Ia merasa bersyukur duduk bersebelahan di pesawat dengan seorang yang baik hati yang mengantarnya kesini. Masih sangat jelas ia ingat nasihat dokter yang baru saja merawatnya. Aritmia yang dideritanya tidak bisa dianggap remeh. Sebenarnya sebelum terbang ke Singapore, dokter yang merawatnya selama di Amerika tidak menyarankannya untuk melakukan penerbangan terlebih dulu. Keras kepala memang. Beruntung ia telah sempat meminum resepnya sehingga rasa nyeri dada berujung pingsan yang baru saja dialaminya tidak terlalu parah.

Ada alasan mengapa Kyle harus segera berpindah ke Singapore. Ia sudah tinggal bersama dengan kakeknya selama 18 tahun di Amerika. Namun, satu bulan yang lalu kakeknya meninggal dunia, ia merasa sudah tidak memiliki siapapun disana, rumah kakeknya ia jual dan ia putuskan untuk hijrah ke Singapore dan bekerja di Rashes Hotel. Bekerja di hotel tersebut bukanlah satu-satunya tujuan yang direncanakan oleh Kyle. Ia bermaksud ingin membalas dendam.

Kyle menghela nafas kembali mengingat tujuan awalnya itu. Tujuan yang telah ia susun sejak meninggalkan tanah air. Sembari merawat kakeknya, ia mencari tahu banyak hal tentang ayah kandungnya. Ia bersemangat dalam belajar manajemen, akuntansi, perhotelan, agar ia bisa merebut apa yang dimiliki oleh ayahnya. Ia telah mengawalinya dengan mengganti namanya, ia akan bersembunyi dalam identitasnya yang baru sebagai Kyle.

Tetapi, sejak mengetahui penyakitnya dalam beberapa tahun terakhir, ia mulai merasa bimbang. Semangat untuk melakukan balas dendamnya menjadi surut. Ia masih memikirkan itu dan membuatnya menjadi lesu. Apakah ia akan mendapat kebahagiaan dari balas dendam itu? Ia akui perbuatan ayahnya memang bejat, namun haruskah ia membalas dendam pada ayah kandungnya sendiri? Bukankah saat ini bukanlah hal itu lagi yang perlu ia khawatirkan?.

Dokter yang baru saja memeriksanya beberapa kali ia lihat menggelengkan kepala. Bisa jadi karena bukan berita bagus yang akan ia dengar.

"Kalaupun dilakukan operasi kembali, kemungkinan untuk berhasilnya lebih kecil," begitulah kata dokternya. "Untuk saat ini yang perlu dilakukan adalah mengurangi beban dan lebih sering untuk beristirahat,"

Haruskah ia melanjutkan niat awalnya? Kalaupun berhasil dalam membalas dendam, Kyle tidak yakin pula jika hasil tersebut akan sempat dinikmatinya. Lantas, apa definisi adil yang lebih baik untuknya saat ini? Bukankah mengabaikan kemarahan sudah cukup untuknya saat ini? Untuk apa?

Tanpa disadari, matanya mulai terasa panas. Tunggu, ia tak mungkin menangis di tengah keramaian seperti ini. Ia harus menahan air matanya. Kyle meraih kopernya, beranjak dan melangkah cepat meninggalkan lobi rumah sakit.


Ok. Mungkin cukuplah sebagai prolog yeahh,

InsyaAllah cerita ini akan sampai bagian 11,.

Ohya, jangan lupa komen yeahhh,,,, Thank you

Love Really HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang