6. Berdebar

2.2K 262 27
                                    

Christy meringis di ruang perawatan. Tim medis bilang pergelangan tangan Christy terkilir karena ia salah menyangga tubuhnya ketika jatuh, oleh sebab itu ia terpaksa tidak bisa melanjutkan pertandingan.

"Keselamatan kamu lebih penting dari jadi pemenang di turnamen ini, Christy." begitu kata Pak Maul ketika ia berusaha meyakinkan Christy untuk rehat sebentar.

Christy membuang napas lelah. Yang bisa ia lakukan sekarang hanya diam dan merutuki diri. Harusnya tadi ia percaya pada Eve, pemain yang menghalangi mereka tadi bisa ia lewati dengan sedikit melambungkan umpan. Tapi saat itu Christy panik, dia jadi gugup dan tidak bisa berpikir jernih.

"Christy!" Muthe tiba-tiba muncul dari balik pintu. Ia segera memeluk Christy dan menatap wajahnya cemas. "Ka-kamu baik-baik aja?"

Christy mengangguk pelan. Ia mengusap punggung Muthe untuk menenangkannya. Christy yang sakit tapi kenapa Muthe yang menangis?

"Eh, tangan kamu." Muthe menunduk menyadari pergelangan tangan kiri Christy dibebat.

"Nggak apa, kok. Setelah dua hari, aku bisa pegang tangan kamu lagi."

Muthe masih berkaca, tapi juga merona. Ia lalu menatap Christy tajam sok denial. "Sempat-sempatnya kamu ngegombal?"

"Gombal?" Christy mengerutkan kening. Selama di Jepang, ibunya sering menyebut kain kotor dengan gombal. Lagi-lagi Muthe membuat Christy bingung, kenapa ia malah membahas kain kotor di saat seperti ini? Apa karena wajah Christy yang berkeringat dan penuh debu?

"Gombal itu, nm, apa ya?" Muthe mengerutkan kening juga, mencari bahasa yang cocok untuk menyampaikan artian sebenarnya. "Semacam godain, sih."

Raut Christy berubah merasa bersalah. Menggoda seseorang adalah hal buruk, ia jadi malu. "Maaf, aku nggak berniat buat godain kamu."

"Eh, ng-nggak papa kok. Maksud aku bukan godain yang itu." Muthe membuat tanda petik dengan jarinya saat ia mengatakan kata itu. "Tapi yaa, cuma iseng aja. Bercanda."

Chirsty tambah terlihat merasa bersalah. "Aku nggak maksud bercandain kamu juga."

"Ah, terserah deh." Muthe memeluk Christy lagi untuk menghentikannya bicara. Sepertinya benar kata Zee, Christy masih terlalu polos untuk mengenal cinta. Tapi tak apa, Muthe suka anak kecil karena tahu ia tidak akan macam-macam.

Christy tersenyum tipis merasakan tubuhnya menghangat. Ia menoleh pada pintu dan mendapati Ara mengintip di sana bersama Fiony. Melihat Christy tengah memperhatikannya, Ara buru-buru menulis sesuatu di ponselnya dengan ukuran besar kemudian menunjukkannya pada Christy.

Bilang ke Muthe

Ara menggeser layar ponselnya hingga memuat tulisan lain.

"Rambut kamu wangi" gitu

Ara menggeser layarnya lagi.

Biar dia seneng

Setelah itu Ara mengibaskan tangan, menyuruh Christy untuk mempraktikkannya. Christy tadi mengamati dengan cermat dan mengangguk. Ia mengusap rambut hitam Muthe, membuat gadis itu terkejut dan buru-buru menatapnya.

"Kak," panggil Christy menggantung.

Muthe menelan ludah gugup. Kenapa Christy menatapnya seperti itu? Apa ia ingin mengungkapkan perasaannya? Di sini? Sekarang? Muthe menjerit dalam hati. Tapi di luar, ia stay cool.

"Kenapa?"

Christy tersenyum manis. "Rambut aku wangi."

Muthe mengerutkan kening bingung dan Ara yang melihatnya seketika menepuk kening. Ia bersandar di tembok dan merosot turun. Fiony menatapnya khawatir.

ChristyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang