Yasmina, gadis manis asal Indonesia itu akhirnya sampai di Alsace, Prancis. Setelah hampir 13 jam ia berada di dalam pesawat, kemudian naik kendaraan umum, dan di sinilah ia berada sekarang, di sebuah desa yang berada tepat di kaki bukit Saint Odile, yang dipenuhi oleh perkebunan anggur.
Harusnya, bibir mungil yang sewarna merah muda itu saat ini tengah tersenyum bahagia. Bukannya tertekuk kebawah, binarnya nanar dan tampak redup.
Helaan napas terdengar lemah dari sosok gadis beriris cokelat gelap itu.
"Fais, aku pasti bisa melupakanmu."
Usai mengucapkan kalimat tersebut, Yasmina kembali melangkah, menyeret serta kedua buah kopernya, menuju villa milik sang Kakek.
Tujuannya datang ke Alsace adalah untuk berlibur, lebih tepatnya untuk mengobati luka batin yang ia terima dari sosok Fais, mantan tunangannya.
Sejenak ia memejamkan mata dan mengambil nafas dalam-dalam, berusaha mengalihkan semua ingatan pahit itu.
Sampai jerit pekik seseorang sontak mengejutkannya.
"Awaaas!"
Bhrukk!
Suara debuman yang cukup keras, refleks membuat Yasmin berjongkok di tengah jalan, melindungi diri dengan menyembunyikan wajahnya di antara lutut yang ditekuk. Dedaunan kering jatuh bertaburan dari atasnya.
Tidak ada yang menimpanya, Yasmin mencoba mengangkat wajahnya. Netranya langsung menemukan sosok pemuda dengan sepedanya tengah terjengkang dengan begitu mengenaskan di antara kebun anggur di tepi jalan.
Bukannya khawatir atau berniat menolong, Yasmin malah membawa telapak tangannya untuk membekap mulutnya sendiri demi menahan tawa agar tidak meletus. Pemuda itu terlihat begitu lucu di matanya.
"Es-tu aveugle?" Si pemuda berbicara dalam bahasa prancis, berjalan dengan sedikit terpincang ke arah yasmin sembari menatap gadis itu dengan sorot mata yang tajam.
Kernyitan bingung muncul di dahi Yasmin.
Pemuda itu terlihat jengkel. Lalu, ia kembali bertanya dalam bahasa inggris, "Are you blind?"
Hilang sudah tawa geli yang sedari tadi ia coba sembunyikan. "What?" Yasmin merasa bahwa ia telah salah dengar.
Pemuda itu mendengus kesal. "Are you blind?" tanyanya lagi.
Yasmin mendelik. Atas dasar apa dirinya dituduh buta. Ingin menjawab, tapi pemuda itu sudah lebih dulu menyergahnya.
"Mengapa kau berjalan di tengah jalan sambil menutup mata seperti orang buta?" Suara bernada sinis disertai raut wajah sangar itu langsung menyapa Yasmin. "Kau tahu, aku hampir saja kehilangan gigiku gara-gara kau!"
"Lihat!" Pemuda itu menunjuk ke arah sepeda yang rodanya sudah berputar tak tentu arah. "Sekarang sepedaku rusak, dan kaulah penyebabnya."
Yasmin memelotot dan menganga tak percaya, ia tidak menyangka jika nasibnya akan semenyebalkan ini. Niat berlibur untuk menenangkan pikiran langsung kandas seketika.
Seburuk itukah Yasmin di mata semua orang? selalu menjadi penyebab atas semua kekacauan. Apa karena itu juga Fais sampai tega meninggalkannya.
Bentakan pemuda itu masih tidak seberapa dibandingkan dengan sakitnya dicampakkan.
Rasa sesak itu datang lagi, setetes air mata kembali jatuh dari sudut matanya.
"Huwaaa! Hiks, hiks, huwaaa!"