Dira termenung memikirkan permintaan ibunya tadi pagi, sebelum ia pergi ke kampus. Di satu sisi ia sama sekali tak ingin menuruti permintaan ibunya, disisi lain ia tak tega melihat ibunya memohon seperti tadi kepadanya. Ia sibuk dengan pemikirannya tak peduli dengan lingkungan sekitar. Ia mengendarai motor dengan tatapan kosong. Sebenarnya Ia tak memiliki jadwal pagi untuk hari ini, tapi ia sudah pergi sepagi ini, hanya untuk menghindari pembicaraan bersama ibunya. Dira menghela napas, mencoba membuang beban di hatinya, walau ia tau itu sangat sia-sia.
Motor Dira berhenti tepat di sebuah taman yang lumayan besar di belakang kampusnya. Cuaca pagi masih terasa segar di dada. Dira melepas helmnya dan memandangi sekitar. Pikirannya kembali melompat ke tiga tahun silam. Dimana pada saat itu ia dan ayahnya duduk di hamparan rumput hijau tepat di depannya sekarang. Pada saat itu hubungannya dan ayahnya masih baik-baik saja. Dira masih menjadi gadis ceria yang sangat ramah. Senyum selalu merekah di bibirnya.
"Yah, ternyata daftar kuliah itu ribet banget ya." Ucap Dira sambil menyender di bahu kekar ayahnya. Ayahnya tersenyum sambil mengelus rambut halus Dira yang terkuncir rapih.
"Makanya, kamu jangan sia-sia in sesuatu yang kamu sendiri butuh perjuangan untuk dapetinnya." Dira mengingat kata-kata Ayahnya ini, sehari sebelum Ayahnya meninggalkan ia dan ibunya. Membuat Dira merasa ucapan ayahnya seperti sampah. Ia selalu berpikir, bukankah untuk membangun sebuah keluarga itu butuh perjuangan? Tapi kenapa, ayahnya meninggalkannya begitu saja tanpa ada kepastian apapun. Membuat Dira tak bersemangat melanjutkan hidupnya.
Dira cepat-cepat menggelengkan kepalanya, berusaha membubarkan masa lalu bersama Ayahnya dalam pikirannya.
Dira berjalan menuju taman dengan hamparan rumput yang luas itu. Membaringkan tubuhnya, memandangi langit pagi yang tak terlalu cerah hari ini. Biru, bersih dan terdapat corak putih awan yang membuat pemandangan langit hari ini terlihat indah dan cukup menenangkan pikiran Dira untuk saat ini. Dira memejamkan mata menikmati suasana berusaha rileks.
***
Daffin bersiap untuk jogging pagi ini, karena melihat cuaca yang sangat mendukung. Ia bersiap menggunakan pakaian olahraganya, dengan kaos lengan buntng berwarna putih, dan celana panjang hitam. Ia menggunakan sepatu kets hitam tebarunya, mengikat talinya dengan rapih, berniat untuk memfoto sepatunya, untuk asupan para followersnya.
Setelah ia mem-posting gambar sepatunya, ia langsung memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, dan ia langsung bergegas berangkat untuk berolahraga. Ia berlari kecil menyusuri lingkungan sekitar kost dan kampusnya, karena kost nya berada di belakang kampus.
Keringat sudah menghiasi wajah tegas Daffin, membuat wanita-wanita yang melihatnya akan langsung terpana dengan ketampanan yang Daffin punya. Satu jam berlalu, membuat Daffin mulai merasa lelah, ia masih berlari perlahan, mengatur napas agar tak tersengal, baru saja ia ingin beristirahat, ia melihat sebuah motor yang taka sing menurutnya. Ia tersenyum membuat rasa lelahnya tak terasa lagi.
Segera Daffin menghampiri motor tersebut, melihat ke sekelilingnya, dan mendapatkan sesosok wanita yang baru saja ia temui kemarin sedang berbaring dengan mata tertutup dan wajah yang sangat tenang. Daffin menghampiri perlahan, membuat septunya bergesekan dengan rumput hijau segar, dan menciptakan suara gemerisik membuat wanita itu tersadar, dan membuka matanya.
Mata Dira hanya memandangi Daffin yang merasa dipergoki, Dira langsung mengalihkan pandangannya enggan melihat Daffin.
"Lu ngapain di sini?" Tanya Daffin merasa canggung.
"Bukan urusan lo." Dira bergegas mengambil tasnya dan hendak pergi. Daffin menghadang Dira dengan tubuh atletisnya, membuat aroma mint khas Daffin tercium sampai ke hidung Dira.
"Apa?"
"Lo ga mau pikir-pikir dulu dengan ajakan gue?" Daffin langsung bertanya tanpa basa-basi.
"Ga, sama sekali ga tertarik." Dira mendorong Daffin, membuat Daffin terdorong menjauhi Dira, Dira berjalan dengan langkah besarnya dan seketika berhenti, ketika ia ingat dengan pemintaan ibunya. Dira membalikkan badannya menghadap Daffin yang masih menahan sakit dibagian perut karena habis didorong Dira dengan lumayan keras.
"Itu cuman bohongan kan?" Tanya Dira membuat Daffin melongo.
"Pacaran, pacaran bohongan kan?" Daffin makin melongo mendengar pertanyaan dari Dira.
"Hft, ya udah lupain." Dira kembali membalikkan badannya berniat meninggalkan Daffin yang masih melongo. Daffin langsung bergegas menarik tangan Dira.
"Iya, itu bohongan doang, lo mau?" Daffin sangat antusias memandang manik mata Dira yang hitam jernih. Dira memalingkan pandangannya, berdeham kecil lalu mangangguk. Anggukan Dira berhasil membuat Daffin makin melotot dan menganga tak percaya.
"Tapi, ada syaratnya."
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Untuk bab ini memang sangat pendek, karena aku lagi buntu T^T , dukungan kalian buat aku makin semangat nulis.. Jangan lupa komen dan berikan votenya Terimakasihhhhh <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Late to Love
Lãng mạn~Karena cinta bukan tentang waktu~ Anindira mahasiswi cuek, yang terjebak pernikahan tak diinginkan, berawal dari kerja sama, dan pacar bohongan. Apa yang akan terjadi? Bagiamana acara Aindira survive dengan masalah ini?